http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8450:kenapa-ulil-lutfi-dan-carter-beda-&catid=97:amran-nasution&Itemid=84



Kenapa Ulil, Lutfi dan Carter Beda
Oleh : Redaksi 22 Jan 2009 - 6:00 am 

Oleh: Amran Nasution *



Seluruh
dunia mengutuk Israel. Tapi tokoh Jaringan Islam Liberal
mengampanyekannya. Jimmy Carter saja menuding Israel memelaratkan orang
Palestina.
Sejak perang di Gaza memasuki pekan kedua, kian jelas Israel akan
mengulang apa yang dialaminya dengan Hizbullah di Lebanon pada 2006:
kegagalan. Pendapat seperti itu, antara lain, bisa dibaca dari tulisan
Jackson Diehl, wartawan The Washington Post.
Dalam sebuah artikel berjudul Hard Lesson for Israel (Pelajaran
pahit bagi Israel) di korannya 9 Januari lalu, Diehl menulis bahwa
tujuan serangan Israel adalah mengurangi kemampuan militer Hamas secara
substansial, dan kemudian memaksa Hamas menyetujui gencatan senjata
dengan berbagai keuntungan buat Israel.
Ternyata Hamas bisa bertahan. Walau kecil, korban di pihak Israel
sudah jatuh. Lebih dari itu Israel dikecam dunia karena serangannya
mengakibatkan jatuhnya banyak korban sipil – seperti wanita dan
anak-anak — yang tersiar ke seluruh dunia melalui layar televisi. Citra
negeri Yahudi itu hancur-hancuran.
Maka akhirnya Israel harus mengumumkan gencatan senjata sepihak
dalam kondisi yang tak memuaskannya. Dan ini terjadi 18 Januari lalu,
hanya beberapa hari sebelum Amerika dipimpin pemerintah baru Barack
Obama yang lebih cerdas, lebih menyukai perdamaian.
Serangan Israel sejak 27 Desember lalu, memang dilakukan seperti
mengejar setoran, mumpung George Bush masih Presiden Amerika Serikat.
Serangan mengakibatkan puluhan masjid porak-poranda – Israel sengaja
mengebom masjid dengan dalih tempat suci itu dijadikan Hamas ajang
penyimpanan senjata dan amunisi – sejumlah sekolah, termasuk sekolah
internasional Amerika (American International School) dan sekolah PBB
(United Nations School), kantor pers, rumah sakit, berbagai fasilitas
umum, rumah-rumah pribadi. Sekitar 1245 orang Palestina tewas, lebih
separuhnya adalah orang sipil, terutama wanita dan anak-anak. Lebih
5300 orang cedera.
Belakangan tank Israel malah menembaki markas PBB. Juga dihancurkan
fasilitas air minum dan listrik. Tampaknya Israel ingin menjadkan Gaza
yang sekarang pun sudah amat miskin dan menderita, kembali hidup
seperti di zaman batu. Tanpa fasilitas apa pun.
Jon Alterman, Ketua Program Timur Tengah di Center for Strategic and
International Studies (CSIS) Washington, berpendapat serangan
dipaksakan Israel karena mereka tak yakin pada reaksi Barack Obama bila
serangan dilakukan setelah Obama dilantik menjadi presiden.
Penasehat politik Obama, David Axelrod, dalam sebuah acara di
jaringan televisi CBS, mengatakan Obama akan bekerjasama erat dengan
Israel. Negeri itu adalah sekutu terdekat Amerika di kawasan. ‘’Tapi
Obana akan melakukannya dengan mempromosikan perdamaian, bekerja sama
dengan Israel dan Palestina untuk mencapai tujuan itu,’’ katanya.
Agaknya Obama harus realistis pada kondisi negerinya. Ekonominya
morat-marit dilanda krisis. Utangnya 11,3 triliun dollar, merupakan
yang terbesar di dunia. Belakangan ada tanda-tanda China mulai enggan
membeli obligasi Amerika Serikat. Selama ini China merupakan negara
pembeli obligasi atau surat utang dari Amerika terbesar – selain negara
di Timur Tengah dan Jepang.
Entah kemana lagi Amerika Serikat menambah utang bila China dan
Timur Tengah telah menghindar. Padahal program Obama untuk melawan
krisis membutuhkan dana ratusan milyar dollar, antara lain, untuk
pembangunan proyek-proyek infra-struktur.
Dalam kondisi seperti ini tentu tak realistis Obama memperluas
peperangan di Timur Tengah demi mendukung nafsu Israel, misalnya,
dengan menyerang Iran dan Suriah, dua negara yang konsisten mendukung
perjuangan Hamas.
Obama malah akan menarik tentaranya dari Iraq, sekaligus menciptakan
perdamaian di Timur Tengah, salah satu program yang dijajakannya waktu
kampanye. Artinya, masa-masa Israel merajalela selama 8 tahun
kepemimpinan George Bush agaknya sudah berakhir.
Kelompok Neokon 

Israel memang perkasa secara militer. Dia satu-satunya negara di Timur
Tengah yang memiliki senjata nuklir. Tapi ia adalah sebuah negeri kecil
dengan 7 jutaan penduduk yang terkepung oleh negara-negara Arab. Tanpa
Amerika Serikat, Israel bukanlah apa-apa. Tanpa Amerika, Israel sudah
kalah dalam perang Oktober 1973. Dan tanpa bantuan Amerika, Israel tak
akan semaju sekarang.
Buku The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy (Farrar, Straus &
Giroux, 2007) yang ditulis dua akedemisi ternama, Profesor John
Mearsheimer (University of Chicago) dan Profesor Stephen Walt (Kennedy
School of Government, Harvard University) membuat sinyalemen seperti
itu.
Sejak Perang Oktober 1973, Washington sudah memberi bantuan kepada
Israel sebesar 140 milyar dollar. Tak satu pun negara di dunia yang
pernah diberi bantuan sebesar itu oleh Amerika. Tidak juga
negera-negara Eropa yang menjadi sekutu Amerika Serikat di dalam NATO.
Sejak 1976 sampai sekarang, setiap tahun Amerika memberikan bantuan
langsung sebesar 3 milyar dollar, kira-kira seperenam dari keseluruhan
budjet bantuan luar negerinya. Bantuan terus diberikan walau Israel
sudah menjadi negara industri dengan income per capita lebih kurang
sama dengan Korea Selatan atau Spanyol.
Israel diberi akses informasi ke sejumlah peralatan canggih seperti
heli tempur Blackhawk dan jet F-16. Begitu pula akses intelijen, yang
justru ditutup Amerika untuk sekutu NATO-nya di Eropa. Amerika
pura-pura tak tahu Israel membangun senjata nuklir di Dimona, Gurun
Negev, dekat perbatasan dengan Jordania.
Washington menjadi pelindung konsisten Israel dalam urusan
diplomatik. Sejak 1982, negeri itu sudah memveto 32 resolusi Dewan
Keamanan PBB yang merugikan Israel. Amerika mengganjal upaya
negara-negara Arab untuk memasukkan senjata nuklir Israel ke dalam
agenda badan atom dunia, IAEA. Sikap Amerika ini sungguh munafik ketika
kemudian ia meributkan proyek nuklir Iran.
Berkat veto-veto itulah sampai sekarang Palestina tetap menjadi
jajahan Israel. Belakangan pemerintahan Presiden Bush yang dikelilingi
kelompok Neo Konservatif (Neokon), yaitu intelektual Amerika keturunan
Yahudi yang menginginkan Amerika menjadi satu-satunya kekuatan utama
dunia, kalau perlu itu dicapai dengan kekuatan senjata.
Mereka mempengaruhi Presiden Bush untuk merencanakan peta baru Timur
Tengah, utamanya demi kepentingan strategis Israel. Maka untuk itulah
Iraq dihancurkan, Lebanon dikacaukan, Iran dan Syria menunggu giliran.
Karenanya tulisan para tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) di
internet, seperti Ulil Abshar-Abdalla dan terutama Luthfi Assyaukanie,
lebih terasa sebagai upaya untuk meningkatkan citra Israel yang
terpuruk habis di mata internasional akibat serangannya yang
mengorbankan begitu banyak manusia tak berdosa di Gaza.
Ulil
misalnya mengingatkan penaklukan dan ekspansi wilayah dengan
pencaplokan melalui aksi militer yang begitu luas yang dilakukan kaum
Muslim pada zaman baheula. Itu terjadi karena Islam sebagaimana halnya
Kristen, menurut Ulil, memiliki watak imperial, misionaris, dan
ekspansif.
Itu bertolak belakang dengan agama Yahudi. Menurut Ulil, agama ini
sama sekali tak pernah berambisi mendakwahkan agamanya di luar bangsa
Yahudi. Bangsa dan agama Yahudi tak pernah berambisi melakukan ekspansi
wilayah. Ide keyahudian terikat pada wilayah kecil sebagai fondasi
agama itu, yaitu Yerusalem dan kawasan di sekitarnya, yang sama sekali
tak signifikan dibandingkan dengan luasnya wilayah yang dicaplok umat
Islam di zaman lampau.
Jadi dengan tulisan itu, Ulil mengesankan perlakuan Israel terhadap
penduduk Gaza sekarang adalah wajar karena orang Islam dulu tukang
caplok, ekspansif, misionaris alias ingin menjadikan seluruh ummat
manusia menjadi Islam. Ummat Islam di Gaza sekarang, kiranya di dalam
benak Ulil, harus menerima azab dosa turunan para pendahulunya.
Luthfi membuat reportase dari kunjungannya ke Israel. Yang ingin
dikesankan dari reportase itu, ummat Islam sama dengan kebodohan,
kemiskinan, dan kusam, sementara orang Yahudi pintar, kaya, dan
bersinar.
Di tengah kutukan akan kekejaman militer Israel terjadi hampir di
seluruh penjuru dunia – malah di Venezuela dan Bolivia, Duta Besar
Israel diusir – tulisan Ulil dan Luthfi sungguh tanpa rasa sungkan
sedikit pun.
Khalifah Umar Bin Khatab 

Ulil tak akurat ketika menuduh Islam dan Kristen ekspansif karena watak
agamanya yang misionaris. Padahal yang sesungguhnya terjadi, sejarah
manusia memang penuh peristiwa penaklukan dan ekspansi dimulai zaman
Hannibal atau sebelumnya.
Pelajarilah sejarah Yunani kuno, Sparta dan Athena, semua penuh
peperangan dan penaklukan, padahal Kristen dan Islam waktu itu belum
ada. Romawi adalah sejarah tentang sebuah imperium. Begitu pula kisah
bangsa Mongol yang menggetarkan dan menakutkan itu. Mereka bukan Islam
atau Kristen tapi mereka ekspansif. Mereka sang penakluk.
Islam yang datang kemudian, juga melakukan peperangan atau
penaklukan daerah asing. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat
dipimpin Khalifah Umar Bin Khattab memperluas wilayah mereka dengan
mengalahkan Persia, Byzantium, dan kemudian Jerusalem.
Tapi seperti ditulis Karen Amstrong, wanita penulis produktif yang
mengagumkan dari Inggris, di dalam Jerusalem, One City, Three Faiths
(Random House, Inc, 1996), penaklukan yang dilakukan Khalifah Umar atas
Jerusalem terhitung yang paling damai dan minim darah. Begitu penguasa
Kristen di Jerusalem dipimpin Kepala Pendeta Sophronius menyatakan
menyerah, pertempuran pun berakhir.
Tak ada pembunuhan, tak ada penjarahan, tak ada perusakan properti,
tak ada pengusiran atau perampasan harta, tak ada pembakaran
simbol-simbol agama lawan, dan tak ada pemaksaan terhadap penduduk
Jerusalem untuk memeluk Islam. Seluruh rumah ibadah Kristen atau pun
Yahudi aman.
Khalifah sengaja membangun masjid di dekat Masjidil Aqsa, untuk tak
mengganggu rumah ibadah agama lain. Itulah yang kini dikenal sebagai
Masjid Umar. Dibandingkan dengan penaklukan Jerusalem sebelumnya,
menurut Karen Amstrong, ‘’Islam memulai masanya yang panjang di
Jerusalem dengan sangat baik.’’
Agaknya setelah mengalami dua kali perang dunia, ada kesadaran para
pemimpin dunia bahwa penjajahan dan penaklukan harus dihapuskan. Maka
setelah Perang Dunia II, negara-negara terjajah, terutama di
Asia-Afrika, memperoleh atau merampas kemerdekaannya.
Saat ini Palestina merupakan satu-satunya kawasan di dunia yang
masih terjajah. Karenanya pantas Hamas memperjuangkan kemerdekaannya
dari Israel. Dan bangsa Indonesia harus mendukung Hamas karena
pembukaan UUD 1945 jelas-jelas bersikap anti-penjajahan dan penindasan.
Ada pun reportase yang dibuat Luthfi Assyaukanie adalah contoh
pekerjaan jurnalistik yang paling buruk. Ia tuliskan apa yang dia lihat
dan rasakan, tanpa perlu mengetahui apa yang terjadi di balik semuanya.
Karena itu reportasenya gagal menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi
di sana.
Kalau Luthfi membaca PALESTINE: Peace, Not Apartheid
(Simon & Schuster, 2006) ditulis Jimmy Carter, mantan Presiden
Amerika Serikat dan pemenang Nobel Perdamaian 2002, akan tahulah dia
bahwa kemiskinan dan kusamnya permukiman Arab yang dikunjunginya itu
tak lain akibat penjajahan Israel.
Dalam hal ini, Jimmy Carter pasti lebih layak dipercaya daripada
Luthfi. Soalnya semasa menjadi Presiden Amerika Serikat dan sesudahnya,
dia terus aktif dalam upaya perdamaian Arab-Israel. Carter yang paling
berjasa merealisasikan Perjanjian Camp David, September 1978, yang
mempertemukan Presiden Mesir Anwar Sadat dengan Perdana Menteri Israel
Menachem Begin di meja perundingan. Sedang Luthfi cuma orang yang berkunjung ke 
Israel karena undangan.



Menurut Carter di bukunya, Pemerintah Israel melakukan politik
apartheid terhadap orang Palestina di Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem
Timur, seperti yang terjadi dulu di Afrika Selatan. Negeri itu
diduduki, dirampas, dan dikolonisasikan oleh para pemukim Israel.
Carter mencatat, pertama berdiri di tahun 1948, wilayah Israel hanya
56% dari kawasan yang disebut holy land, antara Jordania dengan Laut
Tengah. Sekarang Israel menguasai 77% kawasan itu. Palestina cuma
mendiami sisanya, 23%, termasuk Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Orang Palestina dari Gaza bila pergi ke Tepi Barat harus melintasi
kawasan Israel sejauh 45 km. Jangan lupa di berbagai lokasi di Tepi
Barat terdapat pula pemukiman-pemukiman Yahudi yang sampai sekarang
dipertahankan Israel.
Bukan hanya itu. Dengan dalih sekuriti Israel membangun
tembok-tembok. Jalan-jalan mulus tak boleh dilintasi orang Palestina.
Yang paling menderita penduduk Gaza. Selama dua tahun ini Gaza praktis
diblokade Israel, tertutup dari dunia luar. Menurut Carter di bukunya,
itu mengakibatkan kemiskinan meningkat 70%. Busung lapar menyerang Gaza
seperti yang terlihat di kawasan termiskin di dunia saat ini, Sahara
Selatan.
Gaza diblokade karena di sana ada Hamas. Dan Hamas dimusuhi Israel
dan Amerika Serikat karena mereka memenangkan pemilihan umum Palestina
secara jujur dan adil. Dalam pandangan para pemimpin Amerika Serikat
dan Israel, Hamas tak boleh menang karena mereka “teroris”, sebagaimana
kelompok Hizbullah di Libanon. Aneh, “teroris” ikut pemilihan umum, dan
menang pula.
Bayangkan, Hamas dan Hizbullah yang memperjuangkan kemerdekaan
negerinya dituduh “teroris”. Berarti di mata mereka ini pejuang
kemerdekaan seperti Pangeran Diponegoro dan Bung Tomo juga “teroris”.
(hidayatullah.com)

*) Penulis adalah Direktur Institute For Policy Studies (IPS)


      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
....Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke