http://www.ranesi.nl:80/arsipaktua/indonesia060905/poligami_meningkat20090202
Poligami Meningkat, Perceraian Pun Meningkat Radio Nederland Wereldomroep 02-02-2009 Poligami Meningkat, Perceraian Pun Meningkat Perempuan Muslim Indonesia lebih memilih cerai, ketimbang melanjutkan pernikahan ketika suaminya berpoligami karena mengawini perempuan lain. Inilah data yang diungkapkah oleh pengadilan agama. Ada beberapa faktor yang berperan. Di antaranya meningkatnya kesadaran perempuan Indonesia tentang hak mereka. Perempuan mulai berani memperjuangkan hak mereka dan menolak dominasi pria. Kalau perceraian meningkat, ternyata jumlah kasus poligami juga meningkat. Bagaimana ini bisa dijelaskan? Berikut Nursyahbani Katjasungkana anggota DPR fraksi PKB. Nursyahbani Katjasungkana[NK]: Ya, kalau dari data yang disampaikan oleh wartawan Jakarta Post kemarin waktu mewawancarai saya, memang faktor itu yang meningkat ya. Nah, tapi itu ditolak oleh kaum perempuan. Sementara ada semacam gerakan budaya untuk menguatkan itu semua. Seperti misalnya yang saya sebutkan itu, film-film baik di tv, maupun film layar lebar yang seperti menyebarkan bahwa poligami itu sesuatu yang memang merupakan ajaran agama. Ini juga dilakukan perlawanan oleh kaum perempuan. Radio Nederland Wereldomroep[RNW]: Tapi untuk bisa berpoligami si suami kan harus minta ijin si istri. Mengapa si istri toh ingin ceraikan suami? Melecehkan NK: Itu salah. Bukan ijin istri. Menurut undang-undang perkawinan itu, suami harus meminta ijin pengadilan. Nah permohonan ijin pengadilan itu harus dilampiri dengan alasan. Nah, alasannya itu juga sangat melecehkan istri ya, diskriminatif dan menempatkan istri hanya sebagai sexual provider, pelayan seksual. Karena pertama, alasan yang bisa dipakai adalah apabila istri tidak bisa melahirkan keturunan. Nah, itu jelas menempatkan istri hanya sebagai mesin pembuat anak, tanpa dilihat apakah dia tidak melahirkan keturunan itu karena suaminya mandul atau nggak gitu. Pokoknya nggak punya anak pasti dianggap kesalahan si istri dan itu bisa menjadi alasan untuk berpoligami. Kedua, kalau istri tidak perform sebagai istri. Nah, ukuran performance sebagai istri itu sangat subyektif, ditentukan oleh suaminya, dan/atau oleh pengadilan. Ketiga, kalau istri terus-menerus atau cacat secara fisik. Nah, ini alasan-alasan yang bagi kaum perempuan adalah alasan yang sangat diskriminatif dan menetapkan perempuan hanya sebagai pelayan seksual suami. Persyaratan hukum Ketika peran-peran tidak bisa dijalankan maka dia seperti akan ditinggalkan sebagai istri, ditinggalkan untuk kawin lagi. Nah, cara lainnya adalah persetujuan istri dan atau istri-istri yang sudah ada. Jadi bukan ijin istri. Nah, tapi di dalam pasal 5 undang-undang perkawinan dikatakan bahwa apabila istri tidak memberikan persetujuan maka pengadilan yang akan menilai apakah tidak setujuinya istri itu dalam pertimbangan pengadilan itu dianggap masuk akal atau tidak. Jadi sebetulnya persetujuan istri itu sangat relatif. Karena itu bisa diambil alih oleh pengadilan. Artinya meskipun misalnya istri tidak setujui, kalau pengadilan mengatakan tidak ada alasan untuk tidak menyetujui, maka ijin itu bisa diberikan kepada suami untuk kawin lagi. RNW: Secara hukum agama, poligami itu sah ya, tapi kalau memang benar poligami penyebab perceraian apakah menurut Anda poligami harus dibatasi? NK: Memang poligami di Indonesia sudah dibatasi. Artinya tidak bisa lagi seperti dulu ya, laki-laki bebas untuk kawin dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja, tapi dibatasi dengan alasan-alasan tadi. Yaitu memenuhi persyaratan-persyaratan hukum dan bahkan harus dengan ijin pengadilan. Kalau dibandingkan dengan negara-negara Islam yang lain, undang-undang perkawinan ini cukup maju ya, dengan ada pembatasan seperti itu. Yang kedua adalah ada counter interpretasi yang mengatakan bahwa sebetulnya poligami bukan menjadi ajaran Islam. Ajaran Islam itu monogami dan menempatkan poligami hanya pada pintu darurat sekali. Jadi ada peperangan juga antara mereka yang menafsirkan ayat 3 dari Anisa itu yang mengatakan poligami adalah hak laki-laki. Tapi ada juga penafsiran kontekstual dan historis yang mengatakan bahwa itu bukan hak laki-laki. Apalagi persyaratannya sedemikian berat, harus sedemikian adil. Kata Kunci: hak, pengadilan, perempuan, poligami [Non-text portions of this message have been removed]