Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 03 Maret 2009

-------------------------------------



MENGKHIANATI PRESIDEN PANGLIMA TERTINGGI SUKARNO, MANA MUNGKIN JADI 
PAHLAWAN NASIONAL!



Diukur dengan fikiran wajar, sehat dan logis usul-usul untuk menobatkan 
mantan Presiden Suharto jadi 'pahlawan nasional', samasekali tak masuk 
akal. Karena itu harus ditolak!



Tapi, . . tokh usul absurd itu muncul beberapa tahun yang lalu. 
Celakanya . . . hal itu diajukan s e s u d a h prahara Reformasi melanda 
negeri kita dan merenggutkan Suharto dari jabatan presiden yang 
dikeloninya selama 32 tahun.



Usul 'mempahlawankan' Suharto diajukan setelah meninggalnya mantan 
Presiden Suharto. Pelbagai kalangan tertentu militer, sipil, politik, 
birokrasi, bisnis dll, <sekarang ini Menteri Agama RI> rupanya dapat 
'Ilham', yang sempat bikin heboh masyarakat. Meskipun riuh rendah 
genderang ditabuh untuk maksud itu, namun Presiden SBY tampak cukup lama 
'fikir'fikir' dulu. Ditimbang-timbang 'untung-ruginya' menerima usul 
Suharto jadi 'pahlawan nasional'. Apalagi SBY jelas berniat untuk jadi 
pemenang lagi dalam pemilu 2009 tidak lama lagi.



Menerim usul absurd Suharto jadi pahlawan nasional -- bisa-bisa berakhir 
pada suatu 'political suicide' , 'bunuh-diri politik'. Suatu perspektif 
yang mengerikan bagi seorang politikus bukan?



Mengapa usul menobatkan mantan Presiden Suharto menjadi pahlawan 
nasional, adalah suatu usul yang absurd? Suatu ide yang bila 
dilaksanakan akan bikin mancanegara dan siapa saja yang berakal sehat 
mengerutkan keningnya, dan bertanya-tanya: "Apakah sudah sampai begitu 
merosotnya kemampuan yang bersangkutan untuk berfikir realis dan jujur, 
sampai bisa menerima usul itu?



Sudah menjadi catatan dalam sejarah Republik Indonesia, bahwa Jendral 
Suharto adalah perwira tinggi AD pertama yang terang-terangan 
membangkang terhadap Panglima Tertinggi Presiden RI. Ini terjadi ketika 
dia mensabot keputusan Presiden Sukarno menetapkan Letnan Jendral 
Pranoto Reksosamudro untuk memegang piminan harian Angkatan Darat. 
Kasarnya bawahan meludahi perintah atasannya. Dalam kemiliteran ini 
berarti i n s u b o r d i n a n s i . Harusnya Jendral Suharto diadili 
oleh suatu mahkamah militer.



Suharto membangkang, dan sekaligus mengambil oper, merebut pimpinan AD 
di tangannya sendiri.



Bahwa dialah, Jendral Suharto, yang menyalahgunakan 'Surat Perintah 
Sebelas Maret 1966'. 'Supersemar', nama yang menjadi populer, adalah 
surat perintah Presiden Republik Indonesia. Jelas sekali untuk menjaga 
kewibawaan Presiden dan ajaran-ajarannya. Yang mewajibkan Jendral 
Suharto selalu melapor kepada Presiden, sebagai pemimpin besar revolusi.



Tetapi 'Supersemar' dimanipulasi, disulap, disalahgunakan menjadi 
'transfer of power', menjadi 'pelimpahan kekuasaan' negara dari tangan 
Presiden Sukarno ke tangan Jendral Suharto. Lebih dari itu, dengan 
'Supersemar' di tangannya Suharto melorot Presiden Sukarno jadi tahanan 
rumah, dan akhirnya menggulingkannya. Sampai beliau meninggal dunia Bung 
Karno berada dalam keadaan sebagai tahanan rumah Jendral Suharto. Apa 
namanya ini kalau bukan PENGKHIANATAN TERHADAP PRESIDEN REPUBLIK 
INDONESIA SUKARNO!



Supaya pembaca ingat kembali apa isi  "Supersemar"   maka ada  baiknya dikutip 
di bawah ini teks lengkap  'Supersemar'  seperti yang tertera dalam risalah 
'Hasil-hasil Sidang Umum MPRS  Ke-IV yang dikeluarkan oleh pemerintah RI sbb:




PRESIDEN REUBLIK INDONESIA

S U R A T P E R I N T A H


I.Mengingat:

1.1. Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional

maupun internasional.

1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata/Presiden

Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.


II.Menimbang:

2.1. Perlunya ada ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan jalannya

Revolusi.


2.3. Perlu adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi dan Angkatan 
Bersenjata Republik Indonesia dan dan rakyat untuk memelihara kewibawaan 
Presiden/ Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala 
ajaran-ajarannya.


III. Memutuskan/Memerintahkan:

Kapada: Letnan Jendral Soeharto, Menteri Panglima Angkatan Darat Untuk: 
Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:


1.Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya 
keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Revolusi, serta 
menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan

Presiden / Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mndataris

M.P.R.S. Demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia,

dan Melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.


2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan

Panglima-Panglima Angkatan-2 lain dengan sebaik-baiknya.


3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan 
tanggung jawabnya seperti tersebut diatas.


IV. Selesai.


Jakarta, 11 Maret 1966

Presiden/Panglimna Tertinggi/

Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris M.P.R.S.,

ttd.

Sukarno


(Kutipan selesai)



Membaca kembali teks 'SUPERSEMAR', kita mendapat gambaran yang 
jelas-jemelas, sampai dimana pengkhianatan Jendral Suharto terhadap 
atasannya, Presiden RI Sukarno.



Satu saja alasan ini, kiranya sudah lebih dari cukup untuk MENOLAK USUL 
SUHARTO DINOBATKAN JADI PAHLAWAN NASIONAL.



* * *



Dari fihak pengusul kiranya jelas, pertimbangan mereka samata-mata 
bertolak dari kepentingan-sendiri masing-masing. Mereka berfikir, 
reputasi Suharto yang sudah diskredit, harus ditolong dengan jalan 
apapun. Kalau tidak akan tiba waktunya mereka-mereka sendiri akan 
menjadi diskredit sama seperti nasib Suharto. Maka menobatkan Suaharto 
jadi 'pahlawan nasional' merupakan suatu 'solusi' untuk menyelamatkan 
nama mereka sendiri, sebagai pendukung rezim Orba, yang sudah 
bergelimang dan berkubang di lumpur rezim Orba.



Pertimbangan penting mereka ialah, bahwa mereka bisa beruntung dapat 
memperoleh 'simpati dan dana' dari 'orang-orangnya Suharto', yang masih 
banyak bertengger pada kedudukan bisnis dan politik yang masih kokoh. 
Tidak mustahil masih cukup pengaruhnya di kalangan aparat negara, 
termasuk di bidang jurisdiksi. Meskipun mereka-mereka itu sementara 
'tiarap' dulu, liat-liat kemana angin kencang akan bertiup. Namun, 
mereka tetap menantikan saat baik untuk 'kiprah' lagi. Jalannya ialah 
selamatkan nama Suharto.



Reputasi rezim ORBA yang mewarisi Indonesia dengan utang luarnegeri 
meliputi 150 milyar USD, hutan-hutan yang gundul, dan kekayaan bumi dan 
alam lainnya habis tergadaikan pada kaum modal uang mancanegara, 
ditambah lagi dengan membudayanya korupsi, kolusi dan neportisme, -- 
membikin pemerintah sekarang ini, paling tidak 'ragu-ragu' tentang 
tepat-tidaknya megangkat Suharto jadi 'pahlawan nasional'. Jelas, 
pertimbangan itu bukan lagi mengenai benar atau tidaknya, adil atau 
tak-adilnya usul tsb, tetapi, pertama-tama dan terutama, apa 
untung-ruginya mengusahakan supaya diterima usul agar Suharto dinobatkan 
jadi 'pahlawan nasional'.



Itulah sebabnya mengapa sampai sekarang, meskipun cukup 'rame' dan 
gemuruh yang mendukung Suharto jadi 'pahlawan nasional', hal itu masih 
tidak menjadi kenyataan.



Kali ini, genderang nyaring mengedepankan lagi mantan Presiden Suharto 
jadi 'pahlawan nasional' mulai ditabuh lagi. Rupanya dalam rangka 
diperingatinya 'Serangan 1 Maret 1948 atas kota Jogyakarta'. Dilihat 
dari tingkat kemampuan masyarakat berfikir kritis, usul absurd itu akan 
menemui kegagalan lagi.



* * *



*Masih ada sejumlah alasan fundamental mengapa usul absurd menobatkannya 
mantan Presiden Suharto jadi pahlawan nasional, samasekali tidak dapat 
diterima oleh fikiran waras. Terutama yang menyangkut pelanggaran HAM 
terbesar di bawah tanggungjawab Jendral Suharto yang menyebabkan 
jatuhnya kurang lebih 3 juta korban warga yang tak bersalah!*


*Tetapi, kali ini cukup satu alasan saja seperti diuraikan diatas, yaitu 
insubordinasi dan pengkhianatan Jendral Suharto terhadap Panglima 
Tertinggi Presiden Sukarno, yang menyebabkan usul tsb tidak bisa dan 
tidak boleh diterima, demi kewarasan berfikir, demi keadilan dan 
tegaknya negara Republik Indonesia sebagai suatu Negara Hukum yang 
terhormat dan ingin dihormati.*



** * **




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke