http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009032306010017

      Senin, 23 Maret 2009 
     
      BURAS 
     
     
     
Moral, Etika, dan Estetika Politik! 

       
      H. Bambang Eka Wijaya



      "SETIAP bicara perilaku politik selalu Kakek kaitkan dengan moral dan 
etika para aktornya! Bukankah moral dan etika itu isinya sama?" ujar cucu. 
"Lalu Kakek juga mengatakan di atas hierarki moral dan etika itu ada estetika! 
Kenapa pula estetika menempati hierarki lebih tinggi?"

      "Dilihat dari luar, praktek moral dan etika dalam perilaku memang bisa 
terlihat serupa--sama-sama tak melanggar hukum, yang haram, atau tidak 
berperilaku tercela! Bedanya pada penyikapan dalam bertindak pada sang aktor!" 
jawab kakek.

      "Di persimpangan lampu merah, misalnya, dua pengendara sama-sama 
berhenti! Yang satu berhenti karena takut ada polisi berlindung di seberang 
lampu merah, dia bisa kena tilang! Orang ini mengamalkan moral, menaati aturan 
karena takut ancaman hukuman atau sanksi-sanksinya! Orang mengamalkan etika, 
ketika ia berhenti bukan takut polisi atau sanksi hukum, melainkan karena sadar 
saat itu ada orang dari arah lain sedang diberi hak melintas! Hingga, berdasar 
etika ia berhenti untuk menghormati hak orang lain!"

      "Implementasi berpolitik dengan moral berarti, politisi tidak melanggar 
aturan karena takut di-PAW atau terjebak KPK! Sedang politisi yang terbukti 
diseret KPK dan dijebloskan hakim ke penjara, berarti tak mengamalkan moral 
dalam berpolitik!" timpal cucu.

      "Yang tak menghormati hak dan kepentingan orang lain, tapi main tabrak 
atau bahkan asal serobot hak dan kepentingan orang lain, berpolitik tanpa 
etika! Lalu, bagaimana definisi estetika?"

      "Sikap yang berorientasi pada estetika itu beyond, tidak sekadar bersikap 
lepas rodi atau pas-pasan pada tuntutan moral dan etika, tapi berbuat lebih 
jauh lagi dari sekadar kewajiban yang ada untuk itu! Beyond, berusaha mencapai 
kesempurnaan yang maksimal sesuai dengan batas kemampuan manusia dalam 
perbuatannya!" tegas kakek.

      "Contohnya seorang anak yang diwajibkan orang tuanya setiap malam membaca 
Alquran dan maknanya setidaknya satu ayat, ia bukan hanya membaca lebih banyak 
ayat dan meresapi maknanya setiap malam, malah melakukannya dengan tajwid yang 
benar baik bunyi dan intonasi setiap hurufnya, maupun panjang pendek bacaannya! 
Tepatnya ia membaca dengan estetika yang maksimal, hingga yang terdengar bacaan 
merdu yang syahdu--mengaktualkan indahnya Alquran ciptaan Sang Khalik--estetika 
yang Illahiah!"

      "Wow! Betapa indahnya kehidupan bernegara-bangsa kalau para politisi 
beyond, berpolitik dengan estetika, berusaha agar pengabdiannya sempurna 
semaksimal bisa dicapai manusia!" timpal cucu. "Malang nian rakyat, ketika yang 
hadir cuma politisi penebar janji palsu, tak jelas juntrungnya setelah mendapat 
kekuasaan!" 
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke