Jump into conclution : dek jano minta dicarikan istri ketiga ???

salam,



-----Original Message-----
From: jano ko <ko_j...@yahoo.com>

Date: Thu, 26 Mar 2009 23:33:32 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM


Adinda :

Aku kan hanya meneruskan tulisan ini saja untuk "didiskusikan bersama".
Lho koq aku yg disuruh menjawab pertanyaan anda sih? Aneh deh...

--
ko_jano :

Adindatitiana : ...."didiskusikan bersama,"..... 
ko_jano menanggapi ajakan diskusi Adinda dengan jalan bertanya kepada 
Adindatitiana.

Wassalam.

-o0o-




--- On Fri, 27/3/09, adindatitiana <adindatiti...@yahoo.com> wrote:

From: adindatitiana <adindatiti...@yahoo.com>
Subject: [wanita-muslimah] Re: Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Friday, 27 March, 2009, 11:26 AM











    
            Lho koq aku yg hrs menjelaskan sih? Ada2 aja. Siapa lg yg nulis? 
Bukan aku kan? Jelas2x di situ penulisnya namanya Farid bukan Titiana Adinda. 
Aku kan hanya meneruskan tulisan ini saja untuk didiskusikan bersama. Lho koq 
aku yg disuruh menjawab pertanyaan anda sih? Aneh deh...



Dinda



--- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, jano ko <ko_j...@... > wrote:

>

> Info dari Adindatitiana :

>  

> Oleh: Farid Muttaqin

> Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

> 

> Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
> Islam, adalah meruntuhkan tradisi ..... .... yang berkembang di kalangan 
> kiai. 

>  

> --

>  

> ko_jano :

>  

> Tolong Adindatitiana jelaskan apakah hal tersebut bertentangan atau tidak 
> dengan HAM dibawah ini ?

>  

> Universal Declaration of Human Rights

>  

> Article 16.

> 

> (1) Men and women of full age, without any limitation due to race, 
> nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They 
> are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its 
> dissolution. 

> (2) Marriage shall be entered into only with the free and full consent of the 
> intending spouses. 

> (3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is 
> entitled to protection by society and the State.

>  

> Article 18.

> 

> Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion.... .

>  

> Pertanyaan kedua, gerakan tersebut merupakan gerakan dari kelompok non Islam 
> atau bukan ?, apakah hal tersebut tidak memecah belah persatuan bangsa 
> Indonesia yang telah terbina antara umat Islam dan umat non Islama selama ini 
> ?

>  

> Pertanyaan ketiga, PSK itu merupakan bentuk poliandri bukan ?, kalau hal 
> tersebut merupakan bentuk poliandri lalu pendapat Adinda bagaimana ?

>  

> Pertanyaan keempat, bagaimana perasaan anda seandainya agama dan keyakinan 
> anda diganggu gugat oleh penganut agama lain ?

>  

> Silahkan Adinda menjawab dengan jelas dan benar.

>  

> Salam

>  

> Note:

> Sangat disayangkan sekali dimana pemerintah Amerikan sekarang bergerak 
> mendekatkan diri untuk merangkul Islam tapi didalam negeri malah 
> paradigma-paradigma lama dimunculkan lagi.

>  

> -o0o- 

> 

> 

> --- On Fri, 27/3/09, adindatitiana <adindatitiana@ ...> wrote:

> 

> 

> From: adindatitiana <adindatitiana@ ...>

> Subject: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai

> To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com

> Date: Friday, 27 March, 2009, 5:37 AM

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> Meruntuhkan tradisi poligami kiai

> 

> Oleh: Farid Muttaqin

> Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

> 

> Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
> Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di kalangan kiai. 
> Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar tradisi ini sudah 
> terbangun sangat kuat hingga sulit direkonstruksi. Apalagi dalam tradisi 
> taklid terhadap "tokoh" yang masih berkembang kuat dalam masyarakat kita, 
> yang tidak jarang dianut secara irasional, poligami para kiai justru diakui 
> sebagai kebenaran yang layak diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara 
> kritis bahwa tindakan tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan 
> ketidakadilan. Bahkan upaya kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak 
> jarang dinilai sebagai hujatan yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga 
> harus ditentang.

> 

> Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba 
> memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk mengatasi 
> hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami di kalangan 
> kiai. Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok kiai sebagai 
> "pemangku" tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam yang sulit 
> diruntuhkan, bukan pada diskursus tafsir agama tentang persoalan ini.

> 

> Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak terlepas 
> dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk berbuat 
> kebenaran bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan sikap kritis atas 
> tindakan (yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai berkaitan dengan poligami, 
> dengan sikap tidak sopan dan hujatan terhadap mereka. Sikap kritis sama 
> sekali bukan hujatan, melainkan jalan untuk membangun kesepahaman bersama 
> menuju kebenaran melalui tindakan saling menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi 
> dengan menganalisis dua persoalan mendasar, yaitu gambaran keharmonisan 
> keluarga poligami kiai, dan fanatisme terhadap kiai yang sering menutup 
> penilaian rasional terhadap tindakan mereka.

> 

> Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan kiai 
> tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah adanya 
> kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis tanpa konflik. 
> Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang meneladankan poligami kiai 
> menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami kiai, para istri justru membantu 
> satu sama lain dan bertindak sesuai dengan peran masing-masing tanpa rasa iri 
> terhadap yang lainnya. Mereka saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. 
> Tujuan keadilan yang dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi 
> persoalan rumit bagi para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, 
> bagaimana bisa muncul persoalan kekerasan terhadap perempuan?

> 

> Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi 
> laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan perempuan 
> pada sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi pada hampir semua 
> sisi kehidupan manusia saat ini. Dalam ketimpangan gender, perempuan yang 
> tidak berdaya akan kesulitan untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan 
> keinginannya. Ketidakberdayaan tidak hanya secara sosial-ekonomi, tapi juga 
> dari segi kesadaran terkait dengan keberanian untuk menentukan pilihan yang 
> diinginkannya.

> 

> Sebaliknya, bagi laki-laki, posisinya yang dominan--baik dengan legitimasi 
> sebagai tokoh agama, kedekatan dengan Tuhan, maupun keluhuran ilmu dan 
> budinya--akan dengan mudah "menaklukkan" kaum perempuan agar tunduk pada 
> pilihan yang sudah disediakannya. Karena itu, gambaran keharmonisan keluarga 
> poligami kiai dapat dianalisis secara kritis dengan dasar argumentasi 
> pemikiran ini, sehingga diperoleh kesimpulan apakah keharmonisan tersebut 
> sejati atau hanya semu belaka. Dan sekali lagi, dengan dasar pemikiran di 
> atas, kita akan cenderung membuat kesimpulan bahwa poligami, siapa pun yang 
> melakukannya, lebih potensial menghadirkan ketidakadilan dan kekerasan atau, 
> minimalnya, melanggengkan dominasi laki-laki atas perempuan.

> 

> Meski demikian, kita juga perlu menyadari bahwa ada banyak perempuan yang 
> (mungkin) tidak berdaya, memilih rela, bahkan merasa bangga, untuk hidup 
> dalam keluarga poligami bersama kiai sebagai keyakinan religius untuk meraih 
> jalan instan menuju kebahagiaan ukhrawi. Kaum perempuan tersebut mempunyai 
> hak untuk memilih jalan itu, tapi mereka juga mempunyai hak untuk mengetahui 
> dan menyadari bahwa dalam kehidupan poligami sangat rentan muncul kekerasan 
> terhadap perempuan.

> 

> Di luar kerangka pemikiran di atas, yang lebih sulit adalah ketika kita 
> berhadapan dengan pandangan yang mengabsolutkan ketokohan kiai. Pandangan 
> fanatis ini menganggap segala hal yang dilakukan kiai benar dan harus 
> diteladankan, termasuk poligami. Maka tidak sedikit masyarakat yang mendukung 
> poligami kiai, termasuk dengan "menawarkan" anak perempuan mereka.

> 

> Kita bisa memanfaatkan salah satu adagium yang sangat populer dalam tradisi 
> Islam, yaitu "Lihatlah apa yang diucapkan seseorang, jangan melihat siapa 
> yang mengucapkannya (undzur ma qala wa la tandzur man qala)". Adagium yang 
> tampak sederhana ini, meski sudah sangat populer, belum menjadi semangat umum 
> masyarakat Islam kita. Fanatisme tokoh secara subyektif, sekali lagi, menjadi 
> hal lumrah dalam kehidupan keagamaan kita, tak terkecuali berkaitan dengan 
> poligami yang dilakukan para kiai.

> 

> Adagium di atas mengindikasikan bahwa siapa pun memiliki kesempatan untuk 
> berbuat salah dan benar. Ketokohan tidak menjamin seseorang selalu berbuat 
> salah atau selalu berbuat benar. Kadang kita menemukan tindakan yang benar 
> dari mereka yang sering kita anggap berlumur kesalahan. Sebaliknya, kita juga 
> harus menyadari bahwa seseorang yang kita anggap selalu melakukan tindak 
> kebenaran tidak terlepas untuk melakukan kesalahan. Karena itu, keteladanan 
> bukan atas dasar ketokohan yang fanatis, melainkan atas dasar penilaian kita 
> terhadap tindakan yang dilakukan oleh tokoh itu.

> 

> Jika kita menyadari bahwa kehidupan pernikahan poligami didasari dominasi 
> laki-laki atas perempuan, secara rasional kita bisa "mengabaikan" perlunya 
> meneladankan kiai ketika mereka melakukan poligami, dan inilah hukuman 
> minimal buat tindakan poligami mereka. Sementara itu, kita tetap bisa 
> meneladankan para kiai pada sisi kesalehannya, keluhuran dan kedalaman 
> ilmunya, keagungan akhlaknya, kedekatan dengan Tuhannya, dan sebagainya.

> 

> (http://wap.korantem po.com/view_ details.php? idedisi=2043& idcategory= 
> 14&idkoran= 61719&y=2006& m=01&d=24)

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

> 

>       Get your new Email address!

> Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!

> http://mail. promotions. yahoo.com/ newdomains/ aa/

> 

> [Non-text portions of this message have been removed]

>




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
....Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke