Sehari sebelum Pemilu ibu saya sedih dan bercucuran air mata. Pada Pemilu yang lalu nama saya dan keluarga tercantum di DPT, dan nggak ada masalah ikutan pemilu. Tapi pada tahun ini walaupun nama saya dan keluarga tercantum di DPT, tapi nggak dapet undangan contreng.
Pada malam sebelum pemilu keluarga besar saya pasrah bahwa saya dan keluarga nggak bisa ikut Pemilu karena lurah atau RW menolak mengeluarkan undangan. Menurut seorang teman di KIPP, itu menyalahi aturan sebagai berikut: - peraturan bahwa nama yang tercantum di DPT sah ikut pemilu. - peraturan bahwa dalam waktu 3 atau 5 (?) hari RW/Lurah setempat mesti mengeluarkan surat undangan. - peraturan kalau surat undangan tidak terima maka pemilih harus meminta kepada RT/RW/Lurah setempat untuk mengeluarkan undangan. Lantaran sibuk dengan krisis-krisis di pekerjaan, saya meminta anggota keluarga ngurusin minta undangan ke RW/Lurah. Ternyata Lurah menolak, dengan alasan minta surat pindah domisili dulu, lantaran alamat KTP ibu saya misalnya, nggak menunjukkan alamat sekarang, padahal itu sudah KTP seumur hidup. Menurut teman saya yang di KIPP, ini mengada-ada, karena peraturan KPU bilang bahwa pemilih minta sendiri undangan ke RW kalau nggak dapet undangan. Kalau RW menolak itu namanya mengada-ada, kan sudah yakin bahwa saya memang penduduk lama. Teman KIPP mengumpulkan data-data lain bahwa ada sejumlah ribuan DPT yang tidak terdaftar di daerah kami, sehingga teman KIPP menyimpulkan kira-kira demikian: "Partai status quo mbaca daerah ini basis partai anu, makanya ribuan suara ditilep termasuk suaramu". "Masak sih, emangnya mereka tau apa yang aku pilih?" "Lha kamu masuk dalam keluarga besarmu, itu yang terbaca". Ibuku stress seharian seharian semalaman karena ditolak memilih. Terbakarlah semangatku, nggak peduli dengan ketiadaan undangan pak Lurah, keesokan paginya menggandeng ibuku ke TPS, setelah sebelumnya mengirim teman KIPP untuk memantau suasana. Sekali lagi teman KIPP memperingatkan aku dan ibuku nggak dibolehkan memilih. "Assalamualaikum.." sapaku di TPS. Kuliat salah satu tetangga sebelah duduk sebagai panitia di sana. "Undangannya mana bu" tanya petugas di depan. "Nggak dapet, tapi nama saya dan ibuku di DPT" "No sekian dan sekian.....!" teriak teman KIPP dari balik papan DPT. Semua petugas TPS saling memandang, bingung. "Saya sudah sepuluh tahun di sini, dan tahun kemarin milih di sini juga. Bapak orang mana?" "Saya orang sini juga" "Jadi...?" Semua saling memandang lagi, tambah bingung. Lalu tetangga sebelah memutuskan: " Kasih sajalah kartunya...dan jangan lupa tanda tangan" Demikianlah, saya dan ibu saya berhasil ikutan memilih. Wajah ibu saya cerah, dan bisa tersenyum lagi. salam Mia