20/06/2009 - 17:32

Umroh Politik Boediono ‘Ganggu’ SBY

 

Ana Shofiana Syatiri

 

INILAH.COM, Jakarta – Banyak kalangan meyakini umroh
'politik' Boediono yang diajukan Presiden PKS Tifatul Sembiring hanya untuk
memoles citra. Karenanya, ajakan ibadah ke tanah suci tersebut bisa berbalik
menjadi bumerang dan mengganggu pencitraan SBY. 

 

Penilaian bahwa ajakan umroh Tifatul lebih berbau politis
terus ditepis. Namun makin deras bantahan makin kencang pula tudingan bahwa
kegiatan umroh itu tak ubahnya seperti sebuah upaya pencitraaan.

 

"Makna ajakan Pak Tifatul (umroh) jelas untuk merangkul
umat Islam. Ini sebagai stempel kalau Pak Boediono merupakan wakil dari umat
Islam," kata pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH)
Tjipta Lesmana.

 

Ajakan tersebut dinilai dalam rangka merangkul rakyat yang
selama ini meragukan ke-Islaman Boediono. Selain itu juga berguna untuk
meng-conter isu-isu yang selama ini ditujukan kepada Boediono. Jika benar
begitu, hal tersebut amat disayangkan Ketua MUI Amidhan. Sebab umroh bagian
dari ibadah, bukan politik.

 

"Ibadah itu kan tergantung dari niatnya, kalau niatnya
untuk memoles citra Boediono dalam suasana Pilpres ini berarti itu dalam tanda
kutip bisa diartikan umrah politik. Boleh dikatakan juga politisasi
agama," ujar Amidhan.

 

Namun di sisi lain, ajakan PKS juga menunjukkan keseriusan
partai tersebut untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 8 Juli
mendatang. Sebab PKS terlihat ingin sekali agar cawapresnya itu jadi kental
dengan suasana Islaminya. 

Apalagi saat ini ada kebimbangan dari arus bawah PKS yang
lebih tertarik dengan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, karena pesona jilbab yang
dikenakan Mufidah Kalla dan Rugaiya Wiranto.

 

Jika benar umroh Boediono untuk poles citra, akan lebih
bagus lagi PKS mengajak serta istri Budiono, Herawati, untuk umroh. "Untuk
menjawab keraguan masyarakat atas agama yang dianutnya, ya sekalian harusnya
PKS ajak istri Boediono umroh juga," cetus Amidhan.

 

Kendati tujuannya untuk memoles citra, namun diingatkan
hasilnya malah bisa kebalikan. Bukan citra Boediono yang terangkat, malah pamor
SBY ikut tenggelam. "Ini bisa jadi bumerang bagi SBY," kata Direktur
Eksekutif Reform Institute Yudi Latif.

 

Akan lebih baik jika niat umroh atau naik haji itu muncul
dari pribadi Boediono, bukan dari ajakan Tifatul. Apalagi dari sisi kekayaan
bisa dibilang mampu pergi umroh maupun berhaji.

Misalnya, dalam laporan LHKPN KPK, harta kekayaan Boediono
tercatat mencapai Rp 20 miliar. Namun hingga usia menginjak 66 tahun pada 23
Februari lalu, Boediono belum juga terpanggil untuk menunaikan rukun Islam
kelima tersebut.

Jika diajak Tifatul, kesan didorong-dorong untuk berangkat
umroh maupun haji demi mengangkat citra keislaman Boediono lebih ketara untuk
menjawab citra Islami yang dimiliki JK-Wiranto. “Saat ini tokoh yang identik
dengan ke-Islamannya adalah JK-Wiranto karena keduannya memiliki istri yang
mengenakan jilbab," ujar Yudi.

 

Namun bagi Partai Demokrat, ajakan tersebut dinilai positif,
apalagi jika Boediono bersedia. Waktu untuk umroh pun di masa tenang, sehingga
tidak mengganggu jadwal kampanye Pilpres. "Dari pada menunggu di rumah,
lebih baik pergi beribadah sambil berdoa agar menang," ujar tim kampanye
SBY-Boediono, Max Sopacua.

Max tidak takut jika Boediono umroh, citra SBY malah akan
drop. Sebab mereka enggan mencampurkan antara urusan agama dan politik.
"Bumerang dari mana? Apakah orang tidak boleh beribadah?" ketus Max.

 

Menerima atau tidaknya Boediono akan ajakan umroh Tifatul,
hal tersebut tidak terlalu signifikan untuk pencitraan mantan Gubernur BI itu.
Pemahaman seseorang akan agama tidak bisa dilakukan dengan proses instan.
Ke-Islaman Boediono tidak bisa diukur dari apakah karena dia pergi haji atau
umroh. Pada akhirnya, masyarakat juga yang menilai. [E1]

 

 

Azyumardi: Suara Islam Cenderung Pilih JK-Wiranto

Sabtu, 13 Juni 2009 14:30 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam |
Dibaca 360 kali

 

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Azyumardi Azra
memperkirakan, 80 persen suara Islam akan cenderung memilih pasangan Jusuf
Kalla-Wiranto karena pimpinan organisasi Massa (Ormas) Islam mengarahkan
pengikutnya kepada pasangan ini.

 

"Sejauh yang saya lihat, pimpinan Ormas Islam seperti
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyahsecara implisit dan eksplisit sudah
mengarahkan warganya pada Jusuf Kalla," kata Guru Besar Sejarah
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu, Sabtu.

 

Azyumardi memprediksi, suara Islam akan utuh masuk ke JK-Win
karena pada Pemilu 2009 hanya Jusuf Kalla yang merepresentasikan figur Islam
dan memiliki kedekatan dengan Ormas Islam.

 

"Berbeda dengan Pemilu 2004, suara Islam terpecah-pecah
karena banyaknya figur Islam yang bertarung yakni Hasyim Muzadi (NU),
Salahuddin Wahid (NU), Hamzah Haz (NU), Amien Rais (Muhammadiyah), dan Jusuf
Kalla (NU), sementara pada Pemilu 2009, hanya JK yang mewakili figur
Islam," katanya.

 

Menurut dia, ada tiga faktor yang menyebabkan suara warga
pemeluk Islam memilih Jusuf Kalla.

 

Pertama hubungan biologis dan historis antara Kalla dengan
NU dan Muhammadiyah, kedua Ormas Islam melihat istri JK-Wiranto lebih Islami
karena memakai jilbab, dan ketiga hubungan khusus antara Ormas Islam dengan
Kalla selama ini.

 

Kalla memiliki hubungan biologis dan historis dengan
NU-Muhammadiyah karena dia adalah pengurus NU, katanya.

 

Sementara, ibu dan istrinya adalah warga Muhammadiyah,
selain itu Kalla pun aktif dalam organisasi KAHMI dan HMI, dan merupakan ketua
pengurus masjid di Makassar.

 

Dari isu istri shaleha, kata Azyumardi, JK-Wiranto juga
punya nilai lebih karena istri-istri mereka itu mengenakan jilbab. 

 

"Warga muhammadiyah dan kaum nahdliyin di desa-desa
tidak mengerti istilah `neolib` karena istilah tersebut tidak populer di
kampung-kampung. Yang mereka lihat dan disebarkan saat ini isu istri shaleha.
Karena berjilbab, istri JK-Wiranto dipandang shaleha," kata Azyumardi.

 

Di samping itu, para pimpinan partai Islam seperti PKS, PPP,
PBB, dan PAN melihat isu jilbab sebagai hal yang serius.

 

"Saya pernah ketemu dengan pimpinan PKS dan sejumlah
partai Islam di daerah, mereka mengatakan tidak bisa mengingkari faktor jilbab
dalam pertimbangan memilih. Jadi kalau saya lihat, koalisi itu hanya terjadi
pada tingkat elite partai, namun tidak pada pendukung di tingkat bawah,"
jelasnya.

 

Tentang hubungan khusus Kalla dengan Ormas Islam, Azyumardi
Azra mengatakan, sejak Kalla menjadi Menko Kesra, dia sudah punya kedekatan
dengan Ormas Islam.

 

"JK sering memberikan bantuan biaya operasional bagi
Ormas Islam. Bahkan zakat perusahaannya juga diberikan untuk operasional Ormas
Islam," kata Azyumardi.

 

Selama ini, pimpinan Ormas Islam mengakui bahwa Kalla
merupakan tokoh yang paling mudah diakses dan mau menampung aspirasi umat
Islam.

 

"Saya sering mendengar komentar dari tokoh-tokoh Islam,
JK paling mudah diakses ketika mereka menyampaikan kerisauan dan kegudahan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan Islam. Bahkan, untuk
berkomunikasi dengan JK cukup melalui SMS, langsung direspons," kata
Azyumardi.

 

Ketiga faktor inil membuat pimpinan Ormas Islam bergerak di
bawah untuk mengarahkan umatnya ke pasangan JK-Wiranto. Sementara pasangan lain
seperti Yudhoyono-Boediono, terlihat tidak berupaya melakukan operasi
besar-besaran untuk meraih dukungan suara Islam.

 

Ditanya sekitar berapa persen suara kelompok Islam ke
JK-Wiranto, Azyumardi Azra memperkirakan sekitar 80 persen, sisanya ke pasangan
lain. (*)




      Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke