http://www.serambinews.com/news/penderita-gangguan-jiwa-susah-mendapatkan-obat
Penderita Gangguan Jiwa Susah Mendapatkan Obat * Di RSJ Banda Aceh Banyak, di Kabupaten/Kota Langka 20 June 2009, 11:22 Utama Administrator BANDA ACEH - Masih banyaknya penderita gangguan jiwa yang dipasung di Aceh, terutama di daerah-daerah terpencil, membuat Dr Andrew Mohanraj, Psikiater dari Aceh Psychosocial Rehabilitation Programme (APRP) prihatin, apalagi kalau penyebabnya karena masyarakat sukar menemukan obat yang bisa mereka berikan untuk anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa (psychosocial disorder). Menurut Andrew Mohanraj, ada dua jenis obat dengan harga terjangkau yang bisa mengobati gejala halusinasi pada penderita gangguan jiwa. "Obat antipsikotik yang sangat biasa digunakan di negara-negara berkembang adalah Haloperidol dan Chloropromazine untuk menekan gejala halusinasi penderita. Dua obat ini telah keluar sejak lima puluh tahun lalu," katanya usai menyampaikan materi pada workshop yang mengangkat topik Kualitas Hidup Penderita Gangguan Jiwa, di Oasis Hotel, Banda Aceh, Jumat (19/6). Ia mengaku prihatin melihat kenyataan bahwa masih ada juga tempat-tempat di dunia seperti di Aceh, obat seperti ini tidak bisa dengan mudah ditemukan. "Padahal obat ini dijual bebas dengan harga relatif murah dan bisa diperoleh dengan resep generik. Penderita gangguan jiwa harus tekun minum obat, disertai dukungan keluarga untuk memastikan penderita minum obat," ujarnya. Selain karena kelangkaan obat, sebagian besar keluarga memasung penderita karena tidak memahami apa yang seharusnya dilakukan untuk penderita, sekaligus melindungi penderita. "Mereka tidak mengetahui kalau ada obat yang bisa diberikan untuk mengurangi bahkan menghilangkan gejala (symptom), seperti halusinasi yang kerap menyerang penderita," katanya. Andrew juga menyatakan tidak setuju jika peneliti dari luar mengaitkan pemasungan penderita gangguan jiwa di Aceh dengan pelanggaran hak asasi manusia. "Dari berbagai penelitian yang saya lakukan di lapangan, saya temukan fakta bahwa anggota keluarga memasung penderita gangguan jiwa, lebih karena mereka menyayangi dan ingin melindungi penderita dari hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka khawatir penderita menyakiti orang lain, lalu mendapat balasan dari masyarakat dengan kembali menyakiti si penderita, baik secara fisik atau cemoohan," katanya. Akui sukar Komentar senada juga disampaikan dr Syahrial SpKj, seorang dari 30 peserta workshop. Menurutnya, di daerah-daerah tingkat dua dan di puskesmas-puskesmas, obat-obat generasi terbaru untuk penderita gangguan jiwa sangat sukar ditemukan. "Kalau di Rumah Sakit Jiwa di Banda Aceh sangat cukup dan lengkap dengan jenis obat generasi terbaru. Hanya saja di kabupaten/kota masih sukar ditemukan. Hal ini menyebabkan kesenjangan tindakan pengobatan pasien yang sudah ditangani di RSJ Banda Aceh, saat pulang ke daerahnya," ungkap dia. Ia sangat mengharapkan ada inisiatif dari pemerintah kabupaten/kota mengusahakan di daerahnya masing-masing tersedia obat-obat untuk penderita gangguan jiwa. "Minimal jika tidak ada di puskesmas-puskesmas, cukup di RSU kabupaten/kota saja sudah sangat memadai. Kalau ada obat generasi terbaru seperti misperidone dan clozapin itu sudah sangat bagus," tandasnya. Syahrial menilai, kalau obat sudah ada di daerah, pasien dan keluarga tidak perlu membuang uang untuk biaya perjalanan yang banyak untuk berkali-kali datang ke Banda Aceh hanya untuk mengambil obat. Jika obat tersebut tersedia di daerah maka akses penderita untuk mendapatkan obat akan menjadi lebih mudah," pungkasnya. Karena ekonomi Sebelumnya, dr Kris, seorang spesialis jiwa di RSJ Banda Aceh, sebagaimana pernah disiarkan koran ini mengungkapkan, jumlah pasien yang telah sembuh sebenarnya sudah banyak dan mereka sudah keluar dari RSJ Banda Aceh. Tapi karena keluarganya miskin dan kurang melanjutkan pembinaan kepada pasien yang baru sembuh, maka pasien yang telah sembuh itu masuk kembali ke rumah sakit. Menurut Kris, pasien gangguan jiwa yang masuk ke RSJ Banda Aceh, pada umumnya disebabkan dua faktor, yaitu keturunan dan tekanan ekonomi. Pasien yang masuk rata-rata dari keluarga miskin. Karena itu, setelah mereka sembuh dari gangguan jiwanya, karena keluarganya miskin, ia kurang mendapat perhatian ekonomi, maka tak jarang yang masuk lagi. Sedangkan Direktur RSJ Banda Aceh, Drs H Saifuddin AR SPMH MKes mengatakan, jumlah pasien RSJ Banda Aceh hingga posisi Mei 2009, mencapai 315 orang. Jumlah ini memang telah melampaui kapasitas ruang yaitu 220 orang. Menurutnya, saat ini ada sekitar 120 pasien penderita gangguan jiwa yang dipasung di berbagai kawasan Aceh.(ami) [Non-text portions of this message have been removed]