----Original Message----
From: fuadbara...@yahoo.com
Date: 21/06/2009 0:04 
To: "anti tembakau"<antitemba...@yahoogroups.com>, "tobacco control"
<indotc...@yahoogroups.com>
Subj: [tobacco control] SURVIVOR TESTIMONY

Minggu, 2009 Maret 22

CINTAKU PADA ROKOK BERBUAH KANKER PARU DAN KANKER USUS 


Bulan November 2005 adalah bulan kelabu dimana aku divonis dokter 
terkena kanker paru-paru dan harus dilakukan pengangkatan sebagian paru 
kanan atasku yang ada kankernya. Kejadiannya setelah Hari Raya Idul 
Fitri 2005 aku merasakan badanku yang kurang sehat dan cenderung setiap 
hari berat badanku turun 1/4 kg sementara aku makan seperti biasa.

Dari situlah aku memeriksakan diri ke laboratorium untuk melakukan 
general cek up, karena sejak berhenti sebagai atlit nasional, aku belum 
pernah cek up lagi. Dan hasil dari cek up itulah ketahuan kalau di paru 
sebelah kanan atasku ada tumor sebesar 6 (enam) sentimeter. Sebelumnya 
aku sudah ada perasaan kalau terkena kanker paru karena aku adalah 
perokok berat (satu hari rata-rata bisa sampai 60 batang rokok). Saat 
itu aku menerima dengan tegar karena aku merasa penyakit tersebut 
akibat dari kebiasaanku merokok sejak remaja.

Ironis memang, sementara aku adalah seorang mantan pemain bahkan 
kapten tim nasional di cabang softball era tahun 1980-1990, yang 
seharusnya hidup tanpa tembakau/rokok. Padahal sudah gak bosan-bosannya 
lingkungan di sekitarku menganjurkan aku untuk berhenti merokok tetapi 
aku menjawab dengan sombong bahwa aku kan atlit, jadi ada alasan untuk 
merokok tapi sehat. Memang saat itu tidak terlihat akibat dari rokok 
yang katanya bila seseorang itu merokok maka dia tidak akan kuat untuk 
berlari jauh, atau dengan kata lain perokok napasnya jadi pendek. Itu 
tidak terjadi pada diriku. Dan memang aku buktikan di setiap latihan 
atau dalam pelatnas (pemusatan latihan nasional) kondisi badanku oke-
oke aja, jadi buat aku merokok tidak ada pengaruhnya sama sekali.


Anakku Albert Alvin Sompie, aku (Berthie Sompie), istriku Yayuk, dan 
anakku Talita Tamara Sompie. Kebetulan dokter yang memeriksaku setelah 
ada hasil dari foto rontgen adalah kakakku sendiri yang dokter 
spesialis paru (Dr. Menaldy Rasmin SpP(K) ). Setelah melalui 
pemeriksaan yang lebih mendetail yaitu dilakukan broncoscopy dan 
biopsy, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan operasi pengangkatan 
paru kanan bagian atas yang telah terkena kanker.

Saat itulah aku mulai takut karena terus terang selama hidup aku belum 
pernah yang namanya sakit berkepanjangan apalagi operasi dan harus 
diopname. Aku mulai menghindar setiap kali kakakku menanyakan kapan 
siap dioperasi. Aku hanya menjawab besok, besok, dan besok, yang 
sebenarnya sih aku amat sangat ketakutan untuk operasi. Malahan aku 
sempat lari ke pengobatan alternatif. Ternyata tidak membuahkan hasil 
yang aku harapkan.

Aku lalu datang ke tempat praktek kakakku dan menanyakan akibatnya 
bila aku gak mau operasi (sewaktu aku ke pengobatan alternatif kakakku 
gak tau). Kakakku bilang kalau aku gak dioperasi akan terjadi 
pembengkakan di tubuh bagian kanan, mulai dari tangan kanan terus ke 
dada kanan. Nah kalau sudah terjadi pembengkakan maka tidak bisa 
dilakukan operasi, yang ada hanya bila sakit akan diberi obat anti 
sakit, bila sesak napas akan diberi obat sesak napas, dengan kata lain 
aku tinggal menghitung hari untuk mati. Di situlah aku makin ketakutan, 
menyerah serta pasrah untuk dioperasi.


PARU-PARUKU DIPOTONG
Operasi mulai disiapkan dan dijadwalkan karena operasi paru adalah 
operasi besar yang perlu persiapan yang mendetail, mulai dari periksa 
jantung, paru, gigi, tekanan darah, dan lain-lain yang memerlukan waktu 
beberapa hari. Di sini aku masih menawar pada kakakku, bahwa aku mau 
dioperasi tapi pemeriksaan persiapan operasi aku lakukan sambil jalan, 
jadi aku gak mau opname sejak pemeriksaan persiapan operasi dilakukan. 
Sebenarnya begini ini gak boleh, tapi karena fasilitas dari kakakku aku 
diijinkan melakukan pemeriksaan pra operasi tidak dengan nginap di 
rumah sakit.

Aku dijadwalkan dioperasi di RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta. 
Kebetulan lagi istriku kerja di RS Persahabatan sebagai dokter, dan 
memang RS Persahabatan adalah rumah sakit untuk paru-paru. Hampir semua 
pakar paru-paru ada di RS Persahabatan.

Aku baru masuk rumah sakit dua hari menjelang operasi yaitu tanggal 24 
Desember 2005, dan operasi dilakukan tanggal 27 Desember 2005 jam 08.00 
pagi. Operasi diperkirakan memakan waktu sekitar 5 (lima) jam. Saat itu 
aku merasakan takut yang amat sangat sehingga istriku diijinkan ikut 
masuk didalam kamar operasi untuk memberi semangat.

Aku baru sadar setelah operasi kira-kira jam 07.00 malam. Yang pertama 
aku lihat adalah istriku, anak-anakku, saudara-saudaraku, juga kakakku 
yang termasuk dalam tim dokter biarpun dia gak ikut menangani langsung. 
Kenapa semua orang-orang terdekatku bisa masuk kedalam ICU, karena 
dapat fasilitas dari direktur RS Persahabatan, sebab kakak dan istriku 
adalah dokter di RS tersebut.

Begitu sadar yang pertama kali aku tanya pada kakakku yaitu apakah 
penyakitku sudah hilang, yang dijawab dengan anggukan oleh kakakku. Aku 
sangat gembira mendengar bahwa aku sudah terbebas dari penyakit kanker 
paru yang telah mencapai stadium 3B (setelah potongan paru diperiksa di 
laboratorium).

Ternyata untuk pemulihan kondisiku yang diperkirakan sekitar lima hari 
di dalam ICU (intensive care unit) cukup aku jalani dua hari saja. 
Kondisi ini sangat menggembirakan baik untuk aku sendiri maupun 
keluarga dan tim dokter. Ini disebabkan masa laluku yang mantan seorang 
atlit nasional, jadi secara umum kondisi badanku bagus dan cepat 
melakukan pemulihan, di samping semangatku untuk sembuh sangat besar 
sekali.

Jadi aku dirawat di rumah sakit sejak masuk, operasi, dan pemulihan 
total selama 10 hari, padahal sebenarnya aku sudah siap mental untuk 20 
hari.Bisanya pulang lebih awal mungkin karena kondisi fisikku saat 
dioperasi sangat baik sehingga pemulihannya lebih cepat dari yang 
diduga.

Di rumah aku mulai menyesuaikan dengan keadaanku yang baru yaitu harus 
melakukan fisioterapi atau rehab medik untuk memulihkan kondisiku dan 
juga menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk stadium penyakit 
kanker paruku.

KANKER LAIN DI USUS BESARKU
Dalam penantian yang lumayan lama aku mulai dijalari rasa takut akan 
hasil dari laboratorium tentang sudah stadium berapa kankerku ini. 
Selama penantian aku diharuskan berolahraga ringan, salah satunya 
berenang, dan itu aku lakukan. Saat mulai agak enakan kondisi badanku, 
aku merasakan sakit perut yang sangat hebat yang datangnya sesekali dan 
itu tidak aku hiraukan.

Semua keluargaku mengira sakit perutku akibat dari bertahun-tahun aku 
adalah pemakan cabai berat, yang apabila membuat sambal cabenya bisa 
mencapai 20 biji. Aku juga punya pikiran sama karena sakitnya hanya 
datang sesekali saja biarpun saat sakitnya datang aku merasakan sakit 
yang amat sangat. Hingga pada awal bulan kedua sejak aku dioperasi paru 
sakit perutku makin menjadi-jadi dan datang lebih sering sehingga aku 
sudah gak kuat menahannya dan aku minta diantar oleh istriku untuk ke 
dokter internis yang sudah pernah menangani aku.

Oleh dokter aku langsung diperiksa dengan USG dan dokter menaruh 
curiga didalam usus besarku ada sesuatu. Besoknya dilanjutkan dengan 
pemeriksaan colonoscopy (foto usus yang dilakukan lewat anus) dan 
ternyata benar dugaan dokter bahwa didalam usus besarku ada lagi tumor 
yang besarnya hampir menyumbat jalannya makanan di usus.

Sehari setelah aku di colonoscopy aku membawa hasilnya ke dokter 
internis dan saat itu juga dokter mengatakan kalau aku harus menjalani 
operasi besar lagi yaitu pemotongan dua pertiga dari usus besarku, 
sementara hari itu adalah baru genap dua bulan pasca operasi paru-
paruku. 

Saat berada di ruang dokter aku tegar dan mengiyakan semua anjuran 
dokter, tapi setelah pulang aku shock yang amat sangat karena mengira 
sudah terbebas dari penyakit kanker paru eeee... ternyata aku masih 
harus berjuang untuk menghadapi operasi lagi yang kurang lebih akan 
memakan waktu 4-5 jam.

Aku sempat menolak untuk dioperasi karena terus terang aku sangat 
takut, tetapi sakit perut yang aku rasakan mengalahkan rasa takutku 
sehingga aku pasrah. Apalagi menurut hasil CT Scan kanker ususku sudah 
menyebar ke ginjal dan otot tulang belakang. Yang dikuatirkan oleh tim 
dokter adalah jika ginjalku juga harus dibuang satu apabila kankernya 
telah berakar di dalam ginjalku. Bersyukur sekali ternyata kanker yang 
ada di ginjalku hanya menempel, dan bisa dibuang tanpa memotong satu 
ginjalku. 

Soal penyebaran kanker ususku dokter tidak memberitahuku, hanya istri 
dan beberapa keluargaku yang diajak rapat untuk menentukan langkah-
langkah apa aja yang akan dilakukan oleh tim dokter yang mengoperasiku. 
Situasi dan kondisi penyebaran kanker ususku memberikan empat 
kemungkinan operasi. Yang pertama dilakukan pemotongan usus besar 
sepanjang duapertiga panjang usus terus disambung, dan yang menempel di 
ginjal serta otot belakang dibuang dengan cara dilepaskan begitu saja. 
Yang kedua sama dengan yang pertama tapi usus tidak bisa disambung 
sehingga aku harus memakai kantong yang ditempelkan di perut untuk 
buang air kecil maupan besar. Yang ketiga sama dengan yang pertama cuma 
ginjalku dipotong/dibuang satu karena kankernya sudah mengakar dalam. 
Dan yang keempat dilakukan operasi atau dibuka perutku tetapi karena 
sudah menyebar kemana-mana maka tidak bisa diadakan tindakan sehingga 
ditutup kembali dan hanya diobati dengan jalan dikemoterapi saja.

Sekali lagi aku bersyukur bahwa aku dioperasi potong usus besar dan 
bisa disambung kembali tanpa memakai kantong. Lamanya aku dioperasi 
usus sama dengan saat operasi paru yaitu sepuluh hari aku berada di 
rumah sakit Mitra Internasional Jatinegara.

Pasca operasi usus baru aku merasakan sakit yang luar biasa karena 
bekas operasi paru yang belum sembuh ditambah dengan luka baru akibat 
operasi usus. Sampai-sampai aku gak kuat menahan rasa sakit itu yang 
datang hampir tiap malam menjelang tidur, dan tiap mau tidur malam aku 
berdoa (karena gak kuat menahan sakit) untuk diambil saja nyawaku, aku 
sudah pasrah dan siap. Tapi istriku memberi aku keyakinan untuk bangkit 
dan melawan rasa sakit itu mengingat aku masih punya anak dua yang 
belum mentas/mandiri (masih butuh bimbingan).

Kemudian aku mengajukan permohonan kepada Allah untuk diijinkan 
menjaga dan mendidik anakku sampai dewasa, dan ternyata aku masih 
diberi kesempatan kedua oleh Allah SWT untuk hidup. Aku bersyukur 
mempunyai istri dan anak-anak serta keluarga yang memberi dukungan yang 
sangat besar kepadaku untuk bangkit dan semangat dalam melawan penyakit 
kanker.

KEMOTERAPI 58 JAM
Satu bulan pasca operasi usus aku mulai dijadwalkan untuk menjalani 
pengobatan dengan cara kemoterapi yang merupakan momok bagiku, karena 
selama ini aku sering mendengar tentang efek samping kemoterapi, tetapi 
aku gak bisa menolak karena penyakit kankerku obatnya hanya dengan 
dikemoterapi dan radiasi.

Bulan April mulailah aku menjalani kemoterapi yang pertama dilakukan 
di rumah sakit Mitra Internasional Jatinegara. Pengobatan kemoterapi 
ternyata sama saja dengan obat-obat lainnya yang dimasukkan lewat 
infus, cuma campuran obat kemoterapi sangat keras sehingga saat 
mencampur obat harus di ruangan khusus dan susternya memakai baju 
khusus juga seperti layaknya pakaian seorang astronot. Karena di 
badanku ada dua macam kanker yaitu kanker paru dan kanker usus besar 
maka obat kemoterapi yang dimasukkan ke dalam badanku lewat infus 
selama 58 (lima puluh delapan) jam. Saat dikemoterapi aku selalu masuk 
RS Mitra International Jatinegara hari Jumat pagi dan baru pulang ke 
rumah hari Minggu malam. Aku dijadwalkan kemoterapi selama 6 (enam) 
kali per dua minggu sekali.

Berat badanku saat mulai sakit sampai dioperasi hilang 20 kg, yang 
tadinya 70 kg menjadi 50 kg, sampai-sampai aku gak mau ngaca karena 
kalau ngaca aku makin stress melihat badanku yang sangat kurus.


Cintaku Pada Rokok Berbuah Kanker Paru dan Kanker Usus 
Sekarang aku rajin kampanye antirokok. (Foto: Siti Aniroh)

Sepulang dari pengobatan perdana kemoterapi aku tidak merasakan efek 
samping, tapi dua hari setelah di rumah baru merasakan efek dari obat 
kemoterapi di mana badanku tiba-tiba lemas dan gak bisa ngapa-ngapain, 
dan ini datang secara tiba-tiba setelah aku makan pagi.Aku jadi bingung 
gak tau harus gimana sampai-sampai istriku pulang lebih cepat dari 
kantornya karena takut juga.

Disini aku mau cerita sedikit tentang pengobatan untuk penyakit kanker 
yang dinamakan kemoterapi, di mana obat yang dicampurkan itu sangat 
mahal dan mempunyai efek samping yang sangat ganas, karena semua obat 
yang dicampurkan itu adalah obat keras. Saat pertama aku dan istriku 
berbicara dengan dokter tentang program kemoterapi yang harus aku 
jalani, dokter tersebut menanyakan padaku apa aku siap dengan dananya 
karena akan sangat besar sekali dana yang dibutuhkan untuk kemoterapi. 
Aku hanya bilang saya sudah siap moril maupun materiil. 

Ternyata di tengah jalan aku gak siap secara moril karena efek samping 
dari kemoterapi amat sangat tidak enak, macam-macam yang aku rasakan 
mulai dari mual yang hebat dan diare yang sehari bisa sampai 3-4 kali 
serta kepala yang amat sangat sakit yang rasa-rasanya mau pecah sampai 
kepalaku aku ikat dengan kain. Apalagi setelah selesai kemoterapi yang 
pertama kira-kira satu minggu kemudian aku terserang demam berdarah 
yang membuatku shock, karena itu akan membuat jadwal kemoterapiku jadi 
tertunda, karena setiap kali kita akan dikemoterapi kondisi badan harus 
fit benar. Jadi aku harus menunggu sembuh dulu dari demam berdarah baru 
bisa dikemoterapi.

Di sinilah ujian mental untuk pasien kanker dengan pengobatan 
kemoterapi karena efek samping dari obat kemoterapi selalu berubah-ubah 
sehingga fisik dan mental harus kuat saat menjalani pengobatan 
kemoterapi.

Banyak penderita kanker yang menjalani kemoterapi berhenti di tengah 
jalan karena tidak kuat fisik dan juga mental. Di sini dibutuhkan 
dorongan atau support dari keluarga dan orang-orang terdekat untuk 
memberi semangat hidup untuk melawan sakit akibat kemoterapi.

Banyak hal yang aku alami saat menjalani proses enam kali pengobatan 
kemoterapi yaitu perasaan dan kondisi badan yang tidak menentu yang 
membuat kita menjadi depresi mental dan aku juga sudah mengalami jatuh 
mental yang sangat dalam sampai-sampai aku sudah mohon untuk berhenti 
untuk dikemoterapi, tetapi istri dan keluarga besarku memberi semangat 
untuk melawan dan tetap semangat yang akhirnya aku dapat melalui tahap 
yang sangat krusial tersebut.

Aku selesai menjalani pengobatan kemoterapi pada bulan Desember 2006 
dan sampai sekarang aku tetap melakukan cek up setiap tiga bulan 
sekali. Alhamdullilah berat badanku sudah kembali seperti semula bahkan 
sekarang lebih gemuk. Untuk menjaga kondisi aku menghindari daging 
merah dan hampir tiap hari minum jus buah, buah apa saja, kadang-kadang 
jus sayuran. Selain itu aku kembali bermain softball karena vitamin 
paling mujarab buat aku ya lapangan softball, tapi mainnya bersama para 
pensiunan, yang penting kan olahraga....

Untuk masalah pembiayaan selama sakit antara dioperasi dua kali sampai 
pengobatan kemoterapi sebanyak enam kali aku kira-kira menghabiskan 
dana sekitar Rp 400 jutaan.

Dari pengalamanku selama sakit baru aku merasakan kalau SEHAT ITU 
MAHAL dan semua penderitaan ini akibat dari rokok/nikotin. Jadi 
kesimpulannya ROKOK ITU TERNYATA GAK ADA BAGUS-BAGUSNYA selain membuat 
si perokok menjadi sakit yang ujungnya mengakibatkan penyakit nomer dua 
yang mematikan setelah penyakit jantung, yaitu penyakit kanker paru.

Jadi dengan tulisan ini aku menghimbau pada semua yang kebetulan 
membaca untuk berhenti merokok karena akibat dari merokok sudah jelas. 
Dan untuk para penderita kanker (apa aja) yg penting harus semangat dan 
punya kemauan hidup besar, jangan menyerah n putus asa, juga jangan 
lupa berdoa karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan pada umat-Nya di 
luar kemampuan kita.

Salam,
Albert Charles Sompie (Berthie Sompie)
Survivor kanker paru dan kanker usus besar
Telp. Rumah: (021) 424 7010 - 425 7052
HP: 0812 826 0749

Sumber :
Albert Charles Sompie 
http://rumahkanker.com/content/view/62/96/1/2/

Sumber Gambar :
http://wellness.appstate.
edu/images/filecabinet/folder1/smoking_cancers.jpg 


Diposkan oleh AKANG di 23:11 


Fuad Baradja 
Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM-3) 
Indonesian Smoking Control Foundation
Indonesian Tobacco Control Network
Jakarta.


      


Kirim email ke