http://www.ambonekspres.com/index.php?act=news&newsid=26731
Jumat, 03 Jul 2009, | 12 DPT, Ancaman Kecurangan Pilpres Laporan : Sugianto, Wartawan Ambon Ekspres, Jakarta Pilpres telah di depan mata. Tapi amburadulnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terjadi pada pemilu legislatif lalu, diprediksi terulang pada Pilpres 8 Juli 2009. Buntutnya, muncul sikap skeptis dan pesimis masyarakat akan jalannya pemilu berjalan bersih, jurdil, dan sportif. KURANG dari sepekan, pilpres 2009 digelar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih menyisahkan PR yang dapat menjadi ancaman dalam pelaksanaan Pilpres. Selain masalah, spanduk sosialisasi Pilpres yang mengarahkan pemilih memilih pasangan gambar bagian tengah atau nomor urut 2, persoalan krusial adalah DPT. Dari catatan koran ini, yang dirangkum dari Bawaslu, ditemukan jumlah kasus DPT sebanyak 79.294 kasus. Kisruh DPT terjadi di 11 provinsi, yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat dan Kalimantan Barat. Dengan masih adanya persoalan DPT, cawapres Wiranto menegaskan, memenangi pilpres satu putaran jangan dipaksakan, jika kehendak rakyat belum sepenuhnya terakomodasi. Mantan Menhankam/Pangab ini dengan tegas mengatakan, siap berada di depan, jika ada pemaksaan pilpres berlangsung satu putaran dengan berbagai persoalan yang belum tuntas diselesaikan KPU. "Biarlah proses demokrasi berjalan secara alami tanpa paksaan. Jangan mengada-ada, harus satu putaran. Tidak benar itu. Jika terbukti ada pemaksaan, saya siap berdiri di depan," tegasnya. Pengamat politik dari FISIP Universitas Indonesia, Syamsul Hadi menilai bila Pilpres tetap dipaksakan berlangsung 8 Juli dengan DPT yang amburadul, maka pilpres bisa saja berjalan satu putaran. Namun secara legitimasi, capres incumbent dirugikan, sekalipun menang Pilpres. Ambisi memenangi pilpres satu putaran yang digaungkan kubu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, bahkan mungkin dapat menjerumuskan bangsa ke dalam kemelut politik seperti di Iran, yang rusuh pasca pilpres. Penundaan pilpres merupakan alternatif terbaik, daripada menggelar pilpres dengan DPT bermasalah yang berpotensi memunculkan gejolak sosial. Syamsul Hadi mencontohkan, buruknya pilpres di Thailand dan Iran, menciptakan protes jalanan dan gerakan massa, karena negara dengan sengaja mengabaikan hak asasi warganya. "Masyarakat dibuat resah karena banyak masalah mewarnai persiapan pilpres," kata Syamsul Hadi, kemarin. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Daniel Zuchron, menilai KPU-Bawaslu belum serius menjalankan pemilu berkualitas. KPU masih mengabaikan hak politik rakyat. DPT definitif sampai detik ini belum dipublikasikan oleh KPU. "DPT masih misterius dan seharusnya DPT berbasis TPS sudah dapat diakses publik," katanya. Menurutnya, kasus DPT terjadi di 16 provinsi dan ada penghilangan 68 ribu TPS yang sampai saat ini belum juga definitif. Selain itu spanduk sosialisasi Pilpres yang mengarah kepada salah satu pasangan dan masih ditemukannya surat suara yang cacat di berbagai daerah. CELAH KECURANGAN PR yang belum tuntas ini menjadi celah yang memungkinkan terjadinya kecurangan pada Pilpres. Banyak pihak menuntut, warga yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) harus segera diatasi. Jika tidak, itu berarti KPU telah menguntungkan salah satu pasangan calon. Demikian dikatakan, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hanura, FR Ghanty Sjahabudin, kemarin. Indikasi kecurangan Pilpres tegasnya memang masih berpeluang terjadi. Salah satunya, kata dia ada pada DPT yang masih menyisakan masalah. Mulai dari ketidakberesan pengelola kependudukan hingga pada sikap KPU yang hanya menerima mentah tanpa melakukan pengecekan. Mantan Direktur Pengawasan Departemen Perikanan dan kelautan itu bahkan menuding, DPT Pilpres telah sengaja diformat untuk menguntungkan capres tertentu. Mampukah Presiden dan KPU membenahi data Pilpres di saat mepetnya waktu?. Menurut Ghanty, itu sulit. Ia hanya berharap, masyarakat, mahasiswa yang idealis dan elemen masyarakat lainnya bisa jeli dan kritis terhadap persoalan yang sangat krusial ini. "Kita masih ingat, kasus pilkada Jatim yang berlarut-larut, pemilu legislatif yang amburadul. Dan kemungkinan hal sama akan terjadi pada Pilpres. Ini sudah menjadi skenario tim tertentu. Kalaupun DPT dibenahi saat ini, bisa dipastikan anggota DPR yang terpilih bisa dianggap tidak sah," bebernya. Ghanty juga mengatakan, masalah DPT yang berlarut-larut sudah terjadi sejak awal. "Jadi, low materialnya sudah salah sejak dulu. Data DP4 yang diterima KPU langsung ditelan mentah-mentah. Padahal, data Dirjen kependudukan sudah tidak valid. Di sinilah awal masalah ini," katanya. Dikatakan, pada 5 April lalu, DP4 yang diserahkan Dirjen Depdagri tidak valid. Ini tidak dilanjutkan dengan pemeriksaan di KPU. Kenapa dikatakan tidak valid, kata dia DP4 ini tidak pernah melalui sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK). Padahal, anggarannya mencapai Rp 1 Triliun. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PBR Jawa Barat, Ischaidir Chotto juga berpendapat sama. Ia bahkan menegaskan agar ada kepedulian semua pihak, termasuk ketegasan para kandidat capres dan cawapre terhadap persoalan ini. "Ini persoalan yang sangat krusial. Kalau perlu tunda pelaksanaan pilpres. Kita sudah banyak pengalaman, DPT sudah 'dimainkan' pemerintah mulai dari Pilkada, Pilgub, Pileg, termasuk Pilpres mendatang," katanya. Hingga saat ini, menurut dia, belum ada penjelasan dari KPU terkait DPT. KPU harus menjelaskan ke publik, karena masih banyak suara pemilih yang tidak terselamatkan. Buktinya, sejak pemutakhiran DPS hingga penetapan DPT, sekitar 34 persen penduduk di seluruh Indonesia yang tidak terdaftar sebagai DPS hingga diumumkannya DPT. KESALAHAN BERULANG Belum hilang kasus spanduk sosialisasi pilpres, kini muncul lagi persoalan baru. Masalah itu masih tidak jauh dari persoalan sosialisasi pilpres. Di beberapa wilayah di Jakarta, kubu Jusuf Kalla-Wiranto kembali menemukan kecurangan yang dilakukan KPU yang menunjukkan keberpihakan kepada pasangan SBY-Boediono. Surat sosialisasi (berbentuk surat suara) itu mengarahkan pemilih memilih pasangan nomor urut 2. Surat suara dan alat peraga sosialisasi itu disebarkan di KPPS 24 Malaka Jaya, Perumnas Klender, Jakarta Timur. (sao/din/riz) [Non-text portions of this message have been removed]