Untuk mencegah perbuatan2 kekerasan dan penindasan atau terorist adalah dgncara 
yang ditempuh oleh masarata Amerika yang sukses yaitu;

1. Membuat undang2 anti diskriminasi karena; agama, faith, race, gender dan 
disablity atau dgn katalain "liberty and justice for all"

2.Kitab2 Dakawh yang mengandungkebencian dan jihhad harus di hapus sekolah2 dan 
madrasah2

3.Setiap agama baik islam,kristen dan yahudi merdeka, menfasirkan ayat2 ALLAH 
dan hadits2, dan tidak boleh di ada satu golongan yang barhak menafsirkan ayat2 
ALLAH baik pemerintahan sekali pun.

4.Pemertintah tidak ikut campur masalah agama,tetap bersitem netral dan Seculer.

Dgn mencontoh kepada masarakat Amerika yang plural itu dan sukses,semoga kita 
akansukses pula seperti Amerika.

Kalau mencontoh kpd Negara Arab yang dikatator dan zolim, yaaa kita tidak akan 
sukses tetap gagal menjadi negara rahmatan lil'alamin

salam


--- On Fri, 8/28/09, sunny <am...@tele2.se> wrote:

From: sunny <am...@tele2.se>
Subject: [wanita-muslimah] Saatnya "Silent Majority" Bertindak
To: undisclosed-recipi...@yahoo.com
Date: Friday, August 28, 2009, 5:43 PM






 




    
                  Refleksi : Kalau bertindak  mungkin tidak diizinkan masuk 
surga,  lantas siapa yang bisa menolong? :-)



http://www.suarapem baruan.com/ index.php? detail=News& id=10075



2009-08-28 

Saatnya "Silent Majority" Bertindak 



Islam Telah Direduksi dan Dibajak 



[JAKARTA] Kata "jihad" telah direduksi dan Islam sudah dibajak oleh kelompok 
tertentu yang mengatasnamakan Islam. Akibat perbuatan mereka, semua umat Islam 
terkena getah. Karena itu, saatnya umat Islam Indonesia moderat yang selama ini 
menjadi silent majority untuk bertindak.



"Jangan memberikan peluang sedikit pun bagi persembunyian para pembajak Islam 
itu," kata HM Atho Mudzhar, Kepala Litbang Departemen Agama, saat menyampaikan 
khotbah pada buka puasa bersama di Istana Negara, Kamis (27/8). Dia mengimbau 
umat Islam Indonesia yang mayoritas moderat untuk bersatu padu dan lebih tegas 
menyikapi pandangan sesat. 



Jihad dalam Islam, kata Mudzhar, bisa pula diartikan sebagai perang, di samping 
artinya bersungguh-sungguh atau ijtihad. Tapi, jihad yang berarti perang hanya 
boleh dalam tiga hal. Pertama, pecahnya perang antara Islam dan musuh Islam. 
Saat ini, Muslim Indonesia tidak dalam keadaan perang dengan pihak mana pun. 



Kedua, jihad dilakukan jika negeri Muslim diserang. Indonesia tidak dalam 
kondisi diserang oleh pihak mana pun. Ketiga, ketika imam atau pemimpin negeri 
Islam meminta rakyatnya untuk berperang. "Dalam konteks Indonesia, pemimpin 
negeri adalah presiden, bukan kelompok tertentu yang semaunya mengangkat diri 
menjadi pemimpin," katanya. 



Dia menegaskan, Indonesia saat ini tidak berada dalam kondisi tiga persyaratan 
itu, sehingga tidak ada jihad yang artinya perang. "Indonesia bukanlah dar al 
harb, melainkan dar al-shulh negara yang dibangun di atas perjanjian dan 
perdamaian oleh seluruh penduduk negeri, apa pun agamanya, dalam satu platform 
bersama yang disebut Pancasila," paparnya. 



Mudzhar menambahkan, Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, di 
mana setiap umat beragama harus hidup berdampingan secara damai. "Islam di 
Indonesia harus menjadi rahmatan lil alamin. Islam menjadi rahmat bagi semesta 
alam," ujarnya. 



Terkait dengan itu, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Chaider S Bamualim 
mengakui bahwa serangkaian perang, kekerasan, dan teror yang terjadi di dunia 
Islam, yang motif dan tujuannya rumit tapi pelakunya kebanyakan menggunakan 
simbol Islam, telah membuat Islam mengalami stigmatisasi.



"Di mata banyak pihak, Islam dinilai cenderung permisif pada kekerasan. Jelas 
ini sebuah kesalahpahaman. Celakanya, umat Islam sendiri yang membuat 
kesalahpahaman itu, terutama segelintir orang Islam pecandu kekerasan. Tapi 
tidak semua orang Islam bisa menerima realitas ini. Mereka justru berang ketika 
aksi teror coba dikaitkan dengan agama mereka," ujarnya.



Untuk itu, menurut Chaider, semua pihak, terutama agamawan dan kaum intelektual 
Muslim, harus mau berpikir keras guna memecahkan kekacauan dalam memaknai 
jihad. "Mari kita atasi bersama. Jangan bersikap defensif dan apologis, apalagi 
dengan mengkambing- hitamkan pihak lain setiap kali muncul aksi teror atas nama 
Islam. Mari kita berpikir tentang nasib dan masa depan toleransi di bangsa yang 
berbudaya ini guna mencegah 'terorisasi' dalam kebudayaan kita," ujarnya 
mengimbau. 



Tindakan Hukum Tegas



Sedangkan, Pelaksana Tugas Direktur Wahid Institute, Rumadi, menyatakan tidak 
ada solusi pasti untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan agama oleh seorang 
atau sekelompok orang. Sebab, Islam tidak mengenal adanya sistem kerabian, 
seperti yang dianut Yahudi atau Katolik, sehingga setiap orang berhak 
mengartikan dan mengimplementasikan agama tersebut sesuai kepentingannya.



Menurut dia, satu-satunya cara untuk membatasi ruang gerak orang-orang yang 
mengatasnamakan agama untuk kepentingannya, termasuk terorisme, yakni 
memperkuat aturan dan tindakan hukum yang tegas. 



Meski demikian, Rumadi tidak setuju dengan penggunaan istilah membajak agama. 
"Kalau pakai istilah membajak agama saya kira tidaklah. Kalau memanfaatkan 
agama, iya," ujarnya kepada SP, Jumat (28/8).



Sebelumnya, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH A Mustofa Bisri yang akrab dipanggil 
Gus Mus mengingatkan, gerakan garis keras transnasional yang mengatasnamakan 
Islam di Indonesia dapat mengancam integritas dan eksistensi Negara Kesatuan 
Republik Indonesia (NKRI). Gerakan yang berkedok partai politik (parpol) dan 
organisasi masyarakat (ormas) dengan paham ekstrem, upaya-upaya menegakkan 
idealisme pribadi atau kelompok kepada masyarakat, merupakan ancaman serius 
bagi Indonesia yang khas dengan pluralitasnya.



Gus Mus menegaskan, meski 82 persen rakyat Indonesia memeluk Islam, bukan 
berarti menjadi landasan untuk mengaplikasikan dakwah, karena akan bertentangan 
dengan hukum yang berlaku di Indonesia. "Pemaknaan pesan Alquran yang brutal 
dan hanya dipakai sebagai pembenaran untuk berkelahi, menghakimi orang lain, 
menyakiti, apalagi sampai menelan korban jiwa, merupakan ancaman serius bagi 
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan praktik serta tradisi keberagamaan bangsa 
Indonesia," tegasnya.



Ciptakan Kedamaian



Pada buka puasa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak semua 
pihak menjadikan ajaran Islam sebagai bagian dari usaha untuk menciptakan 
kedamaian dan keselamatan bagi semua entitas yang ada di alam semesta.



"Ajaran agama kita juga menjadi jalan untuk menuju keselamatan dan kelestarian 
kita. Nilai Islam bersifat universal yang dapat dikontribusikan bagi 
pembangunan tata dunia yang adil, aman, dan sejahtera," katanya.



Dalam kesempatan itu, Presiden mengajak semua pihak untuk dapat memahami 
hakikat ajaran Islam dengan benar sehingga mampu menempatkan pemahaman atas 
Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam.



Dalam perdebatan keilmuan, lanjutnya, sering kali ada sejumlah hal yang dibahas 
terkait nilai-nilai keislaman dan implementasinya dalam kehidupan saat ini. 
Kepala Negara memberikan contoh lima perdebatan, yakni benarkah nilai Islam 
bisa universal, apakah Islam bisa bergandengan dengan demokrasi, apakah Islam 
bisa menerima modernisasi, apakah Islam bisa berkontribusi secara riil bagi 
keamanan dunia, dan apakah peradaban Islam menyumbang bagi peradaban dunia dan 
seiring dengan peradaban lain. "Dari lima itu, kita bisa meletakkan secara 
benar ajaran Islam. Saya punya pandangan bahwa jawaban dari lima pertanyaan itu 
bisa, benar, dan ya. Jawaban yang sama tentu juga akan muncul dari saudara 
Muslim yang betul memahami Islam, saudara kita yang non-Islam juga akan 
memberikan jawaban yang sama," katanya.



Presiden juga menyatakan ketertarikannya atas studi dari sebuah lembaga survei 
internasional yang meneliti bagaimana nilai-nilai Islam dipandang oleh 
penganutnya di lebih dari 30 negara berpenduduk mayoritas Muslim. "Kesimpulan 
dari jawaban survei itu ternyata nilai Islam tidak bertentangan, bahkan bisa 
berjalan seiring dengan hal-hal itu," kata Yudhoyono. [P-12/Ant/DDS/ E-7/M-15]



[Non-text portions of this message have been removed]




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke