*IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN – (IV)*

*Rabu, 16 September 2009*

*-----------------------------------------------------------------------*


*Anak Sekolah 'Allochtoon' *

*dan Wanita Muslim ber-Jilbab *


Beberapa waktu yang lalu, hari Kemis, aku mengalami hal yang samasekali 
diluar dugaanku. Tapi bangga juga sebagai orang 'allochtoon' di Belanda.


Memang betul, yang akan kuceriterakan ini ada kaitannya dengan seorang 
anak sekolah atau 'bocah' 'allochtoon'. Dan, seorang wanita yang juga 
'allochtoon', serta ber-jilbab. Di Belanda, menurut catatan CBS – 
Jawatan Statistik Pusat – warganegaranya terbagi atas dua kategori. Satu 
yang disebut '*autochtoon'* – yang bapak-ibunya kelahiran Belanda. Dan 
satu lagi, yang disebut '*allochtoon', y*ang salah satu dari orangtuanya 
kelahiran asing. Bisa bulé, yang imigran, yang putih, hitam, 
sawo-matang, dan kuning sipit. Di Holland arus rasisme dan anti-orang 
asing khususnya orang asing yang berwarna, apalagi yang Muslim, cukup 
keras. Meskipun minoritas, tapi sangat vokal. Mereka membeda-bedakan 
warganegara, antara yang 'autochoon' dan yang 'allochtoon'. Maka 
menimbulkan perdebatan yang sering-sering sengit sekali.


Bagaimana tidak menimbulkan perdebatan sengit? Warganegara dibagi-bagi 
atas dua katagori begitu. Katakanlah, ada yang a s l i , yaitu yang 
autochtoon. Mereka itu menganggap dirinya lebih berhak untuk berdiam di 
tanah Belanda, karena 'ke- asli- annya' itu. Lalu, ada yang bilang, 
kalau begitu perumusannya, bagaimana dengan Beatrix itu, Ratu Kerajaan 
Belanda. Menurut penggolongan itu, jadinya Beatrix tergolong 
'allochtoon'. Bukankah bapaknya, yaitu Pangeran Bernhard, asalnya 
warganegara Jerman??? Tambahan lagi, suami Ratu Beatrix, yaitu Pangeran 
Clause almarhum, tadinya juga warganegara Jerman. Tambah lagi: Putra 
Mahkota, Pangeran Willem Alexander, anaknya Ratu Beatrix kawin dengan 
warganegara Argentina. Wah,wah, wah, lalau kemana mau dikatagorikan 
kewarganegaraan putri-putri Willem Alexander dan istrinya Maxima. Apakah 
beliau itu, 'autochtoon', ataukah lebih tepatnya, 'allochtoon'? Kan jadi 
repot sendiri! Ulahnya CBS bikin macam-nacan katagori penduduk. Mungkin 
bukan begitu maksudnya! Dimaksudkan secara adminstratif saja 
membagi-bagi demikian itu.


OK-lah! Sekarang ini, kita tidak memperdebatkan tentang 'allochtoon' dan 
'autochtoon'. Apakah benar yang 'autochtoon' itu adalah yang 
asli-Belanda, dan oleh karena itu lebih berhak tinggal di Belanda. 
Sedangkan yang 'allochtoon' itu adalah pendatang, jadinya semacam 
'non-pri' menurut istilah zaman Orba di Indonesia dulu.


Tidak, kita tidak diskusi mengenai soal ini. Barangkali lain kali saja!


Baca terus!


* * *


Kuteruskan cerita PARTIKELIRAN ini. Pagi itu cuaca cerah. Matahari 
memancarkan sinar hangatnya. Ada sedikit angin sejuk. Tak ada hujan. 
Cuaca yang ideal, fikirku. Enak sekali untuk bersepeda.


Jadi, aku ingin bersepeda ke klinik gigi memenuhi 'pengaturan' dokter. 
Jarak rumah kami ke klinik gigi itu tak seberapa. Tidak sampai 
seperempat jam bersepeda sudah sampai. Naik bus juga bisa. Tapi dari 
rumah harus jalan kaki dulu. Kira-kira sepuluh menit ke halte-bus. 
Menantikan bus berikutnya. Beberapa menit saja. Terkadang, kalau 
waktunya kebetulan tidak nge-pas, terpaksa nunggu sampai 10 menit.


Walhasil, aku fikir, lebih baik bersepeda saja. Sehat! Pernah dokter 
bilang: Antara naik mobil dengan berkendaraan umum, pilihlah kendaraan 
umum. Kalau bisa bersepeda itu lebih baik. Jalan kaki adalah yang paling 
baik. Itu paling sehat, kata dokter.


* * *


Untuk menghemat waktu, bersepedalah aku ke dokter gigi.


Pada suatu perempatan, jalan sepeda yang khusus itu memotong jalan 
mobil. Di situ ada 'stoplicht'. Lampu pengatur lalu-lintas, menentukan 
siapa yang boleh jalan lebih dulu. Siapa yang harus tunggu. Kebetulan 
lampu merah menyala pada 'stoplicht'. Jadi aku harus berhenti. Turun 
dari sepeda, menunggu sampai menyala lampu hijau.


Biasanya bila menghentikan sepeda dan turun, caranya, aku mengangkat 
kaki kananku kebelakang. Menyentuh tanah, sepedapun terhenti. Aku turun 
dari sepeda. Tapi kali ini cara aku berhenti dan turun dari sepeda, 
lain. Aku turun dari sadel langsung meluncur ke depan menjejakkan kaki 
ke tanah. Celaka . . . . . .! Selangkanganku tertahan batang sepeda, 
sehingga kedua kaki tidak mantap jejak ke tanah. Berdiriku jadi labil 
sekali. Dan . . . . . aduh mak, aku jatuh terjerembab! Saat itu baru 
terkilas di fikiran . . . memang tubuh ini sudah tidak seperti dulu 
lagi. Sudah 'senior'! Berani-beraninya masih ingin bersepeda. Nyatanya 
memang masih mampu bersepeda. Cuma kali ini saja agak sial.


Terjerembab ke tanah, aku terjatuh total. Masih untung, tak ada bagian 
kaki atau tangan yang patah. Inilah orang Indonesia namanya. Sudah jatuh 
terjerembab di jalan masih merasa u n t u n g . Karena tak ada yang cidera.


Tapi aku sulit bangun. Masih terduduk di tanah. Nah, ketika itulah 
terjadi yang diluar dugaanku . . . . . . Seorang anak sekolah 
'allochtoon' yang kebetulan ada disisiku sedang menunggu lampu hijau, 
segera memegang lenganku. Ia mencoba mengangkat badanku. Tentu tidak 
bisa. Beratku 75 kg. Anak itu umurnya kita-kira 11 tahun. Tetapi 
cepatnya ia berreaksi memegang tanganku mengagumkan. Ia bertanya 
keadaku: Gaat het meneer? Apa engak apa-apa tuan? Anak sekolah yang 
'allochtoon' itu tidak mungkin jadi tumpuanku untuk berdiri dari jatuhku.


Ini yang lebih-lebih diluar dugaanku: Seorang wanita berjilbab, Muslim 
asal Marokko, melihat anak itu tidak mampu mengangkatku, segera 
mencengkam lenganku yang sebelah satunya. 'Gaat het wel meneer?, katanya 
sambil membantu aku berdiri. Dua orang: Satu anak sekolah 'allochtoon' 
dan yang satunya adalah wanita berjilbab asal Maroko, berdua mengangkat 
aku berdiri. Baru aku bisa bangkit. 'Hartelijk dankt, hartelijk dankt', 
kataku. Dan aku meneruskan jalan ke klinik dokter gigi, yang letaknya 
beberapa puluh langkah di seberang situ. Setiba di klinik, aku minta 
pada asisten dokter selembar plester. Jariku luka dan berdarah karena jatuh.


Ketika kembali pulang bersepeda, aku memifikirkan terus. Memang benar 
kata orang-orang bijak bahwa, di dunia ini, kapan saja selalu ada 
orang-orang yang baik hati. Tidak peduli apakah dia itu anak-anak 
'allochtoon', ataukah perempuan Muslim yang berjilbab.


Yang mengherankan ialah: Bukankah wanita berjilbab tadi itu adalah 
seorang Muslim? Di Belanda sini pernah terjadi, ketika aku hendak 
menyalami seorang wanita berjilbab pada suatu kursus, ia tersenyum saja. 
Tetapi menolak menjabat tanganku. Saya Muslim, katanya. Aku ingat, 
memang ada aliran Islam, yang melarang wanita bersentuhan dengan priya 
yang bukan muhrimnya. Yang tidak ada hubungan kekeluargaan.


Tetapi, wanita berjilbab yang cepat sekali memegang lenganku dan 
membantu aku berdiri itu, rupanya tidak berfikir ke situ lagi. Ia 
melihat ada orangtua yang terjatuh dan perlu dibantu. Maka ia ulurkan 
tangan Muslimatnya dan membantu orang tua ini.

Kebetulan aku juga Muslim. Sesungguhnya belum tentu wanita itu tau bahwa 
aku juga Muslim. Yang penting baginya, ada orang yang perlu dibantu, 
maka ia ulurkan tangannya. Tidak mempersoalkan lagi, apakah orang yang 
perlu bantuannya itu, muhrimnya, atau bukan! Kasus ini menunjukkan moral 
tiggi di kalangan perempuan berjilbab Muslim asal Maroko.


Anak sekolah yang 'allochtoon' itu, lho. Begitu sigapnya ia mengulurkan 
tangan membantu orantua yang memerlukannya. Seperti spontan saja anak 
itu membantu orangtua yang terjatuh. Tidak mungkin anak itu bisa 
bertindak demikian, tanpa ada latar belakang pendidikan di rumah maupun 
di sekolah.


Mengapa dua kasus 'allochtoon' ini kuangkat sedemikian rupa? Soalnya: 
Karena tidak jarang sementara pers, elitenya, termasuk politisi di 
Belanda, bersikap rasisa. Mereka begitu itu, demi lebih banyak 
memperoleh suara dalam pemilu. Mereka suka menyerukan isu: 'Dulukan 
'orang-sendiri'. Disas-suskan juga bahwa banyak kriminil berasal dari 
warga yang 'allochtoon'. Tentu itu bohong. Tidak sesuai dengan kenyataan


Mereka sibuk melakukan kampanye rasisme anti yang 'allochtoon', anti 
yang dianggapnya asing, meskipun mereka itu lahir dan dibesarkan di 
Belanda dan berbahasa Belanda baik.


* * *












[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke