Quote:"..
Sebelumnya, Indonesian Budget Center (IBC) mencatat terjadi pemborosan
anggaran untuk pelantikan dan pembekalan anggota DPR dan DPD. Masing-masing
pihak, yakni KPU, Setjen DPR, dan Setjen DPD, mengalokasikan anggaran
tersendiri. KPU menganggarkan Rp 11 miliar, Setjen DPR Rp 28,5 miliar, dan
DPD Rp 6,5 miliar.
.."

Jadi jelas toh, ada pembusukan dari luar terhadap lembaga DPR.Meski
terkadang diperparah dengan tingkah sebagian (kecil?) anggotanya sendiri..

CMIIW..

-- 
Wassalam,

Irwan.K
"Better team works could lead us to better results"
http://irwank.blogspot.com

http://www.detiknews.com/read/2009/09/30/160104/1212018/10/formapi-dpr-hanya-korban-kpu
Rabu, 30/09/2009 16:01 WIB
Dana Orientasi Mewah
Formapi: DPR Hanya Korban KPU
*Novia Chandra Dewi* - detikNews

**
*Jakarta* - Komisi Pemilihan Umum (KPU) ikut berperan dalam pembiayaan
pelantikan dan pembekalan anggota DPR periode 2009-2014 yang terkesan mewah.
Anggota DPR baru dinilai tidak menunjukkan sensitivitasnya pada rakyat.

"Saya rasa mereka itu korban. Ini cerminan dari birokrasi yang tidak ada
efektivitas anggaran," ujar Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen
Indonesia (Formapi) Sebastian Salang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu
(30/9/2009).

Sebastian menilai, tingginya anggaran pelantikan anggota DPR menunjukkan
borosnya para wakil rakyat itu. "Ada stigma sebagai wakil rakyat yang boros,
dengan menggunakan anggaran sekian banyaknya," kata dia.

Sebastian menuturkan, anggaran orientasi DPR yang serba wah membuktikan
wakil rakyat memulai masa baktinya dengan tidak peka kepada rakyat.
Ditakutkannya, pemborosan ini akan terjadi berulang-ulang.

Sebelumnya, Indonesian Budget Center (IBC) mencatat terjadi pemborosan
anggaran untuk pelantikan dan pembekalan anggota DPR dan DPD. Masing-masing
pihak, yakni KPU, Setjen DPR, dan Setjen DPD, mengalokasikan anggaran
tersendiri. KPU menganggarkan Rp 11 miliar, Setjen DPR Rp 28,5 miliar, dan
DPD Rp 6,5 miliar.

*(nik/iy)*

Pada 1 Oktober 2009 03:42, sunny <am...@tele2.se> menulis:

>
>
>
> http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=30151:berharap-kepada-wakil-rakyat-&catid=78:umum&Itemid=131
>
> Berharap kepada Wakil Rakyat?
> Oleh : M. Deman Putra Tarigan
>
> Jika tidak ada halangan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
> Perwakilan Daerah (DPD) periode 2009-2014 dilantik hari ini, 1 Oktober 2009.
> Acara pelantikan itu disebut-sebut menghabiskan biaya sekitar Rp 11 miliar.
>
> Itu belum termasuk anggaran perjalanan dinas pindah para wakil rakyat: Rp
> 46,5 juta per orang. Dengan demikian Rp 32,17 miliar uang rakyat habis untuk
> biaya perjalanan dinas pindah 692 orang wakil rakyat (anggota DPR dan DPD)
> dan keluarga mereka menuju Jakarta.
>
> Tidak mengherankan jika banyak kalangan yang mengkritik penggunaan biaya
> yang sangat besar untuk sekadar melantik para wakil rakyat. Bukan tanpa
> sebab, tentunya. Selama ini prestasi anggota Dewan terbilang biasa-biasa
> saja, bahkan kualitasnya cenderung menurun.
>
> Pada periode sebelumnya, sembilan anggota DPR terjerat kasus korupsi oleh
> KPK, yaitu Abdul Hadi Djamal, Yusuf Emir Faishal, Bulyan Royan, Al Amin Nur
> Nasution, Sarjan Taher, Saleh Djasit, Hamka Yandhu, Antony Zeidra Abidin,
> dan Noor Adenan Razak. Selain itu masih ada juga anggota DPR yang terjerat
> skandal seks yang sangat memilukan dan memalukan. Begitulah perilaku para
> wakil rakyat yang terpantau rakyat melalui pemberitaan di media massa.
>
> Anggota DPR juga kerap menjadi pemberitaan karena (diduga) melancong ke
> luar negeri, baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Mereka melancong
> dengan judul studi banding atau kunjungan kerja dengan membawa keluarga.
>
> Begitulah citra para wakil rakyat yang bisa diamati rakyat selama ini.
> Bagaimana dengan kinerja mereka?
>
> Belum Memuaskan
>
> Sejumlah pandangan miring pun sering dialamatkan kepada anggota Dewan.
> Mereka sering tertangkap bolos dari sidang. Sebagai contoh, awal tahun 2009
> ini, ketika sidang paripurna pembukaan masa sidang III 2008-2009 DPR-RI,
> anggota Dewan yang hadir kurang dari 50 persen (www.detiknews.com, 19
> Januari 2009).
>
> Pemandangan yang lebih parah terlihat ketika masa bakti anggota Dewan sudah
> hampir habis. Pada 14 September 2009, ketika DPR membahas pengesahan 4
> rancangan undang-undang (RUU), kursi-kursi anggota Dewan terlihat banyak
> yang kosong. Secara fisik, terlihat hanya 16% anggota DPR yang menghadiri
> sidang, meskipun ada 266 orang yang menandatangani daftar hadir.
>
> Dan, walaupun tidak mencapai kuorum, DPR tetap mengesahkan 4 RUU menjadi
> Undang-Undang, yaitu RUU tentang Kesehatan, RUU tentang Narkotika, RUU
> tentang Penetapan Perppu Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan RUU tentang
> Keimigrasian.
>
> Begitulah kenyataannya. Para wakil rakyat terkesan menggunakan SKS ("sistem
> kebut sebulan") dalam bekerja. DPR ngebut menyelesaikan banyak RUU menjadi
> RUU pada satu bulan terakhir sebelum masa jabatannya habis. Sebuah media
> cetak nasional pun mengkritik para wakil rakyat: masa kerja 5 tahun, kerja 1
> bulan. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas undang-undang yang dihasilkan
> para wakil rakyat!
>
> Tidak mengherankan pula jika pasal-pasal dari undang-undang yang dihasilkan
> sudah beberapa kali dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan
> dengan UUD 1945.
>
> Harus Berubah
>
> Sebagai wakil rakyat, anggota DPR dan DPD harus memahami, menyerap, dan
> memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Mereka adalah perpanjangan
> rakyat yang dipilih untuk, bersama lembaga eksekutif, memperjuangkan
> kesejahteraan rakyat dan berbuat yang terbaik bagi kemajuan bangsa
> Indonesia.
>
> Walaupun anggota parlemen adalah wakil rakyat, itu bukan berarti mereka
> bisa "mewakili" kesejahteraan rakyat. Sebab ada anekdot yang menyebutkan
> bahwa rakyat Indonesia saat ini sebenarnya sudah sejahtera dan sudah sering
> melancong ke luar negeri, tapi. diwakili oleh anggota parlemen. Mengapa
> demikian? Karena mereka wakil rakyat yang bertindak untuk dan atas nama
> rakyat.
>
> Itulah sebabnya selama ini wakil rakyat dinilai berkinerja buruk.
> Contohnya, dari survei yang dilakukan Kompas, 68,5% responden menganggap
> kinerja DPR buruk. Sedangkan survei yang dilakukan oleh LSI juga memberikan
> hasil yang tidak jauh berbeda: mayoritas menganggap prestasi kerja anggota
> parlemen belum memuaskan. Jika demikian, apakah kita tak boleh menaruh
> harapan kepada para wakil rakyat yang baru dilantik?
>
> Tentu kurang bijak jika kita tidak menaruh harapan kepada mereka. Lantas,
> buat apa dilaksanakan pemilu yang menghabiskan biaya sangat besar itu untuk
> sekadar memilih orang-orang yang tak bisa diharapkan?
>
> Bagaimanapun kita harus menaruh harap, walaupun itu sedikit. Kita akan
> melihat hasil demokrasi, hasil pilihan rakyat, hasil pilihan kita sendiri.
> Dan, itu bisa kita mulai sejak para wakil rakyat dilantik.
>
> Harapan terbesar yang perlu disampaikan kepada para wakil rakyat adalah
> agar mereka berubah. Harapan pertama adalah dalam hal kedisiplinan. Mereka
> diharapkan mengikuti peraturan dan tata tertib yang berlaku, tidak terlambat
> atau bolos sidang. Kita pun mengharapkan tidak ada lagi yang sekadar mencari
> 4D: datang, duduk, diam, duit.
>
> Harapan kedua, para wakil rakyat benar-benar menyadari tugas dan fungsinya,
> serta berempati kepada nasib rakyat.
>
> Ketiga, para wakil rakyat diharapkan benar-benar mendengar, menyerap, dan
> memperjuangkan aspirasi rakyat. Intinya, para wakil rakyat diharapkan tidak
> antikritik. Dengan demikian, kualitas undang-undang yang dihasilkan akan
> benar-benar maksimal.
>
> Keempat, sebagai mitra pemerintah yang menjalankan fungsi pengawasan, para
> wakil rakyat diharapkan bisa menjadi sparring partner yang baik agar solusi
> yang diambil memang yang terbaik untuk dijalankan. Kita tidak ingin melihat
> lagi bahwa fungsi pengawasan hanya menjadi semacam "gertak sambal" para
> wakil rakyat untuk meningkatkan posisi tawar atau bahkan menjadi komoditi
> bagi lobi-lobi tertentu.
>
> Para wakil rakyat yang baru bisa menunjukkan jati diri mereka sejak
> dilantik. Biaya pelantikan yang demikian besar dan mengundang banyak kritik
> perlu diusut agar jelas dan tidak terluang kembali. Inilah jalan pertama
> untuk "membersihkan diri". Jika tidak, maka para wakil rakyat akan dicap
> sama saja dengan pendahulunya.
>
> Ingat Tuhan dan Rakyat
>
> Setelah diambil sumpahnya, demi Tuhan, para wakil rakyat kita harapkan akan
> terus mengingat sumpah tersebut. Selain itu, mereka juga diharapkan ingat
> kepada rakyat yang telah memberikan suara ketika pemilihan umum.
>
> Sumpah demi Tuhan tentu bukan hal yang sembarangan yang bisa seenak hati
> dilanggar. Begitu juga dengan suara rakyat yang telah "dinobatkan" sebagai
> suara Tuhan, tentu tidak boleh dikhianati.
>
> Semoga rakyat masih boleh dan bisa berharap kepada para wakilnya. Jika
> tidak, sia-sialah pemilu dan segala biaya yang ditanggung oleh rakyat selama
> ini.***
>
> Penulis adalah Ketua Kelompok Studi: Sosial, Ekonomi, dan Teknologi
> Informasi (KS-SEKTI). Sur-el: 
> de...@demanputra.com<deman%40demanputra.com>This e-mail address is being 
> protected from spambots, you need JavaScript
> enabled to view it .
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke