Put,

Apa yang putri sampaikan dengan mengutip ucapan Sahabat Umar bin Khatthab itu 
hanyalah merujuk pada sifat-sifat pemimpin.

Sedangkan yang kita diskusikan di WM ini adalah kebangkitan pemimpin setelah 
bangkitnya kesadaran umat. Jadi, ya hanya nyambung sedikit.  :)

Jadi, bila umat belum bangkit kesadarannya maka jangan harap bisa mendapatkan 
pemimpin yang kuat. Biasanya yang terpilih sebagai pemimpin ya yang pandai 
merekayasa dan banyak duitnya. 

kapan Put ke jakarta, kata Om Ari perlu makan-makan... :)

Wassalam,

chodjim

  ----- Original Message ----- 
  From: izzuddin al qassam 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, October 16, 2009 7:36 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))


    ada kutipan dari Umar bin Khattab Ra.
   
  Empat Macam Pemimpin
   
  “Pemimpin itu ada empat macam.
  Pertama, pemimpin yang kuat, yang mampu menahan dirinya dan aparatnya (dari 
kemewahan dunia), maka dialah seorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. 
Tangan Allah terbentang atasnya dengan rahmat dan kasih saying.
  Kedua, pemimpin yang lemah, yaitu yang mampu menahan dirinya tetapi 
membiarkan aparatnya hidup dalam kemewahan, maka dia berada di tepi jurang 
kehancuran kecuali jika Allah menyelamatkannya dengan Rahmat-Nya.
  Ketiga, pemimpin yang mampu menahan aparatnya tetapi membiarkan dirinya 
berada dalam kemewahan, maka dialah yang disebut al Huthamah, seperti yang 
disabdakan Rasulullah saw, “Seburuk-buruk pemimpin adalah Al Huthamah, yaitu 
pemimpin yang binasa dengan sendirinya. Dan.
  Keempat, pemimpin yang membiarkan dirinya dan aparatnya hidup bergelimangan 
harta, maka mereka semua binasa bersama-sama.”
   
  (Umar Bin Khattab Ra.)

  --- On Sat, 10/17/09, Achmad Chodjim <chod...@gmail.com> wrote:

  From: Achmad Chodjim <chod...@gmail.com>
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Date: Saturday, October 17, 2009, 8:00 AM

    

  Anda jangan salah paham, Teh Lina.

  Kita harus bertanya, apa yang disebut pemimpin itu? Kalau hanya mendasarkan 
pemimpin dalam pengertian tradisional, maka Eropa atau Barat secara keseluruhan 
tidak akan menjadi seperti sekarang.

  Bangsa Eropa secara per orangan bangkit dulu kesadarannya, lalu 
mengorganisasikan diri untuk membentuk pimpinan. Ingat, pemimpin negara-negara 
Eropa itu sudah ada sejak era Yunani dan Romawi Kuna. Namun, zaman pencerahan 
baru tumbuh pada abad ke-17. Jadi, kesadaran umat bangkit terlebih dahulu, 
barulah mereka membangkitkan pimpinan yang dapat memenuhi masyarakat sadar di 
Eropa.

  Bangsa Jepang juga demikian. Semula selalu adu jotos para jendral atau para 
shogun. Tetapi, setelah bangkit kesadaran secara per orangan dengan munculnya 
aksi seni, aksi spiritual (seperti Zen), dan aksi-aksi lain yang bisa 
diapresiasi, maka barulah muncul kepemimpinan yang mengarahkan Jepang ke era 
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kalau pemimpinnya (kaisar) ya sudah ada 
sejak 600 tahun sebelum masehi.

  Lha, kalau kesadaran umat belum bangkit, yang terjadi adalah manipulasi 
kepemimpinan. Dan, bila ini yang terjadi, ya isinya adalah perebutan kekuasaan 
terus-menerus. Lihat pertumbuhan Islam di era Kanjeng Nabi Muhammad saw, 13 
tahun Nabi hanya berusaha membangkitkan kesadaran umat, dan baru di Madinah 
beliau diakui sebagai pemimpin.

  Hatur nuhun, Teh Lina.

  Wassalam,

  chodjim 

  ----- Original Message ----- 
  From: Lina 
  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
  Sent: Thursday, October 15, 2009 9:31 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: Puteri 
Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))

  Bangkitlah khilafah sbg personal! Bangkitlah khilafah sebagai umat Islam! 
Sama aja deh, dua2nya saya ngarep2.

  Tapi kalau dilihat dari pengalaman sejarah, umat itu akan bangkit kalau ada 
pemimpinnya (personal) yang bangkit.

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "Achmad Chodjim" <chod...@... > 
wrote:
  >
  > Permisi, Mbak Ning.
  > 
  > Khalifah tidak pernah me-resolve perbedaan mazhab. Justru khalifah --dalam 
sejarah islam-- malah menindas mazhab yang berbeda dengan yang dianut khalifah. 
Ini amat bahaya!
  > 
  > Khalifah Bani Ummayah menindas habis-habisan kaum Syi'ah dan korban 
pembunuhan terhadap mereka amat besar. Sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz 
muncul, setiap khutbah jumat harus dilakukan doa pengutukan terhadap Ali bin 
Abi Thalib. Barulah di zaman Umar bin Abdul Aziz kebiasaan pengutukan itu 
dihentikan.
  > 
  > Ketika khalifah Bani Abbasiyyah berpihak pada kaum Mu'tazilah, semua mazhab 
yang tidak bisa menerima pandangan Mu'tazilah dihabisi atau paling tidak 
dipenjarakan.
  > 
  > Jadi, ungkapan rasulullah itu bukan merujuk khalifah sebagai personal, 
tetapi umat Islam yang bangkit kesadarannya.
  > 
  > Wassalam,
  > chodjim
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) 
  > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 
  > Sent: Thursday, October 15, 2009 8:31 PM
  > Subject: RE: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re: 
Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  > 
  > 
  > 
  > 
  > Saya setuju mengenai besarnya pengaruh keberadaan otoritas tertinggi
  > dalam hal ini, mas. Ya, sayang sekali kita umat Islam tidak memiliki
  > otoritas tertinggi itu, yaitu khalifah. Dan memang khalifah lah yang
  > me-resolve perbedaan di kalangan umat. Tapi jangan kuatir, mas Donnie,
  > karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa khilafah akan kembali tegak.
  > 
  > Mengenai saling mengingatkan, Islam mengajarkan untuk amar ma'ruf nahyi
  > munkar. Jadi ada atau tidak ada otoritas tertinggi, saling mengingatkan
  > itu tetap wajib. Bila memang yang kita ingatkan memiliki referensi
  > berbeda, sehingga tidak mau mengikuti, ya tidak apa-apa. Yang penting
  > kita sudah mengingatkan. 
  > 
  > Sebenarnya yang saya ingin sampaikan adalah itu. Budaya peduli dan
  > saling mengingatkan yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat muslim.
  > Tentu dengan dasar kasih sayang dan persaudaraan, dan bukan karena yang
  > lainnya. 
  > 
  > Wassalaam,
  > 
  > -NIng
  > 
  > From: wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > [mailto:wanita-muslimah@ yahoogroups. com] On Behalf Of donnie damana
  > Sent: Friday, October 16, 2009 10:39 AM
  > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was
  > Re: Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  > 
  > Mbak Ning,
  > 
  > Yang membedakan adalah di sebuah perusahaan, ada otoritas tertinggi 
  > untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah yang bisa 
  > mengkoreksi on the spot apabila ada perbedaan persepsi diantara kaum 
  > pekerja organisasi terseubt.
  > Di dalam agama, otoritas tertinggi tersebut sudah meninggal jauh-jauh 
  > hari yang lalu, tidak ada lagi otoritas tunggal yang bisa memutuskan 
  > perbedaan persepsi di kalangan umat. Mazhab saja tidak hanya satu. 
  > Dalam mazhab itu sendiri ada perbedaan persepsi di kalangan 'petinggi' 
  > agama.
  > 
  > Jadi itu bukan sesuatu yang sama mbak Ning.
  > 
  > regards,
  > Donnie
  > 
  > On Oct 15, 2009, at 3:00 PM, Lestyaningsih, Tri Budi (Ning) wrote:
  > 
  > > Bagi saya itu sama saja, dik..
  > >
  > > Sedikit saya tambahkan, bahwa prinsip : you see it you own it yang ada
  > > di tempat saya kerja ini diaplikasikan di semua kegiatan, tidak hanya
  > > safety. Sebagai contoh, saat pengambilan keputusan untuk suatu 
  > > project,
  > > bila appointed decision maker missed mereview suatu informasi atau 
  > > data
  > > tertentu, maka koleganya atau siapa pun yang mengetahuinya diharuskan
  > > untuk mengingatkan. Dan ini berlaku bagi semua orang/workforce.
  > >
  > > Jadi, saat kita memiliki opportunity untuk mengoreksi seseorang (yang
  > > tentunya di dalamnya mencakup menyatakan : mana yang salah), 
  > > seharusnya
  > > kita lakukan. Tentu semangatnya adalah bukan untuk "mencap" atau
  > > "menyalah-nyalahkan " atau "sok menjadi Tuhan". Tetapi semangatnya
  > > adalah, karena kita care dan karena kasih sayang.
  > >
  > > Di lain sisi, saat kita salah, dan kita ditegur atau dikoreksi oleh
  > > seseorang, sudah sepatutnya kita membuka diri. Setidaknya itu kita
  > > jadikan input untuk kita. Bisa jadi input itu benar, walaupun mungkin
  > > juga salah. Tapi mentalitas open for feedback itu sangat bagus untuk
  > > terus meningkatkan diri kita.
  > >
  > > Mengenai kritik2 atau komentar2 dari teman2 mengenai lepas jilbab itu,
  > > kalau saya menilai bukanlah "mencap" atau "sok menjadi Tuhan". Menurut
  > > saya, kejadian seperti ini memang harus ada yang mengkritisi, karena
  > > kejadian ini tampak di mata masyarakat. Saya justru akan 
  > > mempertanyakan
  > > ke-sensitif- an masyarakat, bila sampai hal seperti ini tidak ada yang
  > > merasa perlu mengkritisi.
  > >
  > > Demikian menurut pendapat saya, dik.
  > >
  > > Mohon maaf bila kurang berkenan.
  > >
  > > Wassalaam,
  > >
  > > -Ning
  > >
  > > From: wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > <mailto:wanita- muslimah% 40yahoogroups. com> 
  > > [mailto:wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > <mailto:wanita- muslimah% 40yahoogroups. com> ] On Behalf Of
  > aishayasmina2002
  > > Sent: Thursday, October 15, 2009 3:46 PM
  > > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > <mailto:wanita- muslimah% 40yahoogroups. com> 
  > > Subject: [wanita-muslimah] Mengoreksi : care atau sok tahu ? (was Re:
  > > Puteri Indonesia 2009, Lepas Jilbab Demi Rambut ( II ))
  > >
  > > Mba Ning,
  > > Lingkupnya beda ya antara ngomentari dan men-cap sesuatu di Indonesia
  > > dengan mengoreksi apalagi urusan safety di lingkup perusahaan.
  > >
  > > Misalnya begini, di satu perusahaan gas cair ada kewajiban bagi setiap
  > > karyawan di area tertentu untuk tidak merokok. Dalam kasus ini, jika 
  > > ada
  > > yang merokok, bukan hanya sekedar dikoreksi, karyawan pelakunya 
  > > mungkin
  > > dipecat, tergantung ketentuan tertulis di perusahaan itu.
  > >
  > > Beda banget dengan kasus seseorang yang berasal dari Aceh tapi lahir 
  > > dan
  > > besar di Jakarta lalu dikoreksi dan dicap tidak beriman karena menang
  > > satu lomba tanpa jilbab, apalagi orang itu tidak berjilbab dalam
  > > kesehariannya, atau mungkin hanya berjilbab di acara2 tertentu saja. 
  > > Di
  > > dalam lomba itu yang katanya dalam lingkup nasional kan tidak ada
  > > kewajiban untuk berjilbab, lalu jika ada sebagian muslim meyakini 
  > > bahwa
  > > jilbab itu wajib, kan ada juga sebagian muslim yang tidak merasa itu
  > > sesuatu hal yang wajib, kenapa harus ribut? Kembali lagi, masalah beda
  > > latar belakang dan pilihan hidup antara orang2 kan berbeda ya mba? 
  > > Tidak
  > > bisa dibandingkan dengan aturan2 dalam satu perusahaan yang menyangkut
  > > safety, kaitannya dengan keselamatan orang lain, semua orang di
  > > perusahaan tersebut. Sama dengan orang yang korupsi bahan2 untuk
  > > membangun satu jembatan atau gedung sekolah misalnya, ketika jembatan
  > > atau sekolah itu ambruk, kaitannya dengan nyawa orang kan? Belum lagi
  > > kerugian ekonomi bagi pengguna jembatan atau sekolah itu.
  > >
  > > salam
  > > AY
  > > --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com
  > <mailto:wanita- muslimah% 40yahoogroups. com> 
  > > <mailto:wanita- muslimah% 40yahoogroups. com> , "Lestyaningsih, Tri Budi
  > > (Ning)" <ninghdw@> wrote:
  > > > Dik Aisha dan mas WIkan,
  > > >
  > > > Mudah-mudahan peribahasa itu tidak kemudian menggiring kita ke sifat
  > > > tidak peduli atau individualistis, sehingga kita tidak mau lagi
  > > > mengoreksi kalau ada teman atau saudara kita yang salah.
  > > >
  > > > Sedikit sharing bahwa peribahasa gajah dan semut itu cukup 
  > > menghambat
  > > > pembudayaan safety di tempat saya bekerja. Kebetulan di tempat saya
  > > > bekerja, saya termasuk salah seorang yang diserahi tugas untuk
  > > > mensupport peningkatan awareness dan culture dalam hal safety. Salah
  > > > satu prinsip yang harus diterapkan adalah : If you see it, you own 
  > > it,
  > > > yang artinya bila kita melihat suatu kekeliruan, maka kita harus
  > > > mengoreksi dengan segera, tidak boleh membiarkan. Menurut saya, ini
  > > > islamiy sekali. Karena dalam islam, kita pun diperintahkan untuk
  > > saling
  > > > mengoreksi dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
  > > >
  > > > Namun demikian, yah begitulah budaya masyarakat Indonesia yang
  > > menganut
  > > > peribahasa gajah dan semut itu. Banyak sekali yang namanya sungkan,
  > > > pakewuh dan sebagainya untuk mengoreksi temannya. Alasannya : "Wong
  > > saya
  > > > juga belum bener, kok..". Di satu sisi, yang dikoreksi juga masih
  > > banyak
  > > > yang merasa "tidak nyaman", dan keluarlah komentar gajah dan semut
  > > tadi.
  > > > Jadi ya susah.
  > > >
  > > > Di tempat saya, semua workforce diencourage untuk tidak pake prinsip
  > > > itu. Justru dengan dia mengoreksi temannya, diharapkan menjadi
  > > dorongan
  > > > untuk mengoreksi dirinya sendiri juga. Itu prinsip yang dipake.. dan
  > > > menurut saya, itu islamiy sekali.
  > > >
  > > > Saya berhusnu zhon pada teman-teman yang mengkritisi masalah jilbab
  > > ini,
  > > > saya yakin mereka bukannya ingin sok tau, sok merasa jadi Tuhan,
  > > > melecehkan dan sebagainya. Saya yakin semuanya berangkat dari rasa
  > > > peduli/care terhadap fenomena ini. Kalau yang lepas jilbab itu bukan
  > > > dari aceh dan bukan puteri Indonesia, mungkin tidak terlalu catchy
  > > buat
  > > > masyarakat. Tetapi karena dua hal di atas, masyarakat akan melihat,
  > > dan
  > > > tentunya sedikit banyak ada impactnya buat mereka. Jadi, tidak ada
  > > > salahnya mengkritisi hal tersebut. Itu menurut saya..
  > > >
  > > > Wallahua'lam bishowab.
  > > >
  > > > Wassalaam,
  > > >
  > > > -Ning
  > >
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > >
  > > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke