nafkah utk istri..? (bag 1)     Jan 22, '08 8:21 AM
for everyone
dari eramuslim..
-------------------------------

Indahnya Menjadi Istri Sesuai Pandangan Syariah
Publikasi: 05/08/2005 09:59 WIB

Assalamu'alaikum Wr. Wb.,

Pak Ustadz yang dirahmati Allah,
Saya sedang menyiapkan dan menterjemahkan ke bahasa Spanyol bahan
ceramah untuk acara Seminar Sehari tentang Pendalaman Islam bagi para
muallaf warga Kuba di Havana, September 2005 mendatang. Akan ada 5
orang pembicara dan saya kebagian membicarakan topik perkawinan dalam
Islam. Mulai dari proses awal menuju akad nikah, hingga menikah,
poligami, dan apabila terjadi perceraian.

Menurut penjelasan Ustadz, tidak ada pembagian gono-gini bagi isteri
yang dicerai oleh suami. Sebab isteri telah mendapat mas kawin sewaktu
akad nikah. Tapi adalah kenyataan hingga zaman sekarang ini, bahwa
begitu banyak pemuda yang hanya mampu membayar mas kawin "di bawah
standard." Paling banter sedikit gram emas dari sepasang anting,
kalung, gelang, cincin, seperangkat pakaian sholat dan Kitab
al-Qur'an. Calon isteri rela, karena memang dia tidak materialistis,
dan ingin memudahkan pernikahan. Bahkan boro-boro akan terlintas di
benaknya tentang perceraian yang mana mas kawin itu berfungsi sebagai
" pesangon" baginya apabila dicerai suami.

Kemudian misalnya, setelah bahu-membahu mengarungi bahtera rumah
tangga selama 25 tahun, lalu si suami bosan (karena isteri kan tidak
mungkin muda terus, akan tua dimakan usia juga kan?) emudian dia
menceraikan isterinya. Apakah si isteri harus pergi dari rumah
suaminya dengan bekal sedikiiit mas kawin itu untuk menyambung hidup
sampai akhir hayatnya? Apakah tidak ada penghargaan atas perannya
sebagai isteri yang membantu suami selama 25 tahun itu?

Pegawai yang di PHK saja diberi pesangon sesuai jabatan dan masa
kerjanya. Apalagi ini lembaga suci, perkawinan islami, masa sih nggak
ada penghargaan bagi mantan isteri? Saya tidak yakin bahwa Islam
memperlakukan wanita seperti itu. Apakah sudah merupakan "harga mati"
bahwa wanita yang dicerai tidak mendapat apa-apa dari harta suaminya?
Kok tidak manusiawi ya?

Saya pernah mendengar ceramah pengajian bahwa bila suami menceraikan
isterinya, maka mantan suami wajib menafkahi mantan isteri sampai si
isteri menikah kembali. Kalau tidak dia menikah kembali, mantan suami
wajib menafkahinya sampai "selesai."

Tolong beri jawaban/tanggapan beserta dukungan ayat-ayat dalam al
Qur'an dan hadist tentang hal ini. Karena pasti hal ini akan
ditanyakan oleh para muallaf itu dan mereka sangat kritis, terlebih
mereka mantan komunis dan sekuler.

Tolong segera dijawab ya pak Ustadz, sebab acara seminar itu sudah
semakin dekat. Terima kasih banyak, Wassalam.

Ny. Flora WP

Jawaban:

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh Al-hamdulillah,
wash-shalatu wassalamu 'ala rasulillah, wa ba'du

Tidak adanya harta pesangon seperti yang anda istilahkan, sebenarnya
tidak masalah. Sebab selain mas kawin bisa dijadikan jaminan, di mana
idealnya bukan hanya sejadah dan mukena, ada kewajiban sepanjang masa
pernikahan itu untuk memberikan nafkah kepada istri. Kewajiban
pemberian nafkah inilah yang seharusnya bisa menjadi uang tabungan
khusus milik istri dan tidak bisa diganggu gugat.

Maksud kami, seorang istri itu kan berhak atas nafkah sehari-hari dari
uang suaminya. Nafkah ini sendiri jangan dipahami hanya sekedar uang
untuk mencukupi kebutuhan belanja keluarga sehari-hari saja. Tapi ada
hak istri untuk menerima nafkah yang merupakan gaji utuh, sebagai
-sebut saja- biaya operational seorang istri. Jadi seorang istri dalam
pandangan Islam, berhak mendapatkan gaji dari suaminya, di luar
kebutuhan rumah tangga. Sebuah gaji yang utuh, mungkin langsung masuk
rekening pribadi istri. Dan semua itu di luar keperluan kebutuhan
sehari-hari. Di luar biaya sewa rumah, cicilan kendaraan, tagihan
rekening listrik, air, telepon, koran atau bayaran sekolah anak.

Biar sedikit lebih tergambar, mari kita buat simulasi kecil-kecilan.
Anggaplah ada seorang istri bernama Jamilah, istri seorang pegawai di
mana suami punya gaji bulanan minimal Rp 5 juta. Ibu muda Jamilah
punya hak utnuk mengajukan anggaran per bulan Rp 5 juta kepada suami.
Dengan rincian, Rp 3,5 juta untuk semua biaya operasional rumah tangga
dan sisanya menjadi hak pribadi istri. Sehingga 'gaji utuh' istri tiap
bulan Rp 1,5 juta. Dalam setahun istri akan punya uang Rp 1.500.000 x
12 bulan = Rp 18.000.000. Dalam 25 tahun uangnya sudah mencapai Rp
18.000.000 x 25 tahun = Rp 450.000.000,-. (baca: empat ratus lima
puluh juta rupiah).

Bisakah anda carikan perbandingan, kira-kira perusahaan apa yang
memberi uang PHK sebesar 450 juta?.

Tinggal masalahnya, mampukah ibu muda kita ini menabung sedemikian
rupa dari uang 'gaji' yang dimilikinya? Atau dia lebih suka
berfoya-foya dengan uang Rp 1,5 juta untuk jalan ke sana ikut arisan
ke sini? Mampukah ibu muda Jamilah ini menahan diri dari sikap hidup
boros seperti umumnya penyakit para wanita?

Jadi inti masalahnya, selama menjadi istri, seorang wanita berhak
menerima 'gaji' dari suami di luar semua kebutuhan rumah tangga.
Sementara di luar gaji, seorang istri masih punya hak untuk tinggal di
rumah suaminya, masih punya hak makan dari uang suaminya, dan demikian
seterusnya. Maka kalau wanita ini pintar, 'gaji' dari suami pasti
utuh. Kalau gaji itu ditabung apalagi didepositokan secara syariah,
pasti hasilnya akan sangat luar biasa.

Yang paling penting dari semua itu, semua uang itu 100% milik istri.
Suami sama sekali tidak punya hak apapun dari uang itu. Kalau suami
mau menceraikan setelah masa pernikahan 25 tahun, secara ekonomi tentu
istri itu sudah sangat mapan, bukan? Kalau sudah demikian, maka pasti
suami akan berpikir berkali-kali sebelum kehilangan seorang istri yang
berduit itu.

Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.

Kirim email ke