BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM  
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]

902 Perdamaian yang Tidak Berkeadilan

Khutbah kedua dalam khutbah Jum'at biasanya ditutup dengan Firman Allah:
-- AN ALLH YAMR BAL'ADL WALAhSN (S. ALNhL, 16:90), dibaca:
-- innaLla-ha ya'muru bil 'adli wal ihsa-n, artinya:
-- Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan

Secara normatif disebutkan di Negara Indonesia ini dianut supremasi hukum. Akan 
tetapi secara praxis(*) di lapangan sungguh menyedihkan tentang carut-marutnya 
hukum, yaitu ketidak samaan hukum antara pejabat tinggi + pemilik modal vs 
rakyat biasa. 
--------------------------------------------------
(*)
Praxis is the process by which a theory, lesson, or skill is enacted or 
practiced. It is a practical and applied knowledge to one's actions. It has 
meaning in political, educational, and spiritual realms, theoretical, to which 
the end goal was truth; practical, to which the end goal was production; and 
praxis, to which the end goal was action
-------------------------------------------------

Persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat 
pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai pengadilan untuk mendapatkan 
keadilan. Dalam kasus Prita Mulyasari harga hukum sama dengan koin recehan. 
Dalam kasus prita ini yang telah di vonis bersalah dan dikenakan sanksi hukum 
membayar RP 204 juta, dapat kita lihat betapa ketidak adilah hukum telah 
terjadi dalam pengadilan. Jaksa begitu gagahnya menuntut dan hakim begitu gegap 
gempitanya mengetukkan palu godam menjatuhkan vonis. Dan pada pihak lain dapat 
kita lihat betapa antusiasnya masyarakat untuk membantu dengan mengumpulkan 
koin recehan.

Syahdan, Rumah Sakit Omni International (RS OI) resmi mencabut gugatan perdata 
kepada Prita Mulyasari. Pencabutan gugatan dilakukan oleh kuasa hukum RS Omni 
Risma Situmorang dan Manager Legal RS Omni Lalu Hadi. Keduanya mendatangi PN 
Tangerang sekitar pukul 10.45 WIB, Senin, 14-12-2009. Mereka kemudian 
memasukkan pencabutan gugatan di Panitera Perdata PN Tangerang. "Kedatangan 
kami ke sini mau menyampaikan pencabutan gugatan perdata atas nama Prita 
Mulyasari. Tujuan pencabutan gugatan perdata karena RS OI beritikad baik ingin 
segera menyelesaikan perkara perdata. RS Omni juga berharap pihak Prita 
mencabut pengajuan kasasi terhadap RS Omni. Kami sudah beritikad baik tidak 
meminta eksekusi putusan. Nah kami berharap kubu Prita melakukan hal yang sama."

Perdamaian yang diusulkan oleh pihak RS OI secara jujur bukanlah atas dasr 
beritikad baik, dan itu adalah perdamaian yang tidak berkeadilan. Mengapa? 
Bagaimana dengan penderitaan Prita yang sudah di tahan 21 hari? Untuk itu 
marilah kita ikuti anekdot yang berikut: 

Tersebutlah konon seorang Badui (bukan yang dari negeri Arab, melainkan yang 
dari Jawa Barat) dalam perjalanannya berjalan kaki kemalaman di sebuah dusun. 
Ia menumpang bermalam pada sebuah rumah di dusun itu. Yang empunya rumah 
menyodorkan bantal ke kepala tamunya itu. Orang Badui itu memindahkan bantal 
tersebut dari kepala ke kakinya. Pagi-pagi keesokan harinya pada waktu 
menyuguhkan sarapan pagi ala kadarnya, yang empunya rumah bertanya kepada 
tamunya itu.
- Sobat, apakah memang demikian adat kebiasaan di kampung tempat asalmu, kedua 
kaki yang berbantal, bukan kepala?
- Sebenarnya adat kebiasaan di kampung asal saya sama juga dengan adat 
kebiasaan orang di sini, kepala yang berbantal. Akan tetapi demi keadilan, 
karena kaki yang penat berjalan kaki sejauh itu, maka kakilah yang harus 
menikmati bantal. Kaki telah lebih banyak melaksanakan kewajibannya, sehingga 
kaki lebih berhak ketimbang kepala diberi berbantal, jawab orang Badui itu.   

Apakah sesungguhnya yang disebut adil itu?! Adil adalah menempatkan sesuatu 
pada tempatnya dan mengeluarkan atau memindahkan sesuatu dari tempat yang bukan 
pada tempatnya. Orang Badui itu  menempatkan bantal itu pada tempatnya yaitu di 
kaki dan memindahkan bantal itu dari kepala yang bukan pada tempatnya, 
berhubung karena kaki lebih banyak menjalankan kewajibannya. Dalam hal ini 
kriteria yang dipakai untuk berlaku adil adalah keseimbangan beban antara 
kewajiban dengan hak.

Tawaran perdamaian dari pihak RS OI adalah perdamaian yang mengabaikan 
keseimbangan beban, yaitu antara beban kerugian fisik dan mental dari pihak 
Prita vs kerugian "nama baik" RS OI. Menurut pengacara Prita, Slamet Yuwono 
kepada the Jakarta Globe:

"Prita is demanding Rp 113 million in material damages and Rp 1 trillion in 
nonmaterial damages.The suit would be filed against PT Sarana Meditama 
International, the parent company of Omni, and doctors Hengky Gosal and Grace 
Hilza Yarlen Nela The Rp 113 million demand is meant to compensate for the bad 
treatment Prita endured at the hospital and the Rp 1 trillion is to seek 
compensation for her 21 days in detention [at Banten women's prison], which 
caused irreparable damage to her life" Secara singkat maksudnya: Prita akan 
menuntut Rp 113 juta untuk kerugian material berupa konpensasi pelayanan buruk 
selama di RS OI dan Rp 1 triliun untuk kerugian non-material, yaitu sebagai 
konpensasi 21 hari dalam tahanan di penjara di Banten yang menyebabkan 
kesengsaraan yang diderita Prita. Gugatan diajukan kepada PT Sarana Meditama 
International induk perusahaan Omni dan para tabib Hengky Gosal and Grace Hilza 
Yarlen Nela.

Alhasil, barulah terjadi perdamaian yang berkeadilan jika dari pihak Prita 
menuntut balik RS OI secara perdata. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 20 Desember 2009
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]

http://waii-hmna.blogspot.com/2009/12/902-perdamaian-yang-tidak-berkeadilan.html

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke