Memahami Jiwa

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Al Qur'an maupun Hadis banyak sekali menyebut manusia, menyangkut status, hak 
dan kewajiban, sifat serta kecenderungannya. Dalam al Qur'an manusia disebut 
dengan nama (1) insan, ins, nas atau unas, (2)  basyar, dan (3) bani Adam atau 
zurriyat Adam. Menurut kebanyakan tafsir, manusia sebagai basyar lebih 
menunjukkan sifat lahiriah serta persamaannya dengan manusia lain sebagai satu 
keseluruhan sehingga Nabipun seperti yang tersebut dalam  (Q/18:110) disebut 
sebagai basyar seperti manusia yang lain, hanya saja kepada Nabi diberi wahyu 
yang membuatnya berbeda dengan basyar yang lain .Sedangkan nama insan yang 
berasal dari kata uns yang berarti jinak, harmoni dan tampak, atau dari kata 
nasiya yang artinya lupa, atau dari kata anasa yanusu yang artinya berguncang 
menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya.Manusia 
dalam pengertian sebagai insan inilah yang memiliki problem-problem kejiwaan, 
karena  kapasitas  dan kualitas jiwa 
 tiap orang berbeda-beda.  Perbedaan manusia antara yang satu dengan yang 
lainnya bisa merupakan perbedaan fisik, bisa juga perbedaan mental dan 
kecerdasan.

Dalam konteks terapan (konseling misalnya), pembahasan yang relevan tentang 
manusia adalah sebagai insan, yakni  pada sisi dalam (jiwa) yang ada pada 
setiap manusia yang mempengaruhi perilakunya, yang mempengaruhi cara berfikir 
dan cara merasanya.

Ada dua status yang disandang manusia seperti yang disebut dalam al Qur'an, 
menggambarkan kebesaran sekaligus kelemahan manusia, yaitu status sebagai 
khalifah Allah (Q/2:30, Q/38:29) dan sebagai hamba Nya atau 'abd Allah 
(Q/2:221, Q/16:77). Dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, manusia adalah 
kecil dan lemah, karena ia hanya sebagai hamba Nya atau 'abd Allah, sedangkan 
dalam hubungannya dengan  sesama ciptaan Allah di muka bumi ini, manusia 
memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, yaitu sebagai KhalifahNya, sebagai 
wakilNya dimana ia diberi tanggung jawab untuk atas nama Tuhan menegakkan 
hukum-hukumNya di muka bumi ini, dan sebagai imbalannya, seluruh isi bumi ini 
diserahkan pengelolaan dan pemanfaatannya untuk manusia.

Jadi manusia menurut al Qur'an adalah besar pada satu dimensi, dan kecil 
menurut dimensi yang lain. Dari dua dimensi yang kontras inilah maka manusia 
dalam merespond suatu masalah terkadang berjiwa besar, sportip, bertanggung 
jawab, siap memberi dan berani, tetapi di kala yang lain ia berjiwa kecil, 
penakut, curang, tidak bertangung jawab dan putus asa. Manusia memang unik, ia 
memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu, baik yang positip maupun yang 
negatip, dan diantara tarik menarik positip-negatip itulah sebenarnya hakikat 
kemanusiaan manusia  diuji kualitasnya.

Fungsi jiwa adalah untuk berfikir, merasa dan berkehendak. Bagaimana kualitas 
ataupun corak kejiwaan seseorang dapat dilihat dari cara berfikir dan cara 
merasanya.  Dalam al Qur'an, aktifitas berfikir dan merasa dihubungkan dengan 
apa yang disebut dengan nafs (jiwa), qalb (hati), bashirah (hati nurani) dan 
'aql (akal), syahwat dan hawa.. Jiwa manusia bekerjanya bersistem, dapat 
disebut sebagai sistem nafsani, dengan akal,hati,nurani,syahwat dan hawa 
sebagai sub sistemnya. 

sumber, http://Mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii
---
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia 
(MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan 
partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau 
http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 
087 8777 12 431.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke