Assalamualaikum
Warohmatullohi Wabarokatuh

Bissmillahirrohmaanirrohiim

Katakanlah:
Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik. QS. At-Taubah (9) : 24.

Cinta
kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta Ala dan keyakinan bahwa kehidupan di dunia
ini suatu saat akan berakhir dan di akhirat nanti masing-masing kita harus
mempertanggungjawabkan setiap detik perjalanan hidup di dunia, memiliki andil
yang sangat besar dalam mengendalikan kecenderungan hawa nafsu.

Suatu
saat terjadi dialog antara Rasululloh Sholollohu Alaihiwassallam dengan
Hudzaifah Radiallahu Anhu. Rasulullah Sholollohu Alaihiwassallam bertanya
kepada Hudzaifah. Ya Hudzaifah, bagaimana keadaanmu saat ini? Jawab Hudzaifah: 
Saat
ini saya sudah benar-benar beriman, ya Rasulullah, Rasul kemudian mengatakan, 
Setiap
kebenaran itu ada hakikatnya, maka apa hakikat keimananmu, wahai Hudzaifah?
Jawab Hudzaifah: Ada dua, ya Rasulullah. Pertama, saya sudah hilangkan unsur
dunia dari kehidupan saya, sehingga bagi saya debu dan emas itu sama saja. 

Dalam
pengertian, saya akan cari kenikmatan dunia, lantas andaikata saya dapatkan
maka saya akan menikmatinya dan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta Ala.
Tapi, kalau suatu saat kenikmatan dunia itu hilang dari tangan saya, maka saya
tinggal bersabar sebab dunia bukanlah tujuan. 

Bila
ia datang maka Alhamdulillah, dan bila ia pergi maka, Innalillaahi wa inna
ilaihi raji un. Yang kedua, Hudzaifah mengatakan, setiap saya ingin melakukan
sesuatu, saya bayangkan seakan-akan surga dan neraka itu ada di depan saya.
Lantas saya bayangkan bagaimana ahli surga itu menikmati kenikmatan surga, dan
sebaliknya bagaimana pula ahli neraka itu merasakan azab neraka jahanam.
Sehingga terdoronglah saya untuk melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan
yang dilarang-Nya

Mendengar
jawaban Hudzaifah ini, Rasul Sholollohu Alaihiwassallam langsung saja memeluk
Hudzaifah dan menepuk punggungnya sambil berkata, pegang erat-erat prinsip
keimananmu itu, ya Hudzaifah, kamu pasti akan selamat dunia akhirat. 

Bila
kita cermati dialog tersebut, paling tidak, ada dua hikmah yang bisa kita
petik. 

Pertama, iman kepada Allah, dengan
mencintai Allah Subhanahu Wa Ta Ala  itu
di atas cinta kepada selain Allah. 

Dan yang kedua, selalu membayangkan
akibat dari setiap perbuatan yang dilakukan di dunia bagi kehidupan yang abadi
di akhirat nanti.

Di
dalam beberapa ayat, Allah Subhanahu Wa Ta Ala menjelaskan tentang sifat-sifat
orang-orang yang muttaqin, mereka diantaranya adalah yang meyakini akan adanya
kehidupan akhirat. Orang yang beriman akan adanya kehidupan akhirat, akan
membuat dia mampu mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya. 

Sebaliknya,
orang-orang yang tidak meyakini akan adanya kehidupan akhirat, Mereka tidak
pernah takut dengan hisab Allah, dan mereka telah mendustai ayat-ayat Allah
dengan dusta yang nyata.

Sebagai
pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan
mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya, dan segala
sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah. Dan Kami
sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab, QS.An Naba 
(78) :26-30

Di
dalam Alquran, Allah Subhanahu Wa Ta Ala mengisahkan dialog sesama Muslim di
akhirat yakni antara Muslim yang ahli surga dengan Muslim berdosa yang masuk
dalam neraka jahanam Muslim yang langsung masuk surga bertanya kepada Muslim
berdosa yang masuk ke dalam neraka. 

Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?, Mereka menjawab: Kami dahulu
tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula)
memberi makan, orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama
dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari
pembalasan, hingga datang kepada kami kematian. QS.Al-Muddatstsir (74) : 42-47

Menurut
Alquran, kebanyakan orang-orang yang kufur adalah mereka yang akhir hidupnya
penuh dengan kemaksiatan. Ini terjadi karena mereka tidak mengimani bahwa
kehidupan mereka akan berakhir di alam akhirat dan mereka harus
mempertanggungjawabkan seluruh aspek kehidupan mereka selama di dunia. 

Dan
berlaku angkuhlah Firaun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang
benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami.
Maka Kami hukumlah Firaun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke
dalam laut.  Maka lihatlah bagaimana
akibat orang-orang yang lalim. QS. Al Qashash (28) : 39-40

Kesombongan
Firaun berakhir saat sakaratul maut. Saat dia menyadari bahwa dia harus
mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Ketika rombongan malaikat yang
bengis-bengis itu mendatanginya saat dia sedang berada di tengah laut, yang
dikisahkan para malaikat itu langsung memukul wajah dan punggung mereka. 

Allah
Subhanahu Wa Ta Ala berfirman: Dan siapakah yang
lebih lalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang
berkata: Telah diwahyukan kepada saya, padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun
kepadanya, dan orang yang berkata: Saya akan menurunkan seperti apa yang
diturunkan Allah. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu
orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para
malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): Keluarkanlah nyawamu. Di
hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu
selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu
selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. QS.Al-An aam, (6) 
: 93

Pada saat sakaratul maut
itu, Firaun menyatakan: Sekarang saya benar-benar beriman dengan Tuhannya Nabi
Musa dan Harun. Namun saat sakaratul maut pintu taubat sudah ditutup. Karena
sudah tidak ada lagi ujian keimanan, sebab yang ghaib termasuk alam dan makhluk
ghaib sudah terlihat nyata. Allah Subhanahu Wa Ta Ala berfirman berfirman, Dan 
Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu
mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah
dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai
oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)". Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu
telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan. QS. Yunus (10) :90 - 91

Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka
Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu
pada hari itu amat tajam. QS. Qaaf,
50 : 22

Dalam
sebuah hadis dikisahkan, suatu ketika pada siang hari, Sayidana Umar Radiallahu
Anhu. berkunjung ke rumah Rasulullah Sholollohu Alaihiwassallam di mana saat
itu Rasul sedang tidur beristirahat, dengan dada telanjang. Ketika beliau
bangun tampaklah pada punggungnya garis-garis merah karena kasarnya alas tidur
beliau yang dibuat dari pelepah kurma. Melihat pemandangan ini, Sayidina Umar
menangis. Beliau yang terkenal keras saat itu luluh hatinya ketika melihat
Rasulullah dalam kondisi seperti itu. Rasul bertanya: Apa yang membuat kamu
menangis wahai Sayidina Umar ? Umar berkata: saya malu ya Rasulullah, engkau
adalah pemimpin kami, engkau adalah Rasul Allah, manusia pilihan, manusia yang
dimuliakan-Nya. Engkau adalah pemimpin ummat, namun engkau tidur di atas alas
yang kasar seperti ini, sementara kami yang engkau pimpin tidur di atas alas
yang empuk. Saya malu ya Rasusulullah, selayaknya engkau mengambil alas tidur
yang lebih dari ini, 

Rasul
menjawab: Apa urusan saya dengan dunia ini? Tidak ada! Urusan diri saya dengan
dunia ini kecuali seperti orang yang sedang mengembara dalam musim panas
menempuh sebuah perjalanan yang cukup panjang, lalu sekejap mencoba bernaung di
bawah sebuah pohon yang rindang untuk sekejap melepas lelah. Setelah itu dia
pun kemudian pergi meninggalkan tempat peristirahatannya. Kata Rasul: haruskah
saya korbankan kehidupan yang abadi hanya untuk bernaung sejenak menikmati itu?
(HR. Ahmad, Ibnu Habban, Baihaqi)

Selain
kisah di atas, ada kisah lain yang layak kita renungkan di mana suatu ketika
Khalifah Umar kedatangan putranya, Abdullah, yang meminta dibelikan baju baru.
Secara spontan saja Sayidina Umar langsung marah sambil mengatakan: Apakah
karena kamu seorang anak Amirul Mukminin lantas kamu ingin bajumu selalu lebih
baik dari anak-anak yang lain ? Jawab Abdullah: Tidak ! Saya khawatir malah
kondisi saya ini akan menjadi fitnah, menjadi bahan cemoohan orang lain di mana
anak Amirul mukminin pakaiannya tidak pernah ganti-ganti, sebab dia hanya 
memiliki
dua baju, di mana bila yang satu dipakai maka yang satu dicuci dan seterusnya.
Sayidina Umar berkata: Baiklah Nak, saya ingin belikan kamu baju baru hanya
saja ayah saat ini tidak punya uang. Untuk itu kamu saya utus menemui Khoolin
Baitul Maal (bendahara negara), sampaikan kepada beliau salam dari ayah dan
katakan pula bahwa ayah bermaksud mengambil gajinya bulan depan untuk
membelikan kamu baju baru. Abdullah langsung menemui bendaharawan negara dengan
mengatakan: Ada salam dari ayah. Dan, ayah minta supaya gaji bulan depan bisa
diserahkan saat ini untuk membelikan saya baju baru. Bendaharawan tersebut
mengatakan: Nak, sampaikan kembali salamku kepada ayahmu, dan katakan bahwa aku
tidak bersedia mengeluarkan uang itu. Tanyakan kepada ayahmu, apakah ayahmu
yakin sampai bulan depan beliau masih menjabat Amirul Mukminin, sehingga berani
mengambil uang gajinya bulan depan sekarang ? Andaikata dia yakin sampai bulan
depan dia masih Amirul Mukminin, yakinkah sampai besok dia masih hidup,
bagaimana kalau besok ia meninggal dunia padahal gajinya bulan depan sudah
dikeluarkan. Mendengar jawaban bendahara negara yang demikian itu, pulanglah
Abudullah segera menemui ayahnya sambil menyampaikan pesan dari bendaharawan
tersebut.

Mendengar
penuturan anaknya, Umar langsung menggandeng tangan anaknya sambil mengatakan,
antarkan saya menemui bendaharawan tadi. Begitu sampai di hadapan bendaharawan
tersebut, Sayidina Umar langsung memeluknya, sambil mengatakan, terima kasih,
saudara telah mengingatkan saya terhadap satu keputusan yang nyaris saja salah.
 

Demikianlah
kisah Sayidina Umar dan masih banyak lagi kisah lain dari perjalanan hidup para
sahabat yang patut kita teladani untuk menghadapi dinamika kehidupan yang terus
berkembang mengikuti perputaran zaman.

Allah Subhanahu Wa Ta Ala
telah mengingatkan tentang bahayanya manusia-manusia yang menjadikan dunia ini
sebagai tujuan hidupnya, Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Maka 
apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat)
telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah
dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang
melihat. Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan
dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). QS. An-Naaziaat (79) 
34 – 39

Maka
berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan
tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan
mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang tersesat
dari jalan-Nyadan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk, QS.An Najm (53) :
29-30

Akhlak
yang dicontohkan oleh Rasulullah Sholollohu Alaihiwassallam dan para sahabat
yang sedemikian mulianya bisa terwujud tiada lain karena adanya benteng
keimanan yang sangat kuat dan kokoh. Semoga kita bisa meneladani apa yang
menjadi perilaku Rasul dan para sahabatnya. Aamiin !

 

Wallahu
a'lam bish-shawab  (sumber) 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke