Faham Salaf , baik secara sejarah maupun kenyataan dalam kehidupan umat Islam sekarang, tampaknya tetap eksis dan berkembang. Para ulamanya jelas figur-figurnya, sedang kitab-kitab karangan mereka pun beredar mendunia. Hal itu tampaknya akan berkembang, karena apa yang mereka sebut da'i-da'i salafi sering mengadakan daurah baik untuk jama'ah mereka maupun sesama da'i secara maraton.
Sebagai catatan tambahan, perlu dikemukakan, Al-Qur'an dan Terjemahnya yang dicetak oleh Kerajaan Saudi Arabia atas perjanjian kerjasama dengan Departemen Agama RI masa KH Munawir Sjadzali MA (sejak sekitar 1987) adalah terjemahan menurut pemahaman Salaf. Di antara cirinya adalah menolak ta'wil. Oleh karena itu, pihak NU (Nahdlatul Ulama) pimpinan Abdurrahman Wahid menolak ketika Jam'iyah itu dihadiahi 2000 kitab terjemahan tersebut tahun 1992. Alasannya, karena terjemahan Al-Qur'an keluaran Saudi Arabia itu dianggap tidak sesuai dengan faham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (versi NU). Hingga Abdurrahman Wahid ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) saat itu berjanji untuk menerbitkan sendiri terjemah Al-Qur'an versi NU. Saat itu Abdurrahman Wahid membentuk lajnah penelitian tentang kesalahan-kesalahan terjemah Al-Qur'an dari Saudi Arabia. Lajnah itu melibatkan Sekjen NU saat itu, Drs Ichwan Sam. Hasil temuan penelitian Lajnah itu tidak mencuat ke masyarakat, demikian pula terjemahan Al-Qur'an versi NU belum terwujud. Sedang Al-Qur'an terjemahan versi Salaf yang NU tolak itu telah beredar di masyarakat selama ini, termasuk di kalangan NU. [Non-text portions of this message have been removed]