http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=250647
Mengapresiasi UGM, ITB, dan UI Oleh Ki Supriyoko Senin, 12 April 2010 Di dalam publikasi mutakhir dewan riset nasional Spanyol, Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC), dalam "Webometrics Ranking 2010 Edition" baru-baru ini terdapat tiga perguruan tinggi Indonesia yang berhasil menembus deretan 1.000 perguruan tinggi terbaik dunia. Ketiga perguruan tinggi itu masing-masing adalah Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta di peringkat ke-562, Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung (ke-661), dan Universitas Indonesia (UI) Jakarta di peringkat ke-815. Meski peringkat yang dicapai ketiga perguruan tinggi (PT) Indonesia tersebut di atas 500, tetapi tetap perlu diapresiasi mengingat, menurut laporan CSIC, seribu perguruan tinggi tersebut merupakan pilihan dari 18.000 perguruan tinggi terbaik dari seluruh penjuru dunia. Bayangkan kalau tidak ada satu pun perguruan tinggi Indonesia dalam daftar 1.000 perguruan tinggi terbaik dunia; masyarakat dunia pasti akan tertawa dan mungkin mencibir karena di negara yang berpenduduk terpadat keempat sedunia, tidak ada perguruan tinggi yang berkelas dunia. Memacu Produktivitas Penentuan peringkat sebuah perguruan tinggi versi CSIC, atau yang lebih akrab disebut dengan "webometrics", memiliki kekhasan tersendiri. Penentuan itu diukur dari keakraban perguruan tinggi yang bersangkutan dengan internet; atau kalau menggunakan bahasa aslinya adalah visibility (V), size (S), rich files (R) dan scholar (Sc). Makin akrab sebuah perguruan tinggi dengan internet, makin tinggi peringkat yang diperolehnya. Ilustrasi konkretnya, makin banyak mahasiswa, dosen, dan keluarga perguruan tinggi mengakses internet, meng-up load dan men-down load, mem-browsing, meng-email, dan sebagainya, maka makin tinggi kemungkinan peringkat yang akan diperoleh. Keadaan ini sangat berbeda dengan publikasi dunia lainnya, Times Higher Education Supplement (THES), yang menentukan peringkat sebuah perguruan tinggi lebih pada kualitas dan kuantitas penelitian yang dilakukan oleh sivitas akademikanya. Kelemahan pemeringkatan perguruan tinggi versi CSIC memang banyak, sebanyak kelemahan pemeringkatan perguruan tinggi versi THES. Kelebihannya pun banyak pula. Salah satu kelebihan versi CSIC adalah pendekatan pada internet yang sekarang tengah menjadi tren masyarakat perguruan tinggi di seluruh dunia. Sekarang ini pembelajaran dengan internet diyakini mendatangkan produktivitas yang tinggi. Itulah sebabnya, perguruan tinggi di negara maju banyak yang sudah mengaplikasi internet based learning (IBL) di dalam sistem perkuliahannya. Materi yang dibahas dalam perkuliahan diambil langsung dari laptop online yang disediakan di ruang kuliah. Dosennya harus siap, mahasiswanya pun harus siap. Kesiapan membahas materi online yang bersifat global dan aktual inilah yang meningkatkan produktivitas pembelajaran. Jangankan di negara-negara maju, beberapa dosen di UGM, ITB, dan UI pun sudah ada yang mengaplikasi metode IBL tersebut. Hal-hal seperti inilah yang mendapat nilai lebih dalam sistem pemerinkaan versi CSIC atau "webometrics". Perlu Diapresiasi Perjuangan UGM, ITB, dan UI untuk menembus deretan 1.000 besar perguruan tinggi dunia memang unik. Ketiga perguruan tinggi itu merangkak perlahan tapi pasti. Tahun 2006 lalu ketiga perguruan tinggi itu masih bertengger di peringkat 900-an, terkecuali ITB yang sudah berhasil menembus peringkat ke-658. Dua tahun kemudian, tahun 2008, ITB melorot peringkatnya ke-844 dan UGM naik ke-734; sementara awal tahun 2010 ini UI naik ke-815, ITB ke-661, dan UGM naik lagi ke-562. Ditembusnya peringkat atas tersebut, kalau dibandingkan dengan 17.000 perguruan tinggi lainnya, tentu menguntungkan perguruan tinggi yang bersangkutan. Mereka lebih mudah melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi mancanegara, meningkatkan posisi tawar akademis, dan sebagainya. Namun, bagi Indonesia pun sangat menguntungkan karena meski tidak representatif untuk keseluruhan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) kita, tetapi ketiga perguruan tinggi itu sedikit banyak telah membawa nama baik Indonesia. Terhadap ketiga perguruan tinggi tersebut sudah selayaknya pemerintah memberi apresiasi sebagaimana pernah diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil menembus deretan 400 besar perguruan tinggi berkelas dunia (world class university) versi THES. Bentuk apresiasinya tidak harus berupa piala atau pemberian Anugerah Anindyaguna sebagaimana yang pernah diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil dalam pemeringkatan THES, tetapi bisa berupa kesempatan menularkan pengalaman keberhasilannya mengakrabi internet kepada pimpinan PTN dan PTS di Indonesia. Menularkan pengalaman mengakrabi internet ini banyak manfaatnya bagi perguruan tinggi lain. Kalaupun tidak sampai mendapat peringkat yang bagus versi "webometrics", setidaknya para mahasiswa dan dosen dapat mengoptimalkan aksesibilitas internet untuk pembelajaran. Syukur-syukur bisa sampai pada penerapan metode IBL! *** Penulis adalah Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta [Non-text portions of this message have been removed]