Latar Belakang Timbulnya Radikalisme
oleh HMNA

Fenomena radikalisme yang belakangan banyak terjadi tidak dapat ditudingkan 
sebagai implikasi dari pemahaman nas-nas Alquran yang literal. "Kekerasan" 
(baca: jihad dengan harta dan nyawa) yang dilakukan umat Islam sesungguhnya 
muncul sebagai reaksi atas ketertindasan dan perlakuan tidak adil yang kerap 
diterima umat Islam. Tak ada asap tanpa api. Seorang Muslim tidak mungkin 
berpangku tangan melihat saudara-saudaranya dizalimi. Ibarat satu tubuh, bila 
ada bagian tubuh yang sakit, maka yang lainnya turut merasakan. Laskar Jihad, 
misalnya, tidak akan repot-repot mengirim anggotanya ke 
Ambon(*), Poso(**), , dll. sekiranya umat Islam di sana tidak dizalimi; Front 
Pembela Islam tidak akan susah-susah merekrut relawan untuk dikirim ke 
Palestina, seandainya ada pihak-pihak yang mau dan mampu mengendalikan perilaku 
barbar bangsa Yahudi; aksi bom syahid dan intifadhah tidak akan ada kalau 
bangsa Palestina tidak diteror secara membabi-buta oleh bangsa Yahudi; dan 
seterusnya dan seterusnya. 

Radikalisme berwujud "terror" di Indonesia, adalah ijtihad meeka yang 
menganggap Indonesia ini adalah Dar al-Harbi, daerah perang. Padahal menurut 
ijtihad yang lain (termasuk yang difahami penulis dan Abu Bakar Ba'asyir), 
Indonesia ini BUKAN Dar al-Harbi. WaLla-hu a'lamu bi shshawa-b.

-------------------------
(*)
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
408. Masalah Ambon dan Maluku Utara

Respons dan sikap ummat Islam sehubungan dengan masalah Ambon dan Maluku Utara 
haruslah dipilah secara "regional", yaitu: Pertama, sikap ummat Islam di daerah 
yang terlibat langsung dalam "perang". (Untuk selanjutnya akan dipakai bahasa 
Al Quran, yaitu qital, yang akar katanya dibentuk oleh qaf, ta dan lam, QTL 
qatala artinya membunuh. Jika dibubuhkan alif diantara qaf dan ta, menjadilah 
QATL qa-tala yang berarti saling bunuh = perang). Kedua, sikap ummat Islam di 
daerah yang tidak terlibat dalam qital. Daerah pertama ialah Ambon dan Maluku 
Utara sedangkan daerah kedua adalah daerah di luarnya.

Untuk daerah Ambon dan Maluku Utara pembahasan harus dimulai dari permulaan 
yang menyulut qital (pembantaian), yaitu pada waktu ummat Islam sedang shalat 
Iyd pada 19 Januari 1999 sekonyong-konyong diserbu dan dibantai oleh gerombolan 
pengacau liar non-Muslim, kemudian ummat Islam diusir meninggalkan tempatnya 
bermukim. Apapun alasannya, apakah itu kesenjangan sosial, lebih-lebih jika itu 
berbau SARA ataupun apakah itu ulah penghasut (provokator) elit politik yang 
bertujuan mengacaukan Sulawesi Selatan (para exodus Muslim etnis Bugis-Makassar 
dari Ambon dan Kupang) untuk mendiskreditkan Habibie yang mempunyai hubungan 
emosional dengan orang Bugis-Makassar, maka bagi ummat Islam yang sedang shalat 
Iyd yang dizalimi di Ambon itu setahun yang lalu, akan merasakan dan meresapkan 
betul dalam hati sanubari akan makna Firman Allah:
-- ADZN LLDZYN YQATLWN BANHM ZHLMWA WAN ALLH 'ALY NSHRHM LQDYR. ALDZYN AKHRJWA 
MN DYARHM BGHYR HQ ALA AN YQWLWA RBNA ALLH (S. ALHJ, 39-40), dibaca: Udzina 
lilladzi-na yuqa-talu-na biannahum zhulimu- wainnaLla-ha 'ala- nashrihim 
laqadi-r. Alladzi-na ukhriju- min diya-rihim bighayri haqqin illa- ayyaqu-lu- 
rabbunaLla-hu (s. alhjj), artinya: 
-- Diizinkan berperang karena mereka dizalimi. Yaitu orang-orang yang diusir 
dari tempatnya bermukim dengan tidak benar hanya karena mereka berkata Maha 
Pemelihara kami adalah Allah (22 : 39-40).
-- KTB 'ALYKM ALQTAL WHW KRH LKM W'ASY AN TKRHWA SYY^N WHW KHYR LKM W'ASY AN 
THBWA SYY^AN WHW SYR LKM WALLH Y'ALM WANTM LA T'ALMWN (S. ALBQRT, 216), dibaca: 
Kutiba 'alaykumul qita-lu wahuwa karhul lakum wa'asa- an takrahu- syay.aw 
wahuwa khayrul lakum wa'asa- an tuhibbu- syay.aw wahuwa syarrul lakum waLla-hu 
ya'lamu waantum la- ta'lamu-n (s. albaqarah), artinya: 
-- Diwajibkan atas kamu berperang padahal itu kamu benci, dan boleh jadi kamu 
benci akan sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu senang akan 
sesuatu tetapi itu buruk bagimu, dan Allah mengetahui, sedang  kamu tidak 
ketahui (2 : 216).

Al Quran adalah ibarat lemari yang di dalamnya terdapat rak-rak yang tersusun 
berisi pakaian yang dapat diambil untuk dipakai oleh ummat yang membutuhkannya 
sesuai dengan "suasana kebatinan" ummat itu. Bagi ummat Islam yang dizalimi 
waktu shalat Iyd setahun yang lalu itu yang cocok dengan suasana kebatinannya 
adalah kedua ayat di atas itu.

Untuk daerah yang diluar Ambon dan Maluku Utara perlu disimak Hadits  yang 
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Nu'man ibn Basyir seperti berikut:
-- ALMW^MNYN FY TRAHMHM WTWADHM WT'AATHFHM KMTSL ALJSD ADZA ASYTKY 'ADHWA 
TDA'AY LH SA^R JSDH BALSHR WALHMY, dibaca: Almu'mini-na fi- tara-humihim 
watawa-dihim wata'a- thifihim kamatsalil jasadi idzasy taka- 'udhwan tada-'a- 
lahu sa-iru jasadihi bissahri walhumma, artinya: 
-- Para mu'min dalam kasih mengasihi, cinta mencintai, tolong menolong, ibarat 
tubuh, jika ada salah satu anggota yang terkena luka, seluruh tubuh ikut 
menderita tidak dapat tidur dan ditimpa demam. (The Messenger of Allah (SAWS) 
said: "The example of the believers in their mutual love, compassion and mercy 
is like a single body.If there is a pain in any part of the body, the whole 
body feels it." [Bukhari, Muslim])

Demam itu membara di Mataram dan meriang kecil di Makassar dalam wujud 
penggeledahan KTP dengan ekses penganiayaan serta "perpeloncoan" disusuh 
merayap, yang dilihat dari segi hukum positif termasuk tindakan kriminal. 
Hendaknya tanpa embel-embel murni, sebab dengan itu mengandung nuansa anak-anak 
kita mahasiswa yang demam itu disamakan dengan preman. Untuk meredam demam ini 
jalan satu-satunya ialah menyelesaikan akar permasalahannya di Ambon dan Maluku 
Utara. Untuk itu sebaiknya ditempuh upaya yang bersifat taktis dan strategis.

Upaya yang bersifat taktis supaya ditempuh oleh pemerintah cq polisi. Buat 
sekat, artinya pisahkan kelompok Muslim dengan non-Muslim. Kemudian batas-batas 
berupa sekat itu dijaga oleh polisi dibantu oleh TNI yang profesional dalam 
arti tidak memihak, tidak menjadi partisan. Status quo ini dipertahankan hingga 
tercapai suasana cooling-down. Termasuk dalam upaya taktis ini adalah segera 
menangkap sumber penghasut, dalang yang menghasut massa non-Muslim untuk 
membantai ummat Islam yang shalat Iyd setahun yang lalu. Supaya tidak salah 
tangkap harus difokuskan kepada yang non-Muslim, elit politik dari partai yang 
tidak berasaskan Islam dan yang tidak berbasis massa Muslim, dengan 
pertimbangan sejahil-jahilnya orang Islam di Ambon itu, ia tidak akan mungkin 
menyuruh membantai ummat Islam yang sedang shalat Iyd setahun yang lalu.

Upaya yang bersifat strategis ialah supaya ditempuh rekonsiliasi "regional". 
Ini yang paling berat. Pendapat Presiden Abdurrahman Wahid bahwa masalah Maluku 
harus diselesaikan oleh orang Maluku sendiri sesungguhnya ada benarnya jikalau 
dalam konteks upaya strategis rekonsiliasi "regional". Yang memegang peran 
dalam upaya rekonsiliasi ini haruslah dalam kalangan ulama, pendeta, 
tokoh-tokoh adat dan masyarakat orang Maluku yang ada di Maluku, bukan mereka 
orang Maluku yang ada di Jakarta atau di Makassar, atau di tempat-tempat lain 
di luar Maluku. Rekonsiliasi yang bersifat protokoler, formal, bahkan yang 
berbau hura-hura seperti menyanyi-menyanyi, menari-menari di luar Maluku 
apapula di Maluku sendiri supaya dihentikan, sebab tidak ada gunanya, berhubung 
tidak menyentuh grass-root.
Firman Allah:
-- LQD JA^KM RSWL MN ANFSKM 'AZYZ 'ALYHI MA 'ANTM HRYSH 'ALYKM BALMW^MNYN R^WF 
RHYM (S. ALTWBT, 128), dibaca: Laqad ja-akum rasu-lum min anfusikum 'azi-zun 
alayhi ma- 'anittum hari-shun 'alaykum bilmu'mini-na rau-fur rahi-m (s. 
attawbah), artinya: 
-- Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu, yang amat 
berat "dirasakan" olehnya akan derita kamu serta harap akan keimananmu, lagi 
sangat kasihan dan penyayang kepada orang-orang yang beriman (9 : 128).

Jiwa ayat di atas itu ialah masyarakat hanya akan mendengarkan seruan 
pimpinannya, hanya jika pimpinannya itu dari kalangan mereka yang ikut 
menderita, ikut menjadi korban qital dari konflik horisontal. Sebab berat mata 
memandang, lebih berat bahu memikul. WaLla-hu a'lamu bi shshawa-b.

*** Makassar, 30 Januari 2000
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2000/01/408-masalah-ambon-dan-maluku-utara.html

------------------------------------
(**)
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
724 Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu.

Poso dihuni dua kelompok besar pemeluk agama. Daerah pinggir Poso Kota dan 
pegunungan dihuni penduduk asli, suku Toraja, Manado, dan lain-lain. Mereka 
beragama Kristen Protestan dengan pusatnya di Tentena, pusat Sinode Gereja 
Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Daerah Poso Pesisir kebanyakan dihuni oleh 
pendatang Bugis, Jawa, Gorontalo, dan penduduk asli. Agama mereka Islam. 
Pemeluk Katolik hanya sedikit, termasuk Tibo Cs yang datang dari Flores.

Vonis mati dijatuhkan Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001, diperkuat 
Pengadilan Tinggi Sulteng, 17 Mei 2001, dan Mahkamah Agung, 21 Oktober 2001. 
Penolakan grasi dari presiden 9 November 2005. Pengajuan kembali perkara (PK) 
telah dilakukan, tetapi dianggap tidak benar. Menurut ahli hukum, PK boleh 
diajukan bila syaratnya memang terpenuhi.

Ir. Lateka adalah mantan pejabat di Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah. Dia adalah 
pimpinan "perang" Kelompok Merah yang membakar pemukiman dan membunuh 
masyarakat Muslim di Poso Pesisir pada 23 Mei 2000. Pada hari itu Tibo Cs yang 
setelah menyerang dan merusak beberapa kelurahan, ternyata ketahuan oleh massa 
Muslim berlindung dan terperangkap dalam kompleks Gereja Santa Maria. Segera 
kompleks itu dikepung oleh massa. Tibo Cs bernegosiasi dengan polisi agak lama 
dan alot, akhirnya polisi melepas Tibo Cs melalui pintu belakang kompleks 
mengikuti rombongan penghuni kompleks yang dievakuasi. Massa Muslim yang 
jumlahnya makin banyak menjadi naik pitam lalu merusak dan membakar kompleks, 
karena polisi membiarkan Tibo Cs lolos, 

Pada 2 Juni 2000, Lateka dan pasukannya masuk Poso Kota, setelah menelpon 
Kapolres Baso Opu bahwa Lateka akan masuk Poso pada malam itu juga. Kapolres 
yang berasal dari Selayar ini menyarankan agar Lateka mengurungkan niatnya, 
tetapi Lateka tidak perduli. Dia datang dengan massa dalam jumlah besar, dengan 
menggunakan truk dan mobil mikrolet. Sasarannya adalah membumi-hanguskan Poso 
Kota. Di Kayamanya, mereka dihadang oleh Jamaah Majelis Dzikir Nurul Khairaat 
dan para santri pimpinan Habib Shaleh Alaydrus serta penduduk setempat, 
sehingga terjadi pertempuran sengit di depan masjid di Kelurahan Kayamanya itu. 
Sekitar 1 jam pertempuran itu terjadi, dan tiba-tiba terdengar pekik Allahu 
Akbar yang keras disertai robohnya kedua orang pimpinan Kelompok Merah, yaitu 
Lateka dan Paulina. Pasukan Merah mundur, setelah tahu kedua pemimpinnya itu 
menemui ajalnya oleh pasukan Habib Shaleh. Saat itu sudah sangat pagi, sekitar 
jam 06.15 Wita. 
   
Setelah Lateka menemui ajalnya, di Tentena berlangsung konsentrasi massa yang 
sangat besar di sebuah lapangan sepak bola. Saat itu, dibacakan "surat wasiat" 
dari Lateka yang menunjuk Tibo sebagai pimpinan Kelompok Merah. Maka saat 
itulah, Tibo resmi menjadi pimpinan Kelompok Merah. Sebagai tambahan informasi, 
jaksa agung muda Prasetyo dalam wawancara di AN TV menyebutkan latar belakang 
Fabianus Tibo yang pernah menjadi residivis karena membunuh 4 orang Muslim atas 
dasar masalah agama !!!

Puluhan istri dan anak-anak mengaku bahwa suami dan ayah mereka digantung dan 
dipenggal di depan mata kepala mereka, lalu mayatnya dibuang ke sungai Poso. 
Semuanya menunjuk Tibo, Dominggus dan Marinus. Korban Muslim di Tagolu dan 
sekitarnya itu dibantai oleh pasukan Tibo. Ditemukan di baruga (tempat 
pertemuan)  di Desa Tagolu, banyak sekali tali bekas gantungan dan bekas darah 
orang diseret dan sudah mengering. Ada kuburan massal yang berisi 19 mayat. Ada 
yang tinggal kepala, ada yang hanya kaki, tangan dan ada yang masih utuh. Tibo 
Cs juga menyerang dan membunuh warga Muslim di Pesantren Walisongo dan 
sekitarnya. Pesantren Walisongo dibakar habis dan penghuninya dibunuh. Pada 
pembantaian dan pembakaran ini banyak saksi hidup yang melihat Tibo Cs sebagai 
penjagal. Pesantren Walisongo terletak di Kilometer 9 menuju Tentena dari arah 
Poso Kota.

Pantaslah kalau ketiga PENJAGAL POSO itu dihukum mati karena perbuatannya. 
Penolakan grasi dari presiden 9 November 2005 kepada Tibo Cs, itu sudah 
memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Itulah peristiwa penting dan pahit dalam Kerusuhan Poso. Mereka sudah 
didamaikan atas prakarsa HM Yusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudoyono di Malino, 
Sulawesi Selatan. Salah satu butir kesepakatan dalam Perdamaian Malino adalah 
proses hukum bagi yang bersalah berjalan terus. Mengingat itu kasus Tibo Cs 
mestinya tidak diposisikan sebagai subjek  tunggal. Dilihat dari latar 
belakangnya, riwayat hidup dan tingkat pemahaman terhadap konflik yang terjadi, 
dapat dipastikan sangat tidak mungkin Tibo Cs sebagai otak (aktor intelektual), 
melainkan hanya sekadar sebagi operator lapangan. Tibo Cs menunjuk 16 orang 
tokoh, terutama dari pihak Tentena.  

Setelah Tibo bernyanyi tentang 16 nama dalam Kerusuhan Poso, Tibo Cs kembali 
melantunkan nyanyian baru pada 15 April 2006 di Lapas Kelas II A di Jalan Dewi 
Sartika Palu, soal keterlibatan Majelis Sinode GKST di Tentena dalam konspirasi 
dgn Yahya Patiro untuk cari jabatan sebagai Bupati Poso saat itu, yang 
berakibat Kerusuhan Poso. "Saya tidak tahu mengapa (mereka yang memegang 
jabatan di Majelis Sinode) tidak pernah diperiksa polisi," kata Tibo dalam 
wawancara eksklusif dengan sejumlah wartawan. "Saya katakan bahwa sebelum kami 
turun ke Poso, kami didoakan di halaman GKST oleh para pendeta," kata dia 
meyakinkan. Senada dengan nyanyian Tibo, Dominggus juga bernyanyi: "Bagaimana 
mereka tidak terlibat kalau mereka yang mendanai dan memimpin doa saat suruh 
kita pergi baku bunuh," katanya. Dengan nada bicara meledak-ledak, Dominggus 
bahkan mendesak polisi segera menangkap Yahya Patiro, yang menjabat sekretaris 
daerah Poso saat itu. "Saat itu saya berada di kantor GKST dan mengangkat 
telepon dari Yahya yang mencari Tungkanan. Karena Tungkanan tidak ada di 
tempat, Yahya kemudian menitip pesan supaya Tungkanan menghalangi jalan (Trans 
Sulawesi) yang akan dilalaui pasukan TNI dari arah Palopo, Sulawesi Selatan," 
katanya. "Justru dia itu (Yahya Patiro) yang mau cari jabatan hingga Poso jadi 
bagini," timpal Marinus Riwu. Berita sepenting ini tidak muncul di Koran KOMPAS 
! Padahal beberapa hari sebelum nyanyian itu KOMPAS cukup rajin menampilkan 
artikel yang mendukung "pembebasan" Tibo! Nyanyian baru Tibo Cs ini diberitakan 
oleh Republika dan Media Indonesia. 
Untuk Republika di 
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=243803&kat_id=375
Untuk Media Indonesia di http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=96740

Hasil nyanyian Tibo Itu perlu dituntaskan untuk memenuhi rasa keadilan, 
sehingga memang sebaiknya eksekusi Tibo Cs ditunda, untuk dijadikan saksi dalam 
pengusutan. Tentu saja dengan tidak mengganggu-gugat keputusan hukuman mati 
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan ditolaknya grasi mereka 
ketiganya oleh Presiden RI. Artikel-artikel tentang "pembebasan" Tibo yang 
dimuat di Kompas itu sungguh-sungguh menyinggung rasa keadilam masyarakat.

Khutbah kedua dalam khutbah Jum'at biasanya ditutup dengan S. An Nahl, 90: 
-- AN ALLH YWaMR BAL'ADL WLAhSAN, dibaca: innaLlaha ya'muru bil 'adli wal 
ihsa-n, artinya:
-- Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan kebajikan (16:90). WaLlahu 
a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 23 April 2006
   [H.Muh.Nur Abdurrahman] 
http://waii-hmna.blogspot.com/2006/04/724-fabianus-tibo-dominggus-da-silva.html





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke