Tindakan Hukum Tegas Sedangkan, Pelaksana Tugas Direktur Wahid Institute, Rumadi, menyatakan tidak ada solusi pasti untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan agama oleh seorang atau sekelompok orang. Sebab, Islam tidak mengenal adanya sistem kerabian, seperti yang dianut Yahudi atau Katolik, sehingga setiap orang berhak mengartikan dan mengimplementasikan agama tersebut sesuai kepentingannya.
Menurut dia, satu-satunya cara untuk membatasi ruang gerak orang-orang yang mengatasnamakan agama untuk kepentingannya, termasuk terorisme, yakni memperkuat aturan dan tindakan hukum yang tegas. Meski demikian, Rumadi tidak setuju dengan penggunaan istilah membajak agama. "Kalau pakai istilah membajak agama saya kira tidaklah. Kalau memanfaatkan agama, iya," ujarnya kepada SP, Jumat (28/8). Sebelumnya, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH A Mustofa Bisri yang akrab dipanggil Gus Mus mengingatkan, gerakan garis keras transnasional yang mengatasnamakan Islam di Indonesia dapat mengancam integritas dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gerakan yang berkedok partai politik (parpol) dan organisasi masyarakat (ormas) dengan paham ekstrem, upaya-upaya menegakkan idealisme pribadi atau kelompok kepada masyarakat, merupakan ancaman serius bagi Indonesia yang khas dengan pluralitasnya. Gus Mus menegaskan, meski 82 persen rakyat Indonesia memeluk Islam, bukan berarti menjadi landasan untuk mengaplikasikan dakwah, karena akan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. "Pemaknaan pesan Alquran yang brutal dan hanya dipakai sebagai pembenaran untuk berkelahi, menghakimi orang lain, menyakiti, apalagi sampai menelan korban jiwa, merupakan ancaman serius bagi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan praktik serta tradisi keberagamaan bangsa Indonesia," tegasnya. salam