BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]

927 Hari Lahirnya Pancasila

Hari lahirnya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sehari kemudian 18 
Agustus baru lahir UUD-1945. Dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD-1945 secara 
substansial dimuat Pancasila. Dikatakan substansial karena kata Pancasila tidak 
secara explisit (tegas) disebutkan dalam UUD-1945. Itu artinya Pancasila secara 
konstitusional lahir pada 18 Agustus 1945. Kata Pancasila terdiri dari dua kata 
dari Sansekerta: paƱca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Kata 
atau nama Pancasila itu diucapkan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 
1 Juni itu, katanya: 
"Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, 
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya." 
Jadi Pancasila lahir pada 18 Agustus 1945, sedang yang terjadi pada 1 Juni 1945 
adalah "nama" Pancasila. 

Secara sistem Pancasila menurut konsep Bung Karno berbeda dengan Pancasila 
menurut UUD-1945. Silakan simak uraian di bawah dengan hati yang jujur dan 
terbuka.

Sebuah meja yang daunnya di lantai, keempat kakinya menjulang ke atas disebut 
meja terbalik. Kalau keempat kaki itu dicopot lalu dijadikan dua pasang yang 
paralel masing-masing dipasang tegak lurus, lalu daunnya dipasang miring, 
menjadilah mainan luncur-luncuran anak-anak. Jadi walaupun substansi 
bagian-bagiannya sama tetapi susunannya berbeda maka secara sistem benda itu 
berbeda. Meja berbeda dengan meja terbalik, berbeda dengan mainan 
luncur-luncuran. Demikian pula bermacam-macam kue bahannya sama, tepung, gula 
dan mentega, namun karena meramunya berbeda menghasilkan kue yang berbeda.

Jadi secara substansial Pancasila menurut konstitusi berbeda dengan konsep 
Pancasila menurut Bung Karno, sebagaimana halnya meja berlainan dengan mainan 
anak-anak, berlainan dengan meja terbalik, pembuktian di persidangan menurut UU 
berbeda dengan pembuktian terbalik. 

***

Ummat Islam yang tidak pernah meninggalkan shalat wajib dalam 24 jam 
sekurang-kuranguya 5 kali bersumpah:
-- AN ShLATY WNSKY WMhYAY WMMTY LLH RB AL'ALMYN, dihaca: inna shala-ti- 
wanusuki- wamahya-ya wamamati- lilla-hi rabbil 'a-lami-n, artinya:
-- Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah 
Pemelihara semesta alam.

Sudah berulang kali dikemukakan dalam kolom ini bahwa ada dua jenis nilai, 
yaitu yang mutlak dan relatif. Nilai agama yang bersumberkan wahyu kebenarannya 
adalah mutlak karena bersumber dari Maha Sumber Yang Maha Mutlak. Nilai budaya 
adalah suatu kebenaran relatif. Ia diterima sebagai kebenaran atas kesepakatan 
bersama suatu bangsa. Dengan demikian berdasar atas hirarki nilai, maka nilai 
budaya dengan demikian harus ditempatkan di bawah nilai wahyu. Pancasila adalah 
nilai budaya yang diterima oleh bangsa Indonesia secara konstitusional sebagai 
kesepakatan.

Boleh jadi Bung Karno menyadari akan sumpahnya di dalam shalat, sehingga pada 
waktu dirumuskan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, ia menerima perubahan 
menempatkan substansi Ketuhanan dalam nomor satu, kemudian substansi 
Kemanusiaan, barulah substansi Kebangsaan.

Substansi keempat dalam Pancasila juga diwarnai oleh nilai wahyu. Bukan 
Kedaulatan Rakyat (demokrasi) Yunani Kuno yang hanya sebatas untuk yang bukan 
budak. Bukan pula demokrasi barat yang sekuler (secula artinya dunia, bermakna 
pemisahan antara negara dengan agama, scheiding tussen kerk en staat). 
Demokrasi di Indonesia adalah: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat 
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Ummat Islam di Indonesia dapat 
menerima demokrasi yang demikian itu, bukan hanya sekadar karena berdasar atas 
kesepakatan, namun lebih dari itu, kata kunci dalam sila keempat itu yakni 
musyawarah berasal dari bahasa Al Quran, yang dibentuk oleh akar: syin-waw-ra, 
artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makanan lebah sari bunga yang 
bersih, madunyapun bersih dan bergizi. Demokrasi itu menurut nilai wahyu harus 
menghasilkan sesuatu yang seperti madu, bukan kedaulatan rakyat yang 
menghasilkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai wahyu, bukan kedaulatan 
rakyat hasil proses separuh tambah satu, bukan suara rakyat adalah suara Tuhan.

Sayangnya dalam batang-tubuh UUD-1945, substansi kebangsaan masih dalam urutan 
nomor satu, mengikuti konsep dari Bung Karno. Alhasil supaya sinkron antara 
Pembukaan dengan Batang Tubuh, perlu sekali mengadakan amandemen UUD-1945 
mengenai urutan Bab-Bab dan Pasal-Pasalnya dalam batang tubuh UUD-1945. WaLlahu 
a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 13 Juni 2010
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2010/06/927-hari-lahirnya-pancasila.html

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke