BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]

929 DPR Supaya Segera Membahas Revisi KUHP

Akhirnya Ariel dan insya-Allah akan menyusul lawan mainnya yaitu Luna Maya Cut 
Tari yang sebelumnya diduga keras berbuat mesum berzina telah dijadikan 
tersangka.  Bukti-bukti permulaan sudah cukup kuat untuk dijaring dengan UU 
Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Pornografi. Istilah yang digunakan 
Metro TV "mirip" artis,  "Itu keliru, karena kalau mirip, berarti sudah pasti 
bukan Luna Maya, Ariel dan Cut Tari," demikian menurut Prof. Ahmad Ali.

Pelaku porno-aksi itu memang patut dijadikan tersangka. Foto berbeda dengan 
film atau gambar hidup. Coba perhatikan roda sepeda yang berputar. 
Terali-teralinya seakan-akan bersambung. Itu adalah akibat sifat penglihatan 
manusia. Benda yang didepan mata masih akan terlihat beberapa detik setelah 
benda itu tidak ada lagi di depan mata. Itulah hakekat gambar hidup, yang 
terjadi dari beberapa frame foto yang bersambung. Kalau foto yang tidak 
bergerak memang mudah dimanipulasi, namun gambar bergerak yang terdiri atas 
ribuan frame foto atau gambar mati secara bersambung mana mungkin dimanipulasi.

Porno aksi itu hanya merupakan puncak gunung es dari kemesuman kehidupan seks 
bebas para artis. Terbuktilah pula ketidak-benaran alasan yang dikemukakan oleh 
yang anti UU Pornografi yang menyatakan KUHP sudah cukup, tidak perlu lagi UU 
Pornografi. Mengapa? Pelaku kasus mesum itu tidak bisa dijaring KUHP. Mengapa? 
Untuk itu baiklah kita kemukakan dahulu cuplikan dari Seri 757, yang berjudul 
"Melindungi Perempuan? Revisi KUHP, bukan UU Perkawinan", bertanggal 10 
Desember 2006.
http://waii-hmna.blogspot.com/2006/12/757-melindungi-perempuan-revisi-kuhp.html

"Pada tanggal 5 Des 2006 secara mendadak, Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia 
Farida Hatta, dipanggil ke istana. Ia diminta menyiapkan revisi UU Perkawinan 
dan Peraturan Pemerintah soal perkawinan, karena SBY menilai UU maupun PP 
tentang perkawinan belum memberikan perlindungan bagi kaum perempuan.

Mengapa yang harus direvisi harus UU Perkawinan? Lain yang gatal, lain yang 
digaruk. Justru yang harus direvisi dalam konteks perlindungan gadis-gadis 
adalah KUHP. Untuk membicarakan hal ini kita mulai dahulu dengan pemahaman 
privasi! Apa itu privasi? Dalam bingkai apa dan di bumi mana? Pengertian 
privasi atau keleluasaan pribadi menjadi rancu, karena umumnya orang tidak 
menyadari bahwa kakinya berpijak di Indonesia, tetapi kepalanya di Eropah. 
Privasi itu menurut kepala Eropah adalah bagian dari humanisme agnostik. 
Demikian liberalnya, berdasarkan atas filsafat humanisme agnostik ini, sehingga 
demi privasi, itu kekuasaan negara cq kehakiman berakhir di ambang pintu masuk 
kamar tidur. Di dalam kamar tidur, siapapun tidak berhak mengganggu privasi 
orang-orang ataupun pasangan yang ada di dalamnya, kecuali jika salah seorang 
ataupun keduanya dari pasangan itu isteri atau suami seseorang. Yang laki-laki 
melanggar privasi suami perempuan teman sekamarnya dan yang perempuan melanggar 
privasi isteri laki-laki teman sekamarnya itu. Pemahaman privasi yang demikian 
itu terikut masuk ke Indonesia melalui Wetboek van Straftrecht voor 
Nederlandsch Indie. Setelah kita merdeka, menurut pasal VI UU 1946 no.1, diubah 
menjadi Wetboek van Strafrecht, atau (K)itab (U)ndang-Undang (H)ukum (P)idana. 

Pemahaman privasi itu kita jumpai dalam KUHP pasal 284. Secara tersurat  adalah 
pelanggaran bermukah, yaitu perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan 
perempuan yang sudah kawin, bahasa Makassarnya, assangkili', bahasa Belandanya 
"overspel" (keliwat main), dan itupun cuma delik aduan. Dan secara tersirat 
adalah pelanggaran privasi. Oleh sebab itu polisi tidak dapat  menangkap orang 
yang berzina jika suami perempuan berzina itu atau isteri  laki-laki yang 
berzina itu tidak berkeberatan. Gadis yang hamil karena berzina dengan seorang 
jejaka, tidaklah dapat ia mengadukan musibah kehamilannya itu ke polisi, 
berhubung gadis itu tidak punya suami ataupun jejaka itu tidak punya isteri 
yang akan berkebaratan. KUHP tidak melindungi perempuan. Justru inilah yang 
harus diubah, bukan UU Perkawinan." Demikian cuplikan itu.

Mengapa Rancangan Undang Undang tentang Revisi KUHP yang disusun oleh 
Departemen Kehakiman dan HAM, saat ini belum dibahas di DPR ?

Berbeda dengan KUHP yang berlaku, di dalam revisi KUHP ini delik permukahan dan 
perzinaan diatur secara rinci. Dalam Pasal 419 secara rinci diatur bahwa 
permukahan dapat dipidana, bukan lagi delik aduan, jika laki-laki yang berada 
dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan 
istrinya atau sebaliknya (butir 1a dan 1b); laki-laki yang tidak terikat dalam 
perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang berada dalam ikatan 
perkawinan, atau sebaliknya (butir 1c dan 1d). Terhadap laki-laki dan perempuan 
yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan 
persetubuhan, bisa dipidana sesuai Pasal 420 (1).

Rancangan Undang Undang tentang Revisi KUHP yang disusun oleh Departemen 
Kehakiman dan HAM itu supaya segera dibahas di DPR, sebab perzinaan dan 
perselingkuhan sudah sangat merajalela dan terang-terangan seperti sekarang 
ini. Perlu sanksi hukum yang keras sebagai shock therapy. 

-- WLA  TKRBWA ALZNY ANH KAN FhSyt WSAa SBYLA (S. ASRY, 17:32), dibaca: wala- 
taktabu zina- innahu- ka-na fa-hisyatan wa sa-a sabi-lan, artinya:
--  Dan janganlah kamu menghampiri zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu 
perbuatan yang keji dan jalan jang jahat. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 27 Juni 2010
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2010/06/929-dpr-supaya-segera-membahas-revisi.html


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke