"Abdul Muiz" wrote:
Biarlah yang muda berpikir kritis dan logis bahwa yang namanya ide atau faham 
pasti ada irisan positifnya dengan faham lain. Biarlah generasi mudah belajar 
sendiri memilah dan memilih mengembangkan nalarnya apalagi sudah memiliki 
aqidah yang kuat, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
########################################################################
HMNA:
Supaya anak muda dapat bernalar harus pula disuguhkan kepada mereka bahan-bahn 
untuk dapat berpikir kritis. Bahan-bahan itu antara lain marxisme, trik-trik 
neo-marxisme dan aqidah. Dan yang perlu diwaspadai, ialah tidak semua bahkan 
kebanyakan generasi muda kontemporer terbius oleh narkoba "hura-hura".
************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
341. Partai-Partai Politik yang Berdasar Marxisme yang Pernah Ada di Republik 
Indonesia

Seri 338 tgl. 6 September 1998 yang berjudul: Bingkai Reformasi mendapat 
tanggapan melalui deringan-deringan telepon. Ini sehubungan dengan penggalan 
tulisan seperti berikut: 
"Reformasi bukanlah revolusi. Reformasi tidaklah menebas secara penuh serta 
membuang sama sekali semua nilai, produk zaman yang silam. Reformasi ialah 
meneruskan yang baik, meluruskan yang menyimpang, memperbaiki yang salah, 
menambah yang kurang dan membuang yang lebih dalam bingkai nilai yang telah 
disepakati secara nasional." 

Yang ditanggapi ialah meneruskan yang baik dari produk zaman yang silam. Mereka 
bertanya, yang manakah yang baik yang harus diteruskan dari Orde Baru. Sedianya 
Seri ini bernomor-urut 339, untuk menjawab tanggapan deringan itu. Namun 
sengaja ditunda dua nomor dengan pertimbangan tanggal 27 September 1998 hari 
ini lebih dekat ke hari pemberontakan Gerakan 30 September 1965 oleh Partai 
Komunis Indonesia, 33 tahun yang lalu. Ada baiknya generasi muda sekarang ini 
diberikan informasi tentang partai-partai politik yang seasas dengan PKI, yang 
mungkin kurang diketahui oleh generasi muda kita itu tentang partai-partai 
politik yang berdasar Marxisme yang pernah hidup dalam negara Republik 
Indonesia.

Kembali kepada deringan telepon tadi, saya jawab dengan ayat yang telah saya 
kutip dalam Seri 338: WLA YRJMNAKM SYNAN QWMN 'ALY ALA T'ADLWA A'ADLWA HW AQRB 
LLTQWY  (S. Al MAaDT, 8), dibaca: wala- yarjimannakum syana.a-nu qawmin 'ala- 
allaa- ta'dilu- i-dilu- huwa aqrabu littaqwa- (s. alma-idah), artinya: 
Janganlah karena kebencianmu atas suatu golongan sehingga kamu tidak berlaku 
adil, berlaku adillah karena keadilan itu lebih dekat kepada ketaqwaan (5:8).

Janganlah karena ketidak senangan kepada Orde Baru membuat orang tidak berlaku 
adil. Jangan sampai kebaikan seseorang ditutupi oleh rasa benci. Kalau kita mau 
adil, haruslah dengan jujur mengakui bahwa ada jasa Pak Harto bersama-sama 
dengan masyarakat yang anti komunis menyelamatkan Republik Indonesia dari 
cengkeraman komunisme. Inilah yang dimaksud dengan meneruskan yang baik dari 
produk zaman yang silam. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati 
meninggalkan belang. Anti komunis, itulah gading Soeharto, KKN itulah belang 
Soeharto. Itu baru namanya adil, menimbang sama rata, menimbun sama tinggi, 
menggali sama dalam, menempatkan sesuatu pada tempatnya, mengeluarkan sesuatu 
dari yang bukan tempatnya. 

Ketetapan MPR mengenai Marxisme dilarang di Indonesia harus tetap dipertahankan 
oleh bangsa Indonesia, oleh karena Das Kapitalnya Karl Marx walaupun memang 
mengenai ekonomi, akan tetapi berlandaskan atas filsafat historische 
materialisme, teori pertentangan kelas yang dialektis, radikalisme, dan sikap 
atheis yang memandang agama itu candu bagi rakyat. (Insya-Allah akan dikuliti 
nanti Marxisme dalam kolom ini). Maka perlu sekali Orde Reformasi menolak 
sekeras-kerasnya unjuk-rasa yang menyamaratakan untuk membebaskan semua napol, 
yang tidak memilah mana napol yang komunis, mana napol uang bukan komunis.

Berikut ini partai-partai politik yang berdasarkan Marxisme:

Partai Komunis Indonesia periode I, dipimpin oleh Muso, dihancurkan oleh Divisi 
Siliwangi setelah pemberontakan Madiun 1948. Pusatnya di Moscow ibu kota Uni 
Sovyet. Disebut Marxisme Leninisme, karena diterapkan oleh Lenin. Menerima 
Marxisme sebagai dogma.

Partai Komunis Indonesia periode II, dipimpin oleh Aidid, dihancurkan setelah 
pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Pusatnya di Peking (sekarang dieja 
Beijing), ibu kota Republik Rakyat Cina. Disebut Marxisme Maoisme, karena 
diterapkan oleh Mao Tse Tung (sekarang dieja Mao Tse Dong). Menerima Marxisme 
sebagai dogma.

Partai Murba didirikan oleh Tan Malaka. Pernah memberontak dipimpin oleh 
Chairul Saleh, yang dikenal sebagai gerombolan pengacau Merapi-Merbabu komplex. 
Disebut Marxisme Trotzkisme, karena diterapkan oleh Trotzky. Juga menerima 
Marxisme sebagai dogma. Berbeda dengan Marxisme Leninisme dan Marxisme Maoisme 
yang menempuh gerakan terpusat secara internasional, maka Marxisme Trotzkisme 
bersifat gerakan nasional, artinya tidak perlu terpusat secara internasional.

Partai Sosialis Indonesia (PSI). Menerima Marxisme sebagai ajaran (leer) bukan 
sebagai dogma. Mereka lebih suka dengan istilah wetenschappelijke socialisme, 
sosialisme ilmiyah. Walaupun sama-sama Marxisme, PSI ini berbeda dengan PKI, 
bahkan mereka bermusuhan dalam kancah politik. PSI menghendaki tujuan partai 
harus dicapai secara parlementer melalui Pemilu, sedangkan PKI dengan jalan 
revolusi apabila secara parlementer tidak tercapai. Dalam lapangan politik PSI 
yang walaupun dasar dan tujuannya berbeda dengan Masyumi, namun karena cara 
kedua partai itu untuk mencapai tujuan sama, yaitu secara parlementer melalui 
Pemilu, maka PSI berjinak-jinakan dengan Masyumi, bahkan pernah bersama-sama 
duduk dalam kabinet pemerintahan. Karena kurang mendapat suara dalam Pemilu 
tahun 1955 mereka Para pemimpin PSI mengejek dirinya sendiri dengan: Wij zijn 
officieren zonder soldaten (kami ini perwira tanpa prajurit), tetapi mereka 
juga mengejek NU yang mendapat banyak suara di Jatim dengan: Zij zijn soldaten 
zonder officieren (mereka itu para prajurit tanpa perwira). Para pemimpin PSI 
bangga karena mereka umumnya kaum terpelajar jebolan barat. Itulah sebabnya 
gerangan setelah Soeharto mendirikan Orde Baru,  maka secara individual dari 
tokoh-tokoh PSI inilah, yang umumnya bermadzhab Berkeley, yang diterima oleh 
Soeharto konsep strategi pembangunannya, yang berat ke atas, menumpuk pada 
konglomerasi perusahaan dan industri padat modal, sehingga membuahkan buah 
pahit, yaitu KKN, perekonomian keropos ke bawah, yang akhirnya bermuara pada 
serba krisis yang kita alami sekarang ini.

Sebagai tambahan informasi, setelah Bung Karno banting stir ke kiri, Partai 
Nasional Indonesia pecah dua menjadi PNI-Asu dan PNI-Osa Usep, maka Marhaenisme 
ajaran Bung Karno diplesetkan menjadi kependekan dari 3 nama orang pencetus 
dasar filsafat yang menjadi landasan komunisme yaitu Marx-Haegel-Engels. Ini 
untuk mengejek PNI-Asu yang bermesraan dengan PKI. Asu adalah kependekan dari 
nama 2 orang yaitu Ali Sastro Amidjojo dan Surachman. PNI yang dipimpin oleh 
Osa Maliki dan Usep yang anti komunis menyelamatkan PNI dari pengaruh 
komunisme. Tragedi pecah dua itu berulang kembali pada partai anak dari PNI 
ini, yaitu PDI(*). WaLla-hu a'lamu bishshawab. 

*** Makassar, 27 September 1998.
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/1998/09/341-partai-partai-politik-yang-berdasar.html
----------------------------------
(*)
update:
PDI pecah lagi menjadi PDI dan PDIP. PDI ditelan oleh Pemilu, hingga sekarang 
tidak exist lagi. PDIP disusupi sekarang oleh neo-marxisme dari kelompok 
Budiman Sudjatmiko, yang orang tuanya Muslim taat di Bogor. Budiman Sudjatmiko 
tatkala "diserap" oleh PDIP adalah Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD). 
Budiman Sudjatmiko dan Faisal Reza, yang kemanakan Tosari Wijaya, menjadi 
Sekjen PRD, merupakan reklame yang baik sekali untuk memikat para remaja dan 
mahasiswa Muslim dengan slogan palsu: "Seorang marxist dapat saja menjadi 
Muslim yang baik."  Jadi tidak heran kalau sejenis Ribka Tjiptaning 
Proletariati, yang penulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI" adalah anggota PDIP.

##################################################################

 

----- Original Message ----- 
From: "Abdul Muiz" <mui...@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, July 04, 2010 20:42
Subject: Re: mesttinya ranggas <= Re: [wanita-muslimah] FPI Akan Bongkar Patung 
Naga di Kota


mbak Mia bisa aja :) ngeles vs konsisten.

menurut hemat saya :

1). Apakah pertemuan itu memang pertemuan pengembangan komunis? ya belum tentu, 
memang benar bahwa yang diajak bertemu adalah anggota keluarga ex PKI, kita 
harus jujur dan tidak ada salahnya berbaik sangka, bahwa mereka selama ini 
diperlakukan lalim oleh pemerintah, dimarginalkan secara sistemik oleh negara, 
sudah saatnya untuk menghentikan sikap tidak adil ini. Saya masih ingat, saat 
testing masuk PNS atau Pegawai BUMN pada era orde baru dulu selalu ada yang 
namanya screening test (bersih lingkungan) kalau Calon pelamar mengaku ada 
anggota keluarganya terlibat langsung atau tidak langsung dengan OT (organisasi 
terlarang tidak cuma PKI tetapi juga Masyumi) maka dapat dipastikan tidak akan 
lulus. Ini jelas tidak fair jauh dari adil sebagaimana seruan Qur'an. Orang 
yang bersalah (PKI) tidak boleh ditanggung oleh anak cucunya yang lahirnya saja 
setelah peristiwa PKI. Ini jelas pelanggaran HAM yang amat jelas. Bahwa soal 
marxism memang meninggalkan phobi
 pada kalangan tua, tetapi apa ya seharusnya kalangan muda dipaksa mewarisi 
generasi tua yang memang memiliki pengalaman berbeda. Biarlah yang muda 
berpikir kritis dan logis bahwa yang namanya ide atau faham pasti ada irisan 
positifnya dengan faham lain. Biarlah generasi mudah belajar sendiri memilah 
dan memilih mengembangkan nalarnya apalagi sudah memiliki aqidah yang kuat, 
tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kecuali generasi muda ini dianggap domba 
yang tersesat. Jadi menurut saya terlalu dini mengangap pertemuan Riebka dan 
Rieke (anggota DPR) dengan anggota ex keluarga PKI di Banyuwangi merupakan 
pengembangan marxism. Sudah saatnya Pemerintah bersikap adil dengan 
mengembalikan hak warga negaranya sendiri yang terampas, diperlakukan lalim.

2). Bandingkan dengan maklumat terang2an dari beberapa pihak, HTI yang
ingin mendirikan khalifah islam, FPI , PKS dll yang ingin menerapkan
syariat Islam. Syariat islam itu adalah mencerahkan dan membebaskan, bukan 
membelenggu seperti ide yang diusung oleh HTI (nah di WM ini saya kira banyak 
teman-teman kita yang menjadi simpatisan HTI dan PKS, semoga ada sharing yang 
bermanfaat). Islam menurut saya adalah jalan hidup yang menjadi basis moral 
dalam berperilaku, kalau hanya mengutamakan kulit maka akan terjebak yang 
namanya politisasi, yakni akan terjadi kecenderungan agama akan dijual dengan 
harga yang sedikit. Kalau ide khalifah ala HTI diterapkan maka bubarlah NKRI, 
padahal founding father sudah meletakkan konsensus final bahwa Indonesia adalah 
NKRI dengan dasar negara Pancasila. Nah kalau PKS berjuang dalam wadah NKRI 
tunduk secara konstitusi adalah sah-sah saja mengusung ide-ide apapun, toh 
bukan untuk membubarkan NKRI, kalau ada ide-ide yang bolong dan kurang pas dari 
mereka tinggal diteriaki atau disoraki ramai-ramai, toh PKS sekarang 
bermetamorfosa menuju partai terbuka.

3). Tindakan FPI bukan hanya melanggar keamanan, tapi sekaligus juga melanggar 
agama, anti amar makruf nahyi munkar. Ya, saya setuju penilaian seperti ini 
mbak Mia. Media amar makruf nahi mungkar itu banyak, tidak hanya menjadi 
parlemen jalanan yang bawa pentungan dan main pukul sambil teriak takbir 
segala. Ada dakwah dengan media buku, contoh keteladanan perilaku akhlaq mulia, 
ceramah yang isinya menyejukkan, optimalisasi media massa, jurnal ilmiyah, 
kampanye damai tanpa merusak, membuat film islami, dll media dakwah tentu masih 
banyak yang belum dioptimalkan.

yang no 4 biar mbak Mia saja yang mengulas.

Wassalam
Abdul Mu'iz

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke