255. Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang tetap hidup, Yang kekal 
selama-lamanya mentadbirkan/mengurus (sekalian makhlukNya). Yang tidak 
mengantuk usahkan tidur. Yang memiliki segala yang ada di langit dan yang ada 
di bumi. Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat / pertolongan di sisiNya 
melainkan dengan izinNya. Yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan 
apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sesuatu pun 
dari (kandungan) ilmu Allah melainkan apa Yang Allah kehendaki (memberitahu 
kepadanya). Luasnya Kursi Allah (ilmuNya dan kekuasaanNya) meliputi langit dan 
bumi; dan tiadalah menjadi keberatan kepada Allah menjaga serta memelihara 
keduanya. dan Dia lah Yang Maha Tinggi (darjat kemuliaanNya), lagi Maha Besar 
(kekuasaanNya).
256. tidak ada paksaan dalam dien / ugama (Islam), kerana sesungguhnya telah 
nyata kebenaran (Islam) dari kesesatan (kufur). oleh itu, sesiapa yang tidak 
percayakan taghut / brhala, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya 
ia telah berpegang kepada simpulan / tali  ugama yang teguh yang tidak akan 
putus. dan (ingatlah), Allah Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui.
[QS 2:255,256]

***************************************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
003. Interaksi Iman dan Ilmu, Pencemaran Thermal

Antara tumbuh-tumbuhan di pihak yang lain dengan manusia dan binatang di pihak 
yang lain membentuk sistem yang dalam ungkapan bidal Melayu lama berbunyi: 
Seperti aur dengan tebing, atau dalam ungkapan modern yang canggih bunyinya: 
Mutualis simbiosis, suatu ekosistem saling menghidupi dan menghidupkan. Aur 
yang tumbuh di tebing mendapat zat-zat yang dibutuhkan tanaman untuk bertumbuh. 
Akar-akar aur menusuk ke dalam tanah di tebing untuk dapat mengisap zat-zat 
yang dibutuhkannya itu. Di pihak yang lain tebing mendapatkan manfaat dari 
akar-akar rumpun aur, tebing menjadi kuat, tidak mudah terban (tidak pakai g).

Untuk dapat hidup, manusia dan binatang harus mengisi perut, makan dan minum 
dan mengisap udara, bernafas. Tujuan makan bukan untuk kenyang, karena itu 
hanya sekadar kesan saja, melainkan makan pada hakekatnya adalah mengisi tubuh 
dengan bahan bakar. Dan bernafas bukan hanya sekadar menghirup udara segar 
supaya tidak mati lemas, melainkan mengisi tubuh dengan oksigen dari udara. Di 
dalam tubuh manusia dan binatang terjadilah reaksi kimia yang disebut oksidasi. 
Reaksi kimia ini menimbulkan panas dan proses tersebut disebut respirasi. 
Demikianlah tubuh manusia dan binatang menjadi panas, dan panas ini 
dipertahankan suhunya oleh suatu sistem yang musykil dalam tubuh manusia dan 
binatang, yaitu sistem pengatur suhu. Menarik nafas artinya memasukkan oksigen 
ke dalam tubuh, sedangkan mengeluarkan nafas artinya membuang sampah hasil 
pembakaran ke udara. Sebenarnya yang dibuang ke udara itu pada hakekatnya hanya 
sejenis yang berupa sampah dan yang lain tidak dipandang sampah. Yang pertama 
adalah karbon dioksida, zat asam arang, CO2. Yang kedua adalah air dalam bentuk 
uap. Air yang berasal dari mengeluarkan nafas ini dapat dilihat jika kita ada 
di tempat dingin. Uap air itu mengembun di udara berupa titik-titik air yang 
halus, kelihatannya seperti asap putih atau kabut.

CO2 ayang dihasilkan/dikeluarkan dari tubuh manusia dan binatang merupakan 
polutan, zat pencemar yang mencemarkan udara. Pencemaran udara oleh CO2 ini 
bukan semata-mata dari manusia dan binatang saja, melainkan, dan ini yang lebih 
banyak, berasal dari budak-budak tenaga, energy slaves. Tidaklah 
berperi-kemanusiaan, jika manusia memperbudak sesamanya manusia. Akan tetapi 
oleh karena pada dasarnya manusia suka memperbudak, maka manusia memperbudak 
binatang, tenaga otot binatang dimanfaatkan untuk bekerja. Setelah James Watt 
mendapatkan mesin uap, maka manusia memproduksi budak-budak tenaga secara 
massal, yaitu mesin-mesin yang dayanya lebih besar dari daya otot binatang. Dan 
mesin-mesin ini menghasilkan CO2 jauh lebih banyak ketimbang CO2 yang berasal 
dari manusia dan binatang. Sehingga sangat perlu sekali dilaksanakan birth 
control terhadap budak-budak tenaga ini. Mengapa? Oleh karena CO2 ini adalah 
zat pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran thermal, thermal pollution. 
Bumi jadi panas, suhunya naik, es di kutub utara dan selatan mencair, air laut 
naik, maka terjadilah banjir yang akan lebih hebat dari banjir di zaman Nabi 
Nuh AS. Dan naiknya permukaan laut ini bukan teori omong kosong, betul-betul 
naik menurut hasil intizhar atau observasi. 
 
Mengapa CO2 itu menjadi penyebab pencemaran thermal, informasinya seperti 
berikut: Lapisan udara yang mengandung CO2 yang banyak, menyebabkan permukaan 
bumi ditutupi oleh lapisan CO2. Ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Di 
tempat yang beriklim dingin, jika ingin menanam buah-buahan dan sayur-sauran 
yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi dari suhu udara luar, maka buah-buahan 
dan sayur-sayuran itu ditanam di dalam rumah kaca. Gelas atau kaca adalah zat 
bening, radiasi matahari yang disebut photon gampang menerobos masuk. Photom 
itu memukul molekul-molekul udara dalam rumah  kaca. Getaran molekul udra itu 
dipacu oleh photon itu, maka bertambah intensiflah getaran molekul udara itu, 
yang membawa kesan fenomena naiknya suhu udara, karena itulah udara bertambah 
panas. Kaca adalah penghantar panas yang jelek. Maka terperangkaplah panas itu 
dalam rumah kaca. Photon mudah menerobos masuk, namun setelah tenaga radiasi 
itu sudah ditransfer menjadi tenaga panas dalam rumah kaca, gelombang panas 
tidak/kurang mampu menerobos keluar. Inilah efek rumah kaca. Juga CO2 adalah 
zat bening mudah ditembus photon. Juga CO2 adalah zat pengantar panas yang 
jelek. Maka terperangkaplah gelombang panas dalam ruang antara lapisan CO2 
dengan permukaan bumi, seperti halnya gelombang panas dalam rumah kaca.

Demikianlah seriusnya gejala alam berupa naiknya suhu di permukaan bumi ini, 
atau globalisasi thermal ini, maka Allah SWT memberikan informasi kepada ummat 
manusia sejak lebih 14 abad yang lalu. Berfirman Allah SWT dalam Al Quran, S. 
Yasin, ayat 80 sebagai berikut:
-- Alladzie ja'alalakum minasysyajari-lakhdhari naaran faidzaa antum minu 
tuuqiduun. artinya: Yaitu Yang menjadikan bagimu api dalam (zat) hijau pohon 
maka dengan itu kamu dapat membakar.

Sepintas lalu secara common sence, kita menjumpai pertentangan antara akal 
dengan wahyu. Akal kita mengatakan, bahwa api itu atau yang dibakar itu bukan 
dari pohon yang hijau, melainkan dari kayu-kayuan dan daun-daunan yang kering 
berwarna coklat. Memang pepohonan hijau dapat terbakar dalam bencana alam 
berupa kebakaran hutan, tetapi penjelasan ini tidak relevan, karena ayat itu 
menjelaskan "kamu" membakar, maksudnya dengan sengaja membakar. Kebakaran hutan 
terjadi karena ketidak sengajaan. Ada kitab tafsir yang mencoba menjelaskan 
bahwa ada sejenis pohon  yang dapat dijadikan kayu bakar, walaupun masih hijau. 
Tetapi akal kita mengatakan bahwa menurut qaidah bahasa Arab, bentuk mudzakkar 
(laki-laki) asysyjaru-lakhdhar dalam ayat di atas menunjuk kepada pohon secara 
keseluruhan, bukan hanya sekadar sejenis pohon. Kalaulah yang dimaksud hanya 
sejenis, atau sebahagian pohon, maka harus memakai bentuk muannats (perempuan), 
yaitu asysyaratu-lkhadhraau. Jadi penafsiran dalam kitab tafsir trersebut 
tidak/belum dapat memecahkan permasalahan adanya pertentangan antara akal 
dengan wahyu. Ada yang menempuh pendekatan majazi (kiasan, metaphor), yaitu 
hijau dimaknai dengan "subur".

Berangkat dari pendekatan majazi hijau dimaknai dengan "subur", maka tidak 
perlu ilmu bantu. Namun berangkat dari tekstual murni Akhdhar (hijau) 
betul-betul hijau, maka bertolak dari tekstual murni tsb ditempuhlah pendekatan 
kontekstual, yakni dalam konteks sains (ilmu fisika, kimia, botani) dijadikan 
ilmu bantu. Para penganut kelompok JIL sangat gandrung pendekatan kontekstual 
dan mengejek "fundis" yang pakai pendekatan tekstual. The textual approach, 
tends to view the phenomena merely on the level of core element. On the other 
hand, the contextual approach reduces the substantial element, for it tends to 
view the phenomena on the level of periphery. As a matter of fact, 
methodologically speaking, this combined-approach, the textual as well as the 
contextual approach enables men to obtain the holistic picture of the phenomena 
and to escape from its distorted-meaning.

Namun masih ada upaya lain dengan paradigma seperti dijelaskan dalam Seri 001, 
yaitu akal harus tunduk pada wahyu. Kalau terjadi pertentangan antara akal 
dengan wahyu, maka akal harus mengalah. Seperti telah dijelaskan dalam Seri 
001, akal membutuhkan informasi untuk berpikir. Akal harus mengalah kepada 
wahyu, oleh karena dalam keadaan yang demikian itu adalah suatu isyarat bahwa 
akal membutuhkan informasi yang lebih canggih untuk dapat merujuk akal itu 
kepada wahyu. Dan informasi ini bersumber dari ilmu fisika, kimia, botani 
dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan.

Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir menjadi tenaga 
radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari 
matahari. Sinar gamma itu mengalami penyusutan energi karena menembus lapisan 
matahari itu. Setelah sampai di bagian luar sinar yang telah berdegradasi 
energinya itu dikenal sebagai photon, lalu memancar ke sekeliling matahari, 
antara lain menyiram permukaan bumi. 

Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di 
dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di 
antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang disebut khlorophyl, 
zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = 
daun). Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga 
photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar 
hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam 
proses photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan 
photon, dihasilkan makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya 
melalui proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang dan budak-budak 
tenaga, makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari udara berubahlah pula 
menjadi CO2 dan air. Demikianlah sterusnya daur atau siklus itu berlangsung. 
Photosynthesis - CO2 dan air - respirasi - makanan, bahan bakar, dan oksigen. 
Jadi tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia 
dan binatang mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2. 

Secara gampangnya asysyajaru-lakhdhar itu adalah pabrik makanan / bahan bakar 
dan oksigen. Bahan mentahnya adalah air dan CO2. Mesin pabrik adalah photon dan 
proses dalam pabrik yang mengolah air dan CO2 menjadi makanan / bahan bakar dan 
oksigen disebut proses photosynthesis (sintesa atau penyusunan oleh photon). 
Makanan dibakar dengan oksigen dalam tubuh manusia, oksigen dihisap dari udara, 
demikian pula bahan bakar dibakar dengan oksigen dalam mesin-mesin pabrik. 
Oksigen disedot dari udara. Itulah ma'na minasysyajari-lakhdhari naaran faidzaa 
antum minhu tuuqiduun. Demikianlah ilmu fisika, kimia, botani dengan 
pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan membantu kita untuk dapat memahami S. 
Yasin, ayat 80 dengan baik, memberikan informasi yang cukup bagi akal kita, 
sehingga menghilangkan pertentangan antara akal dengan wahyu.

Alhasil, jika informasi itu cukup lengkap bagi akal, akan hilanglah 
pertentangan antara akal dengan wahyu. Pemakaian istilah asysyjaru-lakhdhar, 
zat hijau pohon dalam Al Quran lebih tepat dari istilah ilmiyah khlorophyl, zat 
hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja, 
melainkan pada seluruh bagian pohon asal masih berwarna hijau, mulai akar yang 
tersembul asal masih hijau, dari batang asal masih hijau, cabang asal masih 
hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah yang masih hijau.
  
Dari S. Yasin, ayat 80 itu, dengan penjelasan berupa informasi dari ilmu 
fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu 
bantu untuk dapat mengerti wahyu dengan baik dan jelas, dapatlah kita lihat 
bagaimana pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam 
tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim 
kemarau. Akan tetapi, dan ini yang lebih penting, adalah untuk terjadinya daur: 
tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, yang membutuhkan CO2 - manusia dan binatang 
penghasil CO2, yang membutuhkan oksigen. Maka terjadilah seperti yang 
diungkapkan oleh bidal Melayu lama: seperti aur dengan tebing, mutualis 
simbiosis.

Demikianlah uraian interaksi iman dan ilmu dalam ruang lingkup daur CO2 dan 
oksigen dalam pengetahuan lingkungan khusus globalisasi pencemaran thermal dan 
pentingnya hutan. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 3 November 1991
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/003-interaksi-iman-dan-ilmu-pencemaran.html



----- Original Message ----- 
From: "F e r o n a" <cakefe...@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, July 20, 2010 20:29
Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah Tidak Tidur



Pak Sabri,

Senang membaca uraian panjang lebarnya tentang agama. Soal teman saya itu,
saya yakin dia tidak beragama dan kalau ditanya soal tuhan, jawabnya tuhan
baginya antara ada dan tiada, sulit baginya memastikan .. itu jawab
terakhirnya.

Dan saya tidak lagi bertanya lebih lanjut. Biarlah itu jadi urusannya
sendiri ... :)



-- 
Salam Manis,
F e r o n a
http://www.goldoven.com


2010/7/20 TEdJO stSabri <x1...@gmx.com>

>
>
> Dear Ferona,
>
> sejauh ini saya baik-baik saja, walaupun sering henk :D
>
> Kayaknya ada yang sedikit pandangan tentang kawan anda, dia sangat
> religius, kini tidak beragama. Kupikir sangat mungkin seseorang TIDAK
> BERAGAMA Tapi RELIGIUS. Diluar definisi umum Religi = Agama, Religius =
> Beragama. Bagiku sangat mungkin seseorang religius tanpa meyakini satu
> agama-pun, sebagaimana pernah disinyalir oleh ibnu Sinna dalam kitab "al
> Isyarah ..." Secara Pribadi saya sendiri pernah mengalami sebuah periode
> ini, dimana enggan melakukan ritual Agama, tapi sama sekali tidak kehilangan
> Keyakinan Terhadap Gusti Allah, diskusi dengan Gusti Allah (kelihatannya
> seperti Ngomel wong Gusti Allah gak menjawab secara verbal) dikala duduk
> diatas klothok (perahu tradisional khas banjarmasin, barang yang sama di
> samarinda namanya ketinting). dikala berdiri diatas Tumpukan batu bara di
> jaman bergaul dengan dunia hitam itu: (Quit dari dunia batu bara karena
> dilarang Istri).
>
> IMHO, tidak ada hubungan antara Religius dan beragama. Agama adalah sebuah
> Jalan, sebuah Petunjuk, sebuah Guidance. Dalam dunia Ibarat, banyak manusia
> bisa memahami arah tanpa kompas, mengerti jurusan tanpa peta. Masyarakat
> Jawa sebelum Islam masuk, sudah mengenal Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang
> Widhi, artinya masyarakat Jawa sudah Tauwhid sebelum Islam masuk, sehingga
> tidak mengeharankan bila Islam sebagai Agama Tawhid dengan cepat diterima
> masyarakat Jawa. Dan sangat banyak masyarakat lain di permukaan bumi ini
> sudah ber-Tauwhid sebelum "agama" sampai pada mereka.
>
> Tidak sedikit gejala, masyarakat beragama MenuHankan agama itu sendiri
> sehingga "seakan-akan" Tuhan= Agama. CMIIW, kaum Krsitiani menyatakan :
> Tidak akan sampai pada "Bapa" tanpa melalui "Anak. Kaum Muslim juga memiliki
> Aroma ini, Tidak akan sampai pada Tujuan yang benar Tanpa "syahadat". Dalam
> Pikiran Nakal saya, sering terpikir, aroma ini menyempitkan "Kebesaran
> Tuhan". Gusti Allah jauh lebih besar dari sekedar Agama, Tuhan Lebih Agung
> dibanding segala jenis ritual.
>
> Dalam skala pemikiran manusia, tidak pantaskah seorang Mahatma Gandhi
> menikmati Surga (?)
>
> "..." ana al-Haq
>
> wassalam
> ./STS

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke