Sang Perintis, silahkan click : http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsprograms/2010/02/13/4668/Sang-Perintis
Info: Sang Perintis Metro Files / Sabtu, 13 Februari 2010 20:36 WIB Ini adalah sebuah film tentang dua tokoh perintis pers nasional, Tirto Adhi Soerjo dan Rohana Koeddoes. Keduanya dipisahkan oleh tempat dan dekade yang berbeda, namun mewakili spirit pembebasan bagi masyarakatnya. Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo (Blora, 1880–1918) adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia , dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia . Namanya sering disingkat T.A.S. Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan Sarikat Dagang Islam. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli. Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara). Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia , dan meninggal dunia pada 17 Agustus 1918. Di Sumatra Barat, hampir pada periode yang sama, Rohana Koeddoes (lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, 20 Desember 1884 – meninggal di Jakarta, 17 Agustus 1972 pada umur 87 tahun) juga merintis karirnya sebagai jurnalis. Ia adalah perdiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia . Rohana hidup di zaman yang sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Pada zamannya Rohana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan. Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda. Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan. Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama “ Rohana School ”. Rohana School sangat terkenal muritnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga dari daerah lain. Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda. Rohana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan. Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api. Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan . Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang , ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera. Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya. http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/ Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ [Non-text portions of this message have been removed]