On Mon, 23 Dec 2002 23:55:28 +0700 Akhmad Bukhari Saleh [ABS] wrote:

> > Bicara release and discharge tidak bisa dilepaskan dari MSAA, krn
> > ini mrpkan eksekusi dari perjanjian antara pemerintah dg para
> > konglomerat. Ini produk yg dihasilkan dari jaman 4 tahun yl, semasa
> > Pak Habibie, dan isinya memang bau busuk :-)
> 
> Ketika itu kondisinya jauh berbeda dengan perkembangannya pada
> belakangan hari. Antara lain semangat reformasi masih tinggi.
> "Takut"nya orang untuk dianggap tidak reformis masih cukup ada,
> sekarang semua sudah tahu reformis atau tidak tergantung duitnya.

:-)
 
> Dengan latar-belakang kontekstual sedemikian, perlu dipahami bahwa
> sebetulnya tadinya tidak ada masalah hutang swasta pada pemerintah.

Bukan hutang dari swasta ke pemerintah Pak, tp hutang swasta ke swasta
asing.
Hutang pemerintah (g2g) sendiri tidak terlalu jadi masalah, walau besar
akan tetapi jangka waktu pengembaliannya panjang. Hutang swasta saat itu
rata-2x berjangka pendek, dan hebatnya berani dilakukan tanpa swap
(terlalu mengandalkan kpd jaminan pemerintah bhw kurs konversi adalah
fixed).

> Sebenarnya yang berhutang pada pemerintah saat itu bisa
> kelompok-kelompokkan antara mana yang memang menjadi banyak berhutang
> karena betul-betul korban krisis moneter (terutama karena melonjaknya
> nilai tukar devisa) walaupun bisnisnya sebetulnya beres, dan mana yang
> menjadi banyak berhutang pada negara karena bisnisnya kotor (apalagi
> yang lalu juga memanipulasi BLBI).

Setuju dg yg ini.
 
> Juga saat itu masih bisa dibedakan antara mana yang memang
> sungguh-sungguh beriktikad mau bayar hutangnya (walaupun sulit
> setengah mati) dan mana yang yang beriktikad buruk untuk, melalui
> permainan mafia hukum, tidak membayar hutangnya.

Yg ini juga setuju.
 
> Bahkan saat itu masih bisa dibedakan dalam satu group bisnis, (seperti
> group Salim, group Bob Hasan, group Astra, dsb.), mana anak perusahaan
> yang bisnisnya "putih" dan mana yang "hitam".

Kwik Kian Gie sudah berkali-kali nulis di koran soal ini, bahkan
dibukukan 'kalau saya jadi konglomerat'. Pak Sumitro Djojohadi bbr kali
ngomong soal hutang Indonesia yg sangat mengkhawatirkan, sudah lampu
kuning katanya, padahal informasi yg beliau miliki adalah soal hutang
pemerintah saja (krn saat itu kita tdk punya catatan soal hutang swasta,
tidak ada kewajiban itu krn kita menganut paham devisa bebas).
 
> Langkah pemerintah waktu itu rasanya cukup tepat, karena memang tidak
> ada pilihan lain kalau tidak mau terjadi chaos. Benarnya langkah itu
> juga terbukti dari turunnya nilai tukar US $  yang tadinya pernah
> mencapai Rp.15.000 sebelum ada program penjaminan itu (karena tidak
> ada sama sekali kepercayaan pada mata-uang sebagai instrumen
> berbisnis), nilai tukar itu turun berangsur-angsur sejak ada program
> penjaminan, sampai pernah serendah Rp.6.000 di akhir masa Habibie
> (karena pulih kepercayaan bahwa kertas yang kita pegang di tangan
> kita, yang berbentuk uang tunai itu, atau buku cheque bank, maupun
> sertifikat deposito, ternyata ada nilainya, bisa buat beli barang,
> bisa buat beli US $, dsb. setelah di jamin oleh pemerintah).

Saya mengerti bahwa tindakan itu situasional, dan itu mungkin pilihan
terbaik yg terpikirkan pada saat itu. Cuma stl kita tahu situasinya (stl
itu barulah ada kewajiban kepada pihak swasta utk mendaftar semua
hutang-2x nya, shg kita punya gambaran yg lbh lengkap thd hutang yg kita
miliki), mestinya kita melakukan langkah antisipasi.

Tindakan BLBI pun mestinya sejalan dg waktu diperbaiki, mesti
ditambahkan kriteria yg bisa mendapatkan BLBI dan juga harus ada batas
waktunya. Krn salah satu dampak BLBI adalah BI harus terus menerus
mencetak uang tanpa jaminan (bond) yg cukup, dampak pencetakan uang yg
terus menerus adalah inflasi yg tinggi (kita sudah mengalaminya di jaman
Sukarno di tahun 1960-an, artinya kita punya sejarah yg bisa jadi
pengalaman).
 
> Kemudian juga, penanganan masalah-masalah hutang ini pada pengadilan
> amburadul. Akhirnya yang beriktikad baik membayar hutang, melihat
> contoh betapa murahnya membayar polisi, jaksa dan hakim, ketimbang
> membayar hutangnya, jadi ikut-ikutan nggak mau bayar hutang. 

Ah mafia pengadilan, kejaksaan memang bikin sedih saja :-(
 
> > Selama 4-tahun eksekusi MSAA berupa release and discharge selalu
> > ditunda-tunda eksekusinya (oleh Pemerintah), entah dg alasan apa,
> > sampai BPPN yg ngurusi hal itu sudah hampir habis masa tugasnya.
> > Kalau skr kita tunda lagi, maka urusan ini tidak akan pernah selesai
> > (mungkin bisa jadi alasan bagi BPPN utk memperpanjang masa
> > tugasnya), padahal masih banyak tugas yg harus dilakukan pemerintah.
> > Penundaan masalah ini hanya memperkuat image 'tidak adanya kepastian
> > hukum di Indonesia', dampaknya adalah tidak akan ada lagi investor
> > yg mau melakukan investasi lagi di negara ini. 
> > 
> > Pendapat saya, selesaikan saja urusan busuk ini segera, shg punya
> > waktu memikirkan kebijakan baru yg sejauh mungkin menutupi dampak
> > negatif dari perjanjian ini. Penundaan lbh banyak rugi dpd
> > untungnya. 
> 
> Setuju 100%
> Untuk pelaksanaannya, tinggal kembali saja ke penggolongan para
> penghutang menurut kelompok-kelompok di atas tadi.(Atau
> variant-variant dari pengelompokkan yang mirip dengan itu)

Whateverlah caranya, 4 tahun sudah lbh dari cukup utk berpikir saatnya
take action!.
Saya menganggap ini spt mimpi buruk (nightmare), dan saya ingin segera
terjaga dari mimpi buruk itu, kalau saya terjaga maka saya bisa
melakukan tindakan yg realistis, memikirkan dan membuat tindakan
korektif jika diperlukan, bukan cuma mimpi!.

> > Kalau memang rakyat Indonesia ini benar-2x perduli dg nasib
> > negaranya ini, mrk bisa membuat boikot massal tanpa komando,
> > mirip-2x dg kasus halal/haramnya Mie Instan dan Bumbu Penyedap
> > masakan yl, menjauhi segala yg berbau orang-2x itu seolah barang
> > najis :-)))
> 
> Ini agak repot urusannya, harus dipikir-pikir berulang kali...

Tulisan saya itu adalah sebagai misal/contoh saja, bukan maksud saya
mengusulkan spt itu. Tindakan spt itu merupakan wujud dari 'rasa
keadilan' yg disampaikan oleh Pak Nababan (on behalf Pak Hadinoto), dan
wujud dari 'hukuman sosial' spt yg Pak Hadinoto sampaikan dalam kasus
undang-2x di Aceh (cara-2x spt itu adalah model hukum adat).
Patut dipertanyakan memang, apakah rasa keadilan menurut Pak Nababan
atau para 'pengamat hukum' itu benar, jika memang benar begitu maka
sampaikan saja infonya ke rakyat, coba kita lihat apa benar rasa
keadilan dari rakyat kita sama semua.

Last but not least, in my humble opinion apa yg dilakukan Laksamana
Sukardi memang harus dilakukan *sekarang*, kebetulan saja dia berada
diposisi yg harus melakukan eksekusi itu, dan berani melakukan tindakan
tidak populer demi utk bangsa. Orang yg berani begitu tdk sewajarnyalah
dituduh macam-2x.

-- 
syafril
-------
Syafril Hermansyah<[EMAIL PROTECTED]>

--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------

Copy Darat (Halal Bihalal, Natal dan Tahun Baru) akan dilaksanakan 4-5 Januari 2003, 
lihat footer Milis [EMAIL PROTECTED]

Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


Kirim email ke