Menurut saya RI hanya akan bisa berubah kalau para pemimpin Eksekutif, 
Legislatif dan Yudikatifnya bersama2 menyatakan perang terhadap KKN, dan 
menyatakan bertekad bulat, kalau perlu mati, untuk memberantas KKN, 
betapapun pahitnya, demi masa depan RI yg lebih baik.
Siapa sih yang nggak mau hidup enak?  Tapi, kalau mendapatkan hidup enak 
itu dengan cara2 yang tidak bermoral, melanggar hukum,  dan dengan cara 
memeras dan/atau memperdaya orang lain, maka ini hanya akan memberikan 
kesengsaraan pada akhirnya.  Mentalitas 'jalan pintas' inilah yang harus 
dirubah oleh ketiga pemimpin lembaga itu (dengan tentunya diikuti oleh 
seluruh anak buah mereka).

Siapa sih yang nggak mau dihormati, dihargai dan dilihat sebagai orang 
yang sempurna?  Tapi, kalau penghormatan, penghargaan dan penilaian 
sempurna itu diperolah dengan cara2 menekan dan/atau menakut-nakuti orang 
lain, atau sebaliknya dengan cara menjilat sampai lidahnya bisa dipakai 
buat ngepel lantai, maka ini hanya akan menciptakan masyarakat yang bukan 
bajunya yang banyak, tapi topeng wajahnya yang ber-ratus-ratus. Mentalitas 
'topeng seratus' inilah yang harus dirubah oleh ketiga pemimpin lembaga 
itu (dengan tentunya diikuti oleh seluruh anak buah mereka).

Siapa sih yang nggak mau kelihatan gaya, kelihatan keran, kelihatan nggak 
ketinggalan jaman?  Tapi, kalau semua gaya2an itu ibarat setetes parfum di 
tengah comberan, alias hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang, 
sementara sebagian besar orang lain hidup serba kekurangan, maka ini 
akhirnya hanya akan menciptakan masyarakat yang overacting, yang akan 
berlomba2 untuk bisa gaya, bahkan dengan cara2 yang dipaksakan, tidak 
sehat dan tidak wajar sekalipun.  Mentalitas 'overacting' inilah yang 
harus dirubah oleh ketiga pemimpin lembaga itu (dengan tentunya diikuti 
oleh seluruh anak buah mereka).

Siapa sih nggak ingin disebut sebagai rakyat dari sebuah negara maju? Tapi 
kalau majunya negara itu hanya secara kosmetik, alias polesannya saja yang 
tebal, sementara dalamnya totol-totol atau keropos, maka ini akhirnya 
hanya akan menjadi seperti sebuah rumah tingkat dengan fondasi  pasir dan 
kapur yanng suatu saat akan rubuh menimpa penghuninya.  Mentalitas 
berprestasi secara 'semu' inilah yang harus dirubah oleh ketiga pemimpin 
lembaga itu (dengan tentunya diikuti oleh seluruh anak buah mereka).

Siapa sih yang nggak ingin masuk sorga, hidup aman damai disamping Tuhan 
Yang Maha Kuasa?  Tapi, kalau keinginan untuk masuk sorga ini diwujudkan 
melalui tingkah laku dan perbuatan yang mengakibatkan 'neraka' bagi orang 
lain, maka ini akhirnya hanya akan membawa penderitaan tiada akhir kepada 
banyak orang.  Mentalitas 'berkacamata kuda' inilah yang harus dirubah 
oleh ketiga pemimpin lembaga itu (dengan tentunya diikuti oleh seluruh 
anak buah mereka).

Dst..., dst....

Jangan harap Republik ini akan berubah, kalau ketiga lembaga negara itu 
dipimpin oleh orang2 seperti yang sekarang ini dan yang lalu-lalu 
memimpin. 

Selama pemimpin2 ideal itu belum turun dari langit, ini merupakan 
kesempatan bagi kita semua yang urat malunya belum putus, yang tak bisa 
lagi membedakan antara madu dan racun, yang pintu hatinya telah terkunci 
oleh sebuah gembok besar yang berkarat, yang telah kehilangan akal tak 
tahu musti berbuat apa, atau yang 'memang dari sononya sudah begitu', 
untuk meneruskan segala mentalitas yang sudah membudaya itu.  Mumpung 
kan,....kapan lagi.

Saya hanya mampu mendoakan anda semua dari jauh, semoga segala derita 
dapat tertanggungi.  Ingin hati untuk menolong, tapi apalah awak ini. 
Hanya sebutir pasir di padang gurun, tak lebih tak kurang.

Permisiiiiii, 
HermanSyah XIV.







"Bambang Suherman" <[EMAIL PROTECTED]>
02/20/2004 13:14
Please respond to yonsatu

 
        To:     <[EMAIL PROTECTED]>
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] comment Mimpinya KKG


Bukan lebih sakit yang mananya yang penting.
Masalahnya kenapa kita mau jadi orang terjajah dan merasa nyaman dengan 
itu.
Ini sudah menjadi budaya/culture yang perlu waktu dan usaha besar untuk
merubahnya.
Wong sudah dididik di ITB saja ditambah lagi dilatih di menwa , begitu
terjun di kehidupan nyata ya KKN juga.
Ini mungkin karena orientasi hidupnya, kerjanya  dan karyanya melulu uang,
uang , uang. Ini simbol saja, bahwa intinya hidup mulya itu kalau kaya.
Dan semuanya ingin kaya dengan cepat dan jalan yang termudah, jadinya ya 
KKN
tadi.
Terjun ke politik, ingin berkuasa tujuan akhirnya ya uang lagi.
Jadi pegawai negeri, ingin jadi pejabat, akhirnya pengen hidup kaya juga.
Jadi pengusaha, pengen kaya dan yang termudah harus punya jalur KKN, bukan
product advantage ataupun competitivenesnya.
Jadi kiai apa tokoh agama, ngumpulin donasi, dipakai sendiri, banyak kan
kiai yang wah, meski tidak semuanya.
Kalau orientasinya hanya seperti ini, sementara agama atau gerakan moral
lainnya hanya untuk pelarian dikala gagal atau pembenaran terhadap
penyelewengan, scope tujuan hidup kita terlalu egois, tersentral pada yang
terenak buat gue, yang lain egp.

Bagaimana kita mau berubah dan bisa menjadi bangsa yang besar dan
membaggakan.
Kita boleh dibilang punya segalanya dan dalam jumlah yang besar pula.
Daratan dan lautan beserta isinya, penduduknya semua itu sumber daya.
Aspal kita di P Buton adalah yang terbesar depositnya didunia mengalahkan
Trinidad Lake, siapa yang mau mengolah, karena susah katanya.
Cadangan Gas dan minyak kita, emas, tembaga, intan, besi, timah apa coba
yang tidak ada.
Tanah kita subur sekali, tanaman apa yang tidak bisa tumbuh dinegeri ini,
mau tempat yang panas ada, dingin ada, ber es juga ada.
Laut kita, semua jenis ikan dan tumbuhan, dan karang , ada semua.
tapi kenapa kita miskin terus dan mau jadi yang terjajah.

Jawabnya susah, tapi mungkin bisa kita mulai dari dunia pendidikan.
Bagaimana kita bisa meningkatkan taraf pendidikan seluruh rakyat kita pada
satu level yang cukup, lulusan SMU misalnya, tapi yang berkualitas
standardlah minimal.  Jangan ada SMU yang komputer nggak pernah lihat,
laboratorium nggak ada, buku ala kadarnya.
Tingkatkan pendidikan dengan juga meningkatkan sarananya, mutu gurunya,
kesejahteraan gurunya, mutu bukunya, anggaran pendidikannya dinaikkan.
Demokrasi sekarang ini seperti memberikan kebebasan memilih kepada anak
kecil.  Tidak akan disertai dengan rasa tanggung jawab.Ya karena tingkat
pendidikannya secara menyeluruh belum cukup bisa untuk memilih yang
bertanggung jawab.
Bagaimana bisa meningkatkan anggaran pedidikan dengan significant dan 
tidak
dikorupsi dan bisa meningkatkan dunia pendidikan itu sendiri, teman teman
kita yang berada diposisi penentu bangsa ini mungkin bisa membantu.

Saya cuma seorang salesman, tidak bisa berbuat banyak. Tapi saya sering
keliling Indonesia ini sampai ketempat yang terpencil dan juga pernah ke
negeri negeri yang jauh lebih maju dari kita.  Saya cuma banyak melihat, 
dan
prihatin, alangkah ironisnya negeriku ini. Saya tahu ini salah, tapi kalau
saya nggak nyogok daganganku nggak ada yang mau beli, lalu anak istriku 
mau
makan apa, sekolah dimana, mau senang senang bagaimana.

Kalau pendidikan seluruh rakyat kita sudah merata dan cukup tinggi, sikap
kritis akan timbul dengan sendirinya, pola kompetisi akan terjadi dan 
mudah
mudahan moral akan membaik juga.
Alam telah menyediakan semuanya untuk kita maju. Kitanya yang tidak siap
untuk itu.

Hari ini mungkin daganganku belum ada yang laku, jadi ngoceh banyak, maaf
jangan ada yang tersinggung, nggak semuanya jelek kok, anda anda semua
termasuk yang baik dan bisa merubah bangsa ini menjadi lebih baik.
Saya kayak orang yang nelongso nggak tahu mau ngapain.
Mudah mudahan daganganku besok laku jadi nggak ngoceh banyak lagi kayak
begini.
Hatur nuhun daek ngadengekeun

Bambang Suherman - XI




--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke