Hallo mas Yanto dan mas Budi,
Mas Yanto wrote:
>Anda alumni dari jurusan apa ?

He he he, penasaran ya mas Yanto.  Saya sama dengan mas Yanto juga kok, 
orang teknik juga.  Anak buahnya mas Koni, alias jurusan Penerbangan. 
Tapi, sekarang cari makannya sudah bukan di langit lagi, tapi di bumi, 
menggeluti bidangnya mas Budi Nirwanto.  Boleh kan orang penerbangan 
sedikit2 tukar pikiran soal agama, mas Yanto?

>...Lebih tepat  bahwa "pemimoin agama" lah yang membiarkan
>masyarakat bodoh...

Saya setuju mas.  Makanya saya mengusulkan agar para ulama diwajibkan 
bersertifikat lulus pendidikan ulama.  Sertifikat ini, sekalipun 
dikeluarkan oleh Majelis agamanya masing2, tetap harus berada dalam 
pengawasan negara.  Orang2 yang nggak memiliki sertifikat ulama, tidak 
berhak bertingkah laku sebagai ulama.  Sementara ulama (bersertifikat) 
yang memperbodoh, mengagitasi, memanipulasi dan mengintimidasi umatnya 
akan terkena jerat hukum.

Mas Budi wrote:
>Saya kok lebih cenderung "untuk kasus Indonesia", Pemimpin Indonesialah 
yang
>membuat rakyatnya bodoh.

Lha iya mas Budi, menurut saya, apa2 kan kalau kita cari cari terus asal 
muasal penyebabnya, akhirnya kan pasti lari ke para pemimpin juga.  Nggak 
ya didalem keluarga, didalem agama, didalem negara, kalau pemimpinnya 
brengsek, maka orang2 yang dipimpinnya, kalau nggak bisa berontak, entah 
karena takut atau bodoh, ya akan tetep aja bodoh dan sengsara, sementara 
si pemimpin sih enak2 aja.

Lho kok bisa ya orang yang dipimpin diperbodoh dan takut sama pemimpinnya? 
 Menurut saya, sebabnya hanya 2 yaitu:
1- Si pemimpin (dan antek2nya) menggunakan kekuasaan/kekerasan.
2- Si pemimpin (dan antek2nya) memanipulasi kekuatan agama.

Budaya bangsa kita, seperti mas Budi juga sudah tahu kan paternalistik. 
Kita selalu hormat, tunduk dan patuh sama orang yang lebih tua atau yang 
lebih berkuasa.  Ini tentu hasil dari suatu proses yang memakan waktu 
ratusan tahun, sejak jaman sejarah kita yang  dimulai tahun 400 Masehi 
itu, dimana kerajaan2 nusantara pertama mulai berdiri (rekan2 anthropolog 
mungkin bisa mengconfirm ini).  Berawal dari penghormatan dan tunduk pada 
raja, sikap ini berlanjut ke orang2 yang lebih tua dan lebih bijak, sampai 
akhirnya membentuk budaya paternalistik itu.

Di barat, kalau kita lihat, pada jaman kerajaan2 mereka dulu, budaya 
masyarakatnya ternyata paternalistik juga.  Akan tetapi ternyata mereka 
lebih mudah berubah.  Maka kita tahu bahwa pada tahun 400 sebelum Masehi, 
bangsa Romawi sudah memperkenalkan konsep demokrasi, dimana senat, yang 
merupakan wakil2 rakyat memilih konsul untuk memimpin pemerintahan selama 
1 tahun.  Dan seperti kita tahu, peradaban Romawi ini, yang dilanjutkan 
dengan Yunani, akhirnya sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan bangsa 
barat pada masa2 selanjutnya, bahkan hingga saat ini.

Lantas kita kan bertanya2, kenapa kok bangsa barat bisa cepat berubah 
sementara bangsa Indonesia nggak?

Menurut saya ini karena faktor agama.  Seperti kita tahu, jaman sejarah 
Indonesia dimulai dengan munculnya kerajaan2 Hindu (tahun 400 Masehi). Dan 
kita tahu, ajaran Hindu mengakui eksistensi 4 kasta.  Jadi, kalau sudah 
ditakdirkan jadi kasta Sudra, ya nrimo aja sampe mati.  Nanti setelah mati 
hidup lagi, siapa tau naik pangkat jadi kasta Waisa, begitu seterusnya 
naik terus sampe Moksa.

Sikap nrimo ini, ternyata jalan terus sampe sekarang di negeri kita ini, 
sejak tahun 400 Masehi itu, sementara sikap 'nggak nrimo' sudah muncul di 
barat 800 tahun sebelumnya, di jaman Republik Romawi itu, sekitar tahun 
400 sebelum Masehi.  Kalau bangsa Indonesia nggak bisa protes, karena 
ajaran agama Hindu telah keburu membudaya, maka bangsa barat, menurut 
saya, karena belum sempat tersentuh oleh agama manapun juga yang kita 
kenal sekarang ini,  berani melakukan protes.  Jiwa mereka lebih 'bebas' 
ketimbang jiwa bangsa Indonesia yang dari awal jaman sejarahnya sudah 
dipatok oleh ajaran Hindu.  Jiwa yang bebas ini menurut saya membuat 
mereka lebih bisa protes. 

Mulai tahun 800 Masehi, agama Budha yang tidak mengenal kasta itu, mulai 
mempengaruhi bangsa Indonesia.  Tapi, ya, ternyata sikap 'nrimo' itu jalan 
terus, karena telah membudaya selama 400 tahun.  Buktinya apa?  Buktinya, 
sampe sekarang sikap 'nrimo' itu masih menjadi budaya sebagian besar 
bangsa Indonesia.

Ketika pengaruh Islam masuk sekitar tahun 1300 Masehi, saya kira 
mentalitas 'nrimo' itu semakin diperkuat saja, karena Islam, menurut saya, 
selalu mengajarkan segala kebaikan melalui ancaman, dan terkesan 
menihilkan manusia di mata Tuhan.  Maka bangsa Indonesia semakin merasa 
dirinya tak ada arti, hina dina, dan harus senantiasa bersikap 'nrimo'. 
Saya yakin, bahwa kesan Islam yang penuh ancaman dan menihilkan manusia di 
mata Tuhan itu, disebabkan oleh sifat dan tafsir para ulama yang 
mengajarkan dan menyebarkan Islam itu, bukan Islamnya sendiri, seperti 
yang mas Yanto bilang berikut ini:

>...membiarkan masyarakat bodoh agar mereka dapat dan tepat menjadi 
peminpin dalam
>golongan agamanya , sehingga mereka meng"haram'kan pendapat yang tidak
>"persis"  dengan apa yang ada dalam Kitab kitab Suci mereka .

dan: 

>akan tetapi harap diingat bahwa seluruh kitab suciapapun dalam 
>aplikasinya meerukan tafsir (ingat bahwa dalam hal Al Quran saja ad
>berbagai macam tafsir

Lantas, kita lihat lagi di jaman Indonesia modern, dimana kekuasaan negara 
(Soeharto cs) bergandengan tangan dengan Islam, mengganyang PKI dan 
antek2nya yang dikatakan tidak bertuhan itu, yang menelan nyawa 
saudara-saudara kita sendiri sampai 1 juta jiwa itu.  Ini menurut saya 
merupakan tragedi terbesar dan terburuk dalam sejarah bangsa Indonesia, 
yang membuat kita trauma dan mengakibatkan, menurut saya, sikap 'nrimo' 
itu semakin mengakar.  Bagaimana tidak semakin mengakar, wong yang 
menguasai negara dan yang mengaku berjalan di jalan Tuhan, sama2 menindas 
orang2 yang berpikiran dan berkeyakinan lain.  Maka, kita nggak usah heran 
kalau banyak orang yang bersikap: 'Sudahlah, jangan macem2, 'nrimo' saja. 
Kalau mau selamet, ikuti saja maunya mereka bagaimana.'

Sekalipun konstitusi Indonesia mengindikasikan kita adalah negara sekular, 
toch dalam kenyataannya hingga saat ini kita lihat bahwa kekuasaan negara 
dan kekuatan agama senantiasa dipakai oleh para penguasa negara dan 
politikus untuk memperdaya bangsa Indonesia yang sudah 'bodoh', 'miskin' 
lalu bermental 'nrimo' pula itu.

Jadi, menurut saya, benar apa yang mas Budi katakan bahwa pemimpin 
Indonesialah yang membuat rakyat Indonesia bodoh.  Hanya saya tambahkan 
sedikit, bahwa pemimpin Indonesia yang brengsek2 itu, dalam memperdaya 
rakyat mereka sendiri itu, ternyata memanipulasi kekuatan agama juga untuk 
mencapai tujuan mereka.  Jadi lengkaplah sudah proses 'pembodohan' dan 
pengukuhan sikap 'nrimo' rakyat itu, ya lewat kekuasaan, ya lewat ancaman2 
Tuhan.  Sementara dari lingkungan sekitar, para ulama atau orang2 yang 
bertingkah laku sebagai ulama, mengakarkan sikap 'nrimo' itu melalui 
ancaman2 Tuhan, atau malah sebaliknya membangkitkan sikap memberontak, 
tapi bukan untuk kemanusiaan, melainkan demi agama, yang apapun alasannya, 
menurut saya melanggar Hak-hak azasi manusia.

Sekarang, semuanya tentu dikembalikan lagi kepada kita semua.  Apa kita 
mau dibodohi dan ditakut-takuti terus seperti itu?

Mas Budi, anda selanjutnya bertanya:
>apakah sampeyan ingin mengatakan bahwa agama itu diciptakan
>manusia atau bagaimana ?

Ini adalah pertanyaan keyakinan.  Maka, karena saya jelek2 begini toch 
seorang yang beragama juga, yang mengaku bahwa Tuhan itu ada, maka saya 
mengatakan bahwa agama itu adalah ciptaan Tuhan, yang diturunkan melalui 
manusia yang dipilihNya, yang kita sebut Nabi.   Bahwasanya saya 
mengatakan bahwa para Resi, Sidharta Gautama, Musa, Jezus dan Muhammad 
adalah pencipta agama2 besar dunia, tentu jadi nggak cocok dengan 
keyakinan saya itu.  Jadi musti dikoreksi sedikit.  Maka, mustinya saya 
lebih tepat mengatakan bahwa mereka itu adalah orang2 yang dipilih oleh 
Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mengajarkan kebaikan kepada manusia, yang 
ajaran2 itu akhirnya disebut agama.

Tanpa inspirasi dan pencerahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada para Nabi 
itu, menurut saya nggak mungkin agama Hindu, Budha, Kristen/Katholik dan 
Islam lahir.

Terus, kalau anda katakan:
>...saya sering melihat mobil
>mobil mewah menyerobot dari sebelah kiri, terusssss sampai dekat mulut 
pintu
>masuk dengan gagahnya dan nekat memetong kekanan untuk masuk pintu TOL. 
Apa
>iya, mobil mewah ini pemiliknya orang bodoh ...

Yah, kalau di NL, mereka bilang orang2 yang melanggar aturan begini adalah 
'stomme mensen' alias orang2 bodoh.  Jadi, kata 'bodoh' nggak selalu harus 
berarti bodoh karena bukan orang sekolahan, tapi bisa juga bodoh dalam 
artian 'ndableg'.  Kenapa para pelanggar hukum itu dibilang bodoh sama 
wong Londo itu, karena sebentar lagi kalo ketangkep polisi baru tau rasa. 
Andaikata saya yang berada dibelakang mobil itu, dan kejadiannya di 
highway di deket2 Delft sini, maka saya pasti akan langsung mencet HP saya 
nomor 112, ngelapor ada 'zondag rijder', sebutan untuk orang yang jalanin 
mobil dijalan umum yang saenake dewe, lokasinya dijalan raya A12 misalnya, 
maka tenang aja, nggak nyampe 5 menit, saya akan mendengar bunyi uiiinggg, 
uiiinnnngg, uuiiiinnng di belakang saya, memburu 'orang bodoh' itu.

Salam hangat,
HermanSyah XIV.






Budi Nirwanto <[EMAIL PROTECTED]>
03/04/2004 04:20
Please respond to yonsatu

 
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: tanggapan buat mas Yanto R. Sumantri


Saya kok lebih cenderung "untuk kasus Indonesia", Pemimpin Indonesialah 
yang
membuat rakyatnya bodoh.
sehingga bisa berkuasa lama, dan akibatnya bisa kita lihat bersama. 
Jangan jangan para pemimpin indonesia ini memang "bodoh".

Saya juga setuju bahwa agama tidak menjadikan masyarakat bodoh. Perintah
pertama kali yang muncul adalah "bacalah ....".
Ini berarti diperintahkan untuk belajar, menganalisa, berfikir dst.
Kalau manusia, nggak melakukannya yaaa sudah resikonya kalau bodoh.

Menarik sekali, apakah memang benar "pemimpin agama" lah yang membiarkan
masyarakat bodoh ?. Seberapa besar kontribusi para pemimpin agama dalam
konteks men"cerdas"kan manusia manusia indonesia. Saya tidak yakin 2 atau 
4
jam perminggu untuk pelajaran agama di sekolah dasar (SD), akan menjadikan
mereka memahami dengan baik pelajaran agamanya apalagi pelajaran
berhitung/matematika. Yang saya alami, anak-anak saya "disekolahkan lagi" 
/
ngaji / madrasah sore dan tentu saja ibunya ikut membimbing.

Mas Hermansyah, bisa lebih spesifik  ""... > Dari cerita 'pencetus' agama2
besar itu, kita lihat bahwa munculnya agama
seiring dengan adanya kebodohan, kemiskinan dan penindasan di dalam
masyarakat....". apakah sampeyan ingin mengatakan bahwa agama itu 
diciptakan
manusia atau bagaimana ?. Saya mulai bisa mengerti konsep pikiran anda,
kalau kalimat "pencetus" yang tertulis itu, memang benar-benar bahwa agama
di"cetus"kan oleh manusia. 

Agama adalah pribadi, saya setuju bahwa agama tidak boleh dipaksakan (Mas
Hermansyah juga pernah nulis hal ini).Karena masing-masing manusia 
akhirnya
toh harus bertanggung jawab sendiri sendiri atas perilakunya. Bertanggung
jawab kepada siapa ?, kalau yang ini tentu saja bergantung dari mana 
manusia
itu melihat dirinya, apakah sebagai manusia yang hanya melihat dunia atau
apakah dia melihat sebagai makluh dunia dan akhirat. 

Kebodohan memang harus segera disingkirkan dari Indonesia, Anggaran
pendidikan harus dinaikkan, pemimpin harus bersih/nggak korupsi 
gede-gedean
(heheheh kalau kecil-kecil gimana ?)/jujur. Nah kalau yang ini sihhh sudah
pada paham/mengerti cuman lha susah amat sihhhhh.

Saya punya pengalaman menarik, di jakarta. Kalau mau masuk jalan TOL yang 
di
Gatot Subroto dari arah kuningan menuju pancoran, saya sering melihat 
mobil
mobil mewah menyerobot dari sebelah kiri, terusssss sampai dekat mulut 
pintu
masuk dengan gagahnya dan nekat memetong kekanan untuk masuk pintu TOL. 
Apa
iya, mobil mewah ini pemiliknya orang bodoh (masak nggak bisa kasih tahu
sopirnya). Barangkali moralnya yang memang mau menang sendiri. Yang ini
hanya sebuah pengalaman yang hampir tiap jum'at sore saya alami dijakarta.
Jadi nggak ada hubungannya dengan Indonesia yang "Miskin" dan "Bodoh" ?. 


Salam, dan selamat pagi dari jakarta.
BudiNir.



-----Original Message-----
From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 04, 2004 8:52 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: tanggapan buat mas Yanto R. Sumantri

Mas Hermansyah

Wah tanggapan dan ulasan Anda menunjukan bahwa Anda mempunyai pendapat
yang sangat didukung oleh suatu yang sangat mendasar , dan dapat
berimajinasi sebagaimana saya seorang Geologist membayngakan sesuatu yan
ada didalam perut bumi , Anda alumni dari jurusan apa ?

Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Anda mengenai bahwa agama
(apapun agamanya" - lah yang menjadikan masyarakat menjadi bodoh dan
menjadi  miskin. Lebih tepat  bahwa "pemimoin agama" lah yang membiarkan
masyarakat bodoh agar mereka dapat dan tepat menjadi peminpin dalam
golongan agamanya , sehingga mereka meng"haram'kan pendapat yang tidak
"persis"  dengan apa yang ada dalam Kitab kitab Suci mereka .

Ingat bagaimana nasib Galeli Galileo , Syeh Siti Jenar  dan banyak para
pembaharu dalam agama bernasib  menyedihkan .

Bahwa kita mengatur  kehidupan dunia dalam kaidah kaidah agama itu saya
setujui , akan tetapi harap diingat bahwa seluruh kitab suciapapun dalam
aplikasinya meerukan tafsir (ingat bahwa dalam hal Al Quran saja ad
berbagai macam tafsir , say tidak tahu dalam Kitab Suci 



--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke