Toba Samosir, Kompas - Umat Parmalim hingga kini masih belum diakui
secara administrasi sebagai keyakinan di Indonesia. Hal tersebut
mengakibatkan mereka sulit masuk ke instansi resmi, terutama
pemerintahan. Mereka kerap terpaksa menerima identitas lain dalam
urusan administrasi.

"Sangat sulit memperoleh KTP. Aparat pemerintah tidak mau mengakui
kami sebagai pemeluk Parmalim. Mereka baru memberi KTP jika kami
mengakui salah satu dari agama yang diakui pemerintah," kata Relita
boru Manurung (26), Kamis (17/7), ditemui saat ritual sipaha lima di
Desa Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir.

Relita yang juga lulusan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra
Universitas Negeri Medan itu sulit mencari kerja. Dia kerap ditanya
soal identitas agama yang menurutnya tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan yang dicarinya. Kini dia terpaksa memilih salah satu agama
yang diakui pemerintah.

"Saya meminta agama ditulis Parmalim, tetapi tidak diakui petugas,"
katanya. Soal pendidikan, dia terpaksa menempuh pelajaran agama yang
diakui pemerintah.

Kesulitan yang sama dialami oleh Aman Sirait (47). Dia yang kini
sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Bagian Organisasi Kabupaten
Serdang Bedagai mengisi kolom agama yang diakui pemerintah. "Saya
pilih yang mudah saja. Saya tetap menjadi Parmalim bersama keluarga
dari dahulu," katanya.

Kendati demikian, identitas Parmalim sempat tercantum di surat
pengangkatan PNS. Sementara ini cukup melegakannya meski identitas itu
hanya tercantum di SK PNS saja. Dia menginginkan pemerintah bersikap
adil kepada semua pemeluk agama, termasuk menjamin kebebasan beragama.

"Selain soal identitas agama, kami masih belum leluasa mendirikan
tempat ibadah. Ada umat lain yang keberatan saat kami mendirikan
tempat ibadah di Medan," kata Aman Sirait.

Pimpinan Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi, Raja Marnakkok
Naipospos, mengatakan, umat Parmalim saat ini berjumlah sekitar 2.000
keluarga. Mereka tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang
terkonsentrasi di Sumut. Pada peringatan sipaha lima (bulan kelima)
kali ini mereka yang memeluk Parmalim berkumpul di Huta Tinggi
melakukan ritual ibadah. Ritual ini berlangsung tiga hari sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Mula Jadi Nabolon (Sang Maha Kuasa).

Marnakkok mengatakan, soal identitas agama memang belum selesai.
Persoalan identitas agama itu, katanya, lebih banyak dirasakan kaum
muda. Mestinya pemerintah menghargai agama yang lahir, berkembang, dan
dipeluk warga Indonesia sendiri.(NDY)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/18/00063834/umat.parmalim.kesulitan.identitas

Kirim email ke