Pertaubatan Hukuman Mati
Belajar Tasawuf Seri 20. Taubat, Inabah dan Awbah
Oleh : Ferry Djajaprana
Dua bulan terakhir kejaksaan telah mengeksekusi enam terpidana mati kasus
narkoba dan pembunuhan di berbagai daerah. Pertama, Samuel I. Okaye dan
Hansen A. (WN Nigeria) pada 27 Juni, Ahmad Suradji, 10 Juli 2008. Sumiasih
dan Sugeng, 19 Juli 2008 dan Tubagus Maulana yusuf, 18 Juli 2008, dan ini
masih menunggu yang lainnya.
Saya pernah menyaksikan wawancara Sumiarsih (60) saat masih hidup dengan
wartawan salah satu stasiun televisi, Sumiarsih begitu yakinnya akan
dibebaskan dari hukuman mati karena dalam penantian panjangnya selama dua
dekade di penjara, dia telah berperilaku baik dan bertaubat kepada
Tuhannya. Sayangnya prakiraan Sumiarsih meleset, perjalanan hidupnya harus
berakhir karena grasinya di tolak Presiden.
Taubat adalah satu kata yang membuat orang bisa kembali merasa suci. Taubat
adalah "Grasi" dari Tuhan untuk seluruh hambanya yang ingin kembali ke
jalan yang benar. Syukur ke hadirat Illahi Rabbi, yang telah memberikan
fasilitas taubat, mengabulkan keinginan hambanya untuk kembali ke jalan
kebenaran.
-o0o-
Demikianlah taubat orang awam adalah taubat akan dosa, adakah taubat yang
dilakukan bukan karena dosa?
Mari kita bahas taubat dipandang dari sudut kacamata tasawuf. Kata taubat
berasal dari Bahasa Arab Tawbah yang artinya kembali. Maksudnya, kembali
kepada Allah setelah terjebak dalam kesesatan dosa.
Kesadaran kembali kepada jalan yang benar biasanya diawali oleh yaqzhah,
yaitu kesadaran yang datangnya tiba-tiba untuk kembali kepada kebenaran.
Umumnya, yaqzhah diiringi azm yang artinya tekad bulat untuk berpaling dari
yang salah menuju kebenaran. Kemudian, tekad itu diikuti oleh fikrah, yakni
upaya penyatuan perhatian kepada satu tujuan mulia. Fikrah akan memunculkan
bashirah, yakni kejernihan pandangan bathin dalam melihat kebenaran pada
masa depan. Nah, titik temu dari berbagai perjalanan rohani ini akan
mengantarkan orang pada satu peringkat perjalanan rohani yang disebut taubat.
Bagi kaum sufi, taubat adalah sarana yang harus selalu tersedia baik pada
saat mulai perjalanan rohani maupun saat selesainya akhir perjalanan.
Taubat kaum sufi dilakukan pada saat menuju Tuhannya dengan alasan Tuhan
itu Maha Suci, sehingga untuk mencapai Kesucian harus ditempuh dengan
kesucian pula. Berlandaskan riwayat "Allah Maha Baik atau Maha Suci. Dia
tidak menerima kecuali yang baik dan suci pula". (HR Muslim).
Lalu bagaimana kalau hambanya berlumuran dosa? Allah belum akan menerimanya
bila orang tersebut belum disucikan melalui azab. Kata azab (asal Bahasa
Arab, Usbah artinya tawar). Jadi, mengazab berarti membuat menjadi tawar
setelah sesuatu terkontaminasi kotoran. Nah, jadi taubat itu merupakan
upaya awal agar dekat dengan Tuhan, dan sekaligus "grasi" dari Tuhan, agar
ditiadakan pengazaban.
Ada tiga langkah yang dilakukan orang untuk bertobat, pertama, menyesali
segala perbuatan dosa yang telah dilakukan. Kedua, bertekad untuk tidak
mengulangi lagi perbuatan tersebut selama-lamanya. Ketiga, senantiasa
berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia.
Ketiga elemen taubat ini belum lengkap bila tidak diiringi permohonan maaf
kepada orang-orang yang pernah di dzolimi, atau diambil haknya secara tidak
halal.
Menurut Abu Ali Al Daqqaq (w. 412H) dalam tulisan Yunasril Ali, Ruh dan
Jenjang-jenjang Ruhani, Serambi Ilmu Semesta, 2003, taubat merupakan
langkah awal menuju Ilahi. Dan taubat sendiri terdiri atas tiga peringkat:
taubat, inabah dan awbah.
Taubat sudah dijelaskan di atas, upaya kembali kepada Allah setelah
terjebak dalam dosa dan maksiat, karena takut murka-Nya. Setelah itu, orang
yang bertobat itu senantiasa meningkatkan amal kebaikannya, baik secara
kualitas maupun kuantitas dalam rangka mendapatkan pahala yang lebih besar.
Upaya peningkatan amal yang baik menuju yang lebih sempurna disebut
inabah. Jelasnya, inabah bukan bertaubat dari dosa, tetapi bertobat atas
kekurangan menuju kesempurnaan.
Menurut Al Daqqaq, taubat adalah sifat orang beriman(QS. Al Nur [24]:31,
sementara inabah adalah sifat para wali dan orang-orang yang dekat dengan
Allah atau muqarabbin (QS. Al Zumar [39] : 17-18). Disebutkan pada ayat
tersebut bahwa sifat orang yang inabah (munib) ialah memilih yang terbaik
dari apa yang diperintahkan Allah, sehingga ia memperoleh hidayah Allah dan
dekat dengan-Nya.
Peringkat tertinggi dalam pertobatan adalah awbah, ialah tobat kepada Allah
bukan atas motivasi dosa dan pahala, seperti pada taubat dan inabah, akan
tetapi semata-mata ingin dekat dengan Allah dan senantiasa ingin selalu
bersama-Nya. Kondisi ini yang disebut Dzu Al Nun Al Mishri(w. 861M) "Taubat
orang awam adalah taubat akan dosa, sedangkan orang istimewa (khawwash)
bertaubat dari kelalaian terhadap Allah", taubat ini adalah taubat para
nabi dan para rosul. (QS. As Shad [38]: 30-31).
Salam,
http://ferrydjajaprana.multiply.com
http://tasawuf.multiply.com
Penulis bisa dihubungi pada alamat email : [EMAIL PROTECTED]