http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/784/52/ MUI Ditunggangi Islam Radikal
Jakarta, wahidinstitute.org Menguatnya peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam berbagai kasus kekerasan terhadap aliran-aliran yang dianggap sesat akhir-akhir ini dikarenakan lembaga ini telah dikuasai gerakan-gerakan Islam garis keras. "Ada indikasi MUI menjadi kuda tunggangan kelompok-kelompok radikal untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok yang dianggap sesat". Demikian diungkapkan Dr. Rumadi, MA ketika menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "Metamorfosis MUI" di kantor The Wahid Institute, Jl. Taman Amir Hamzah, Jakarta, Jumat (18/07/2008). Hadir juga sebagai pembicara Moch. Nur Ikhwan, Ph. D, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalidjaga Yogyakarta. Dalam kesempatan ini, Rumadi juga melaporkan hasil riset The Wahid Institute selama satu tahun mengenai kasus-kasus terkait masalah-masalah keagamaan di berbagai tempat yang diterbitkan dalam buletin bulanan "Monthly Report on Religious Issues". Dalam riset yang dilakukan dari bulan Juli 2007 hingga Juni 2008 ini, telah terjadi sedikitnya 109 kasus keagamaan yang terbagi dalam enam kategori kasus. "Kasus-kasus terkait kekerasan berbasis agama ada 39 kasus, terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan 28 kasus, terkait kebebasan menjalankan agama dan keyakinan ada 9 kasus, terkait isu hak sipil warga negara ada 8 kasus. Ada juga yang berkaitan dengan kebebasn berpikir dan berekspresi ada 11 kasus dan terkait isu-isu moralitas ada 14 kasus" jelas Rumadi. Yang menarik lanjut Rumadi, dalam sebagian besar kasus di atas, MUI selalu menjadi aktor utama terutama terkait kasus penyesatan terhadap aliran keagamaan tertentu di berbagai daerah, "Memang tidak semua eksponen MUI mempunyai pikiran seperti itu (menyesatkan kelompok lain). Namun trend MUI menjadi polisi agama menguat dimana-mana" jelasnya. Fakta ini selain menunjukkan MUI semakin "bergigi" lanjut dosen UIN Jakarta ini, hal ini juga menandakan menguatnya pengaruh kelompok fundamentalis dalam institusi yang didirikan rezim Orde Baru ini. Sinyalemen ini dikuatkan Moch. Nur Ikhwan. Menurut peneliti yang tengah menyelesaikan riset tentang MUI ini, gejala menguatnya pengaruh gerakan-gerakan Islam akhir-akhir ini telah merubah karakter MUI menjadi lebih aktif meneliti isu-isu keagamaan di masyarakat. Langkah-langkah yang diambil institusi ulama ini banyak dipengaruhi faktor eksternal tersebut. "Karena kebanyakan MUI sangat pasif, perubahan terjadi karena ada pressure group, ada faktor eksternal yang memaksa MUI kemudian bergerak. Ini tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional" jelasnya. Ikhwan menduga, penetrasi gerakan-gerakan Islam ini dimulai pada tehun 2005 ketika gerakan-gerakan ini masuk di dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), farum ini ada dibawah MUI. Dilembaga ini mereka sangat vokal menyuarakan aspirasinya karena jumlah perwakilannya lebih banyak. "Mereka menciptakan organisasi-organisasi kecil dan jumlahnya banyak. Sehingga organisasi semacam NU dan Muhammadiyah kalah oleh organisasi kecil-kecil yang jumlah anggotanya banyak di FUI" beber Ikhwan. Bukti yang menunjukkan kuatnya pengaruh gerakan Islam ini lanjut doktor dari Leiden University ini nampak dari agenda MUI beberapa tahun terakhir yang getol melakukan reislamisasi ruang publik, yakni sebuah agenda merebut makna Islam agar sesuai dengan persepsi MUI sendiri. Dalam agenda ini, ada lima aspek yang menjadi sorotan utama MUI: Pertama, menjaga moralitas publik dimana isu-isu ponografhy masuk dalam kategori ini. Kedua, menjaga akidah ummat dari praktek pemurtadan, pendangkalan akidah dan aliran sesat. Ketiga, melakukan islamisasi dalam bidang ekonomi yang tercermin dalam dukungan besar MUI terhadap berkembangnya bank-bank syari'ah. Keempat, melakukan kontrol terhadap produk halal. Dan kelima, mendukung formalisasi syari'at islam yang terimplementasi dalam bentuk Peraturan-Peraturan Daerah (Perda) bernuansa agama. Pengaruh lain lanjut Ikhwan, terlihat dari strategi gerakan MUI saat ini. Menurutnya, ada perubahan strategi yang dulu hanya mengeluarkan fatwa, sekarang ditindaklanjuti dengan lengkah-langkah yang lebih kongkrit dalam bentuk advokasi agar fatwa itu menjadi kebijakan pemerintah atau bahkan menjadi undang-undang. "Karena itu, mereka juga melakukan drafting, melakukan loby dengan pemerintah. Bahkan dengan masuknya Kyai Ma'ruf Amin menjadi penasehat presiden (Wantimpres) itu juga merupakan media untuk mendapat akses kepada Pemerintah SBY" jelasnya. Hal ini yang menurutnya hampir tidak dimiliki gerakan-gerakan islam progresif sekarang. "Kalau zaman dulu kita masih punya Muslim Abdurrahman atau Djohan Efendi yang punya akses ke Dapag, sekarang kita hampir tidak punya akses ke sana" pungkasnya.