When Islam Breaks Down/Saat Islam Hancur
Theodore Dalrymple

(Theodore Dalrymple adalah psikiater dan dokter penjara dgn spesialisasi 
pencandu narkoba. Ia juga kolumnis the London Spectator, the Daily Telegraph, 
dan editor pembantu the Manhattan Institute’s City Journal. Karena 
pengalamannya di penjara (yg jumlah penghuni Muslimnya semakin meningkat), ia 
sering menulis ttg remaja Muslim di Inggris. Ia tinggal di Birmingham, England.)
---------------------------------------
...

Memang ada benarnya kalau Muslim mengritik aspek2 budaya Barat. Tapi mereka 
hanya memandang Barat dari satu segi : sumber budaya sex bebas (Barat versi 
Hollywood). Muslim menolak utk mengakui bahwa ada juga aspek lain budaya Barat; 
bahwa kebebasan juga mengantar pada kebebasan utk bertanya, berpikir dan 
berkreasi, yg pada akhirnya hanya membuahkan kekuatan.

Pemikiran picik ini pada dasarnya mengakibatkan sikap reaksioner
negatif Muslim di jaman sekarang ini. Muslim tulen takut bahwa kalau ia
membuka diri bagi kebebasan satu incipun, pada akhirnya ia akan kehilangan 
kontrol.

Ketakutan ala Muslim ini sangat nampak di masyarakat2 Muslim yg semakin 
membengkak jumlahnya di kota saya, Birmingham, England. Hanya sebagian kecil 
Muslim, dari golongan menengah atas yg terdidik, menganggap agama sbg masalah 
pribadi yg tidak perlu digembar-gemborkan. Yang Muslim tulen, nah ... mereka 
itu emoh integrasi dan lebih suka utk bergerombol di satu daerah, melanjutkan 
tradisi mereka yg dibawa dari pedalaman Punjab.

Mereka tidak pernah mengantisipasi ataupun menerima transisi budaya yg tidak 
bisa dielakkan. Mereka hanya interes utk menjaga keutuhan agama, tradisi dan 
budaya mereka. Namun generasi tua mereka kini sadar bahwa cara berbusana ala 
Muslim tidak menjamin penerimaan Islam dlm hati. Sex bebas, narkoba, 
kemurtadan, juga rawan dlm masyarakat mereka. Inilah membuat mereka semakin 
frustrasi dan fanatik.

Belum lama ini saya berdiri diluar halaman RS tempat saya kerja, menunggu taxi 
bersama2 dgn dua Muslimah yg mengenakan tenda hitam penuh, hanya mata mereka yg 
kelihatan. Yg satu mengatakan pada temannya, “Minta rokok dong, Say; gua gerah 
nih !”  Nah, cabutlah tekanan budaya terhdp anak2 muda ini, dan mereka akan 
membuang kostum ninja hitam mereka dalam sekejap.

Siapapun yg hidup di kota spt kota saya ini pasti akan heran, dari mana 
datangnya frustrasi Muslim ini. Apakah ini memang intrinsik dlm Islam yg 
membuat Islam tidak mampu mengadaptasi kpd dunia modern ? Apakah memang ada 
elemen esensial yg menjebak Darul-Islam kpd keterbelakangan abadi yg 
mengakibatkan Muslim terus menerus merasa terhina ? Muslim tahu bahwa seluruh 
dunia Arab MINUS MINYAKNYA sama sekali tidak berpengaruh pada dunia secara 
ekonomis, dibandingkan dgn perusahaan telpon Nokia dari Finlandia.

Problema Islam adalah kegagalannya memisahkan urusan agama dari
urusan negara. Berbeda dgn agama Kristen, yg menghabiskan abad2 pertamanya 
mengembangkan institusi2 yg pada akhirnya mengakui pemisahan antara gereja dan 
negara. Islam dari permulaannya memang merupakan negara dan agama, satu dan 
tidak terpisah, dgn tidak ada pembedaan antara otoritas negara dan agama.

Kekuasaan Muhamad mencakup spiritual dan kenegaraan, dan inilah model yg 
diwariskan pada pengikutnya. Karena menurut Islam, ia nabi terakhir, yg 
kesempurnaannya tidak boleh ditantang ataupun dipertanyakan karena ini hanya 
akan membawa kelemahan bagi agamanya.

Namun modelnya ini mengakibatkan dua problema.

Yang pertama, adalah politis. Muhamad lupa menginstitusikan cara2 yg dpt 
digunakan pengikutnya utk memilih penerus. Akibatnya terjadilah perpecahan 
antara Sunni-yg mengikuti bapak mertuanya (Abu Bakr) dan Shiah (yg mengikuti 
menantunya, Ali).

Belum lagi legitimasi pemimpin negara yg selalu bisa ditantang pemimpin 
spiritual, yg selalu mengikuti contoh Muhamad, yg selalu menganggap diri
lebih tinggi secara spiritual ataupun otoritas; mereka yg lebih fanatik dalam 
Islam jelas jauh lebih kuat dlm soal agama ketimbang mereka yg moderat. Karena 
tantangan kaum beragama ini,TIRANIlah menjadi jaminan stabilitas dan pembunuhan 
adalah satu2nya cara utk reformasi. Oleh karena itu kita tinggal nantikan The 
Saudi Time Bomb: cepat atau lambat, kaum agama akan mengadakan revolusi 
religius utk mendepak dinasti Saud yg dianggap korup dan hedonis.

Problema kedua adalah segi intelektual. Di Barat, Reformasi membawa kebebasan 
bagi individu utk dapat berpikir sendiri yg pada akhirnya mengakibatkan 
kemajuan pesat yg tidak dapat dibendung. Islam, tanpa adanya ruang terpisah dan 
sekuler dimana pemikiran bebas dapat mengalir dgn tenang tanpa dirantai agama, 
ketinggalan secara menyedihkan: selama 1400 tahun, sampai sekarang.

Budaya dimana semua gerak gerik dan adat harus mendapat pengesahan agama, akan 
menganggap setiap perubahan sbg suatu ancaman atas seluruh sistim kepercayaan.

Cara hidup mereka yg dibayang2i oleh ketakutan dihajar Allah-- baik secara 
intelektual dan politik—akan runtuh kalau diutak-atik. Oleh karena itu, 
kepatuhan adalah pertahanan terhdp segala bentuk keraguan yg tidak memungkinkan 
ko-eksistensi secara sederajad dgn mereka 2yg tidak sama kepercayaannya.

Bukan kebetulan bahwa hukuman bagi murtad dlm Islam adalah MATI.
Ini cara Islam menghindari pertanyaan mantan pengikutnya akan ke-ilahian sang 
nabi.

Dari pengalaman saya, Muslim2 tulen menuntut kebebasan utk mengritik doktrin 
dan adat orang lain, sering dgn semangat meluap2. Saya ingat pengalaman saya 
tinggal dgn Muslim Pakistan di Afrika Timur, orang sangat soleh dan baik tapi 
sering mengecam absurditas Kristen : Trinitaslah, Resureksi yg tidak mungkinlah 
dsb dsb. Walau saya sendiri bukan Kristen, saya membalasnya dgn menyebut 
absurditas2 dlm Islam spt adat berhala hijrah ke Mekah ataupun kepercayaan 
Muhamad pada jin dsb dsb. Tidak heran kalau persahabatan kami tidak berlangsung 
lama.

Status Quran yg tidak boleh dipertanyakan menghasilkan pendidikan, pemikiran 
dan masyarakat Islam yg mandeg dan lemah. Sebelum Muslim didalam negerinya 
sendiri, bebas mengecam Quran sbg buku amburadul yg inferior yg penuh 
kontradiksi, atau spt apa yg dikatakan Carlyle, Qu’ran adalah “ocehan yg 
membingungkan dan melelahkan dan tidak ada habis2nya....” Sebelum Muslim 
dibebaskan utk menyusun kembali dan memodernisasi Qu’ran dng interpretasi 
kreatif, mereka jangan heran kalau mereka hanya bisa puas dgn status 
terbelakang mereka.

Sbg ilustrasi, saya berikan contoh buku karangan Sir Arthur Conan Doyle, yg 
pertama terbit thn 1898, yg sebenarnya fiksi tapi sangat mirip dgn fakta. Buku 
ini bercerita ttg seorang pemimpin karismatik dan fundamentalis, Muhamad 
al-Mahdi, yg mencoba mendirikan teokrasi di Sudan dgn memberontak melawan 
kekuasaan Inggris-Mesir. Buku yg disebut dgn 'The Tragedy of the Korosko' ini 
adalah cerita ttg sekelompok turis di Mesir yg disandera oleh kelompok Mahdi 
dan lalu dibebaskan oleh Korps Onta Mesir. Seorang mullah Mahdi yg menyekap 
para turis mencoba memaksakan Islam kpd para turis Eropa & AS itu, menghina 
peradaban maju sbg tidak penting dan tidak berguna.

“ 'Ttg ajaran [sains] yg kalian sebutkan . . . ’ kata sang Mullah . . . ‘Saya 
sendiri belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, dan saya tahu apa yg anda 
maksudkan. Tapi ajaran orang2 beriman tidak spt ajaran para kafir, dan tidak 
pantas utk terlalu memata-matai cara2 Allah. Ada bintang yg memiliki buntut . . 
. dan ada yg tidak; apa gunanya utk mengetahui mana yg punya dan mana yg tidak 
? Karena Tuhan juga yg menciptakan mereka, dan mereka semua selamat di 
tanganNya. Oleh karena itu jangan anda besar kepala karena ajaran dari Barat 
dan mengertilah bahwa hanya ada satu kebijaksnaan, yg terdiri dari ketakwaan 
pada keinginan Allah yg nabi terpilihnya sudah paparkan utk kami dalam Buku 
ini.' "



Dan inilah problema dgn Muslim. Mereka terbentur dan mandeg pada Quran. Tapi 
mereka ingin kemajuan. Jadi,MUSLIM INGIN MANDEG DAN MAJU. (???) Muslim ingin 
penyempurnaan ajaran abad ke 7 mendominasi abad ke 21 ! Muslim ingin kemajuan 
yg dibawa oleh kemerdekaan berpikir, tapi mereka tidak suka dgn kemerdekaan 
berpikir. Loh ! KOK ??

Oleh karena itulah Muslim dihadapkan pada dilemma : tinggalkan agama mereka 
atau selama2nya ketinggalan dgn kemajuan teknis manusia lainnya.Dan orang yg 
menghadapi dilemma yg pelik, selalu akan MARAH : mereka akan histeris. Tetapi 
kemarahan ini, tuntutan mereka agar lebih dihormati dari non-Muslim bukan 
merupakan tanda kekuatan. Ini tanda KELEMAHAN —atau persisnya, KERAPUHAN — 
Islam dlm dunia modern, yg frustrasinya suatu saat akan meluap.

Kontrol yg dimiliki Islam atas pengikutnya dlm era globalisasi ini mengingatkan 
saya pada cengkraman Ceausescu terhdp rakyat Romania: sebuah cengkraman 
absolut, sampai suatu hari Ceausescu tampil di balkon istananya dan diteriaki 
oleh massa yg sudah kebal, tidak lagi bisa ditakut2i. Nah, mulai detik itu 
tamatlah riwayat sang tiran.

Salah satu tanda semakin melemahnya cengkraman Islam terhdp pengikutnya di 
Inggris saya lihat sendiri dari pemuda2 Muslim yg semakin banyak membanjiri 
penjara2 di Inggris. Ternyata Muslim2 ini sama sekali tidak memiliki interes 
kpd Islam sama sekali. Mereka tidak solat, tidak menuntut makanan halal, tidak 
baca Quran, tidak mau menemui ustadz dsb. ‘Penyebaran’ Islam dlm penjara hanya 
diarahkan kpd orang2 Jamaica, kelompok lain yg juga mengalami ‘inferiority 
complex.’ Mereka masuk Islam hanya sbg protes atau balas dendam terhdp 
masyarakat yg menghukum mereka. Tidak kurang, tidak lebih !

Tetapi Islam tidak sedikitpun memperbaiki tingkah laku pemuda2 Muslim di 
penjara. Sebagian besar mengkonsumsi & berdagang heroin, sebuah kebiasaan yg 
sama sekali tidak dikenal dlm masy Sikh ataupun Hindu di Inggris.

Yg ditunjukkan oleh pemuda2 Muslim ini adalah kekakuan tradisi orang tua mereka 
yg dari luar nampak soleh. Tapi kalau topeng itu diangkat, isinya kosong 
melompong. Muslim2 muda ini tahu benar fakta ini.

Islam dlm dunia modern sangat lemah dan rapuh. Islam tidak kuat : itulah alasan 
Muslim sering berteriak dan mengaum. Para pengungsi Iran yg membanjiri Barat 
sudah lari dari Islam. Ini saya lihat dari kota ke kota. Islam akan sangat 
bahaya utk waktu yg pendek, tapi pada akhirnya akan mati. Kelompok fanatic dan 
para suicide bombers bukan tanda bangunnya Islam, tetapi tanda gemercing 
kematiannya.

Kirim email ke