http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&kd_sup=1&id=30691


Mengapa Kita Diperintahkan Berpuasa?

Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kamu berpuasa, 
sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertakwa 
dalam beberapa hari yang telah ditentukan, yaitu bulan Ramadan. (Q.S. 
Al-Baqarah 183 dan 185)

KETIKA Nabi Muhammad saw. pertama kali datang ke Madinah, beliau selalu 
berpuasa selama tiga hari berturut-turut setiap pertengahan bulan, yaitu 
tanggal 13, 14, 15. Nabi pun berpuasa pada hari Asyura tanggal 10 Muharam. 
Kemudian Allah mewajibkan puasa Ramadan, melalui Q.S. Al-Baqarah (2): 183-184 
(al-Kiya al-Harrasy;1983;I:62). Puasa yang sebelumnya selalu dilaksanakan 
Rasulullah saw. akhirnya menjadi puasa sunat. Menurut riwayat, perintah puasa 
turun tanggal 10 Saban satu setengah tahun setelah hijrah (al-Jaziri: 2001:307) 
sehingga ibadah puasa Ramadan pertama kali dilaksanakan nabi pada bulan Ramadan 
tahun 2 Hijriah.

Perintah puasa sebelumnya diwajibkan kepada umat sebelum Muhammad saw. Umat 
Nabi Musa a.s. dan Isa a.s. diwajibkan berpuasa selama satu bulan dan pernah 
dilakukan pada bulan yang sangat panas sehingga bulan itu disebut bulan 
Ramadan. Namun, mereka memindahkannya ke musim semi (rabi`) dan jumlahnya 
ditambah menjadi 50 hari karena pertimbangan ada pemuka agama (rahib) yang 
sakit, bernazar untuk sembuh sehingga puasa menjadi 50 hari. (al-Jashash, 1993, 
I: 243) 

Mengapa puasa diperintahkan dan apa tujuannya? Jawabnya ada pada akhir ayat 
183, berpuasa adalah proses untuk mencetak umat Muhammad meraih derajat takwa 
(la`allakum tattaqun). Ini merujuk pada kata la`ala-kum lalu disambung dengan 
kata tattaqun. Makna la`alla, berarti mempersiapkan diri untuk menjadi pribadi 
yang takwa penuh keyakinan. (Muhammad Abduh, t.t. jilid II:165).

Tujuan puasa seperti diungkap dalam Kitab al-Jurjawi /1938: hal 243-247, adalah 
(1) membiasakan hamba Allah selalu bersyukur karena setiap bentuk ibadah adalah 
perwujudan syukur pada Sang Pencipta, (2) belajar menjaga amanah yang 
dibebankan Allah pada hamba-Nya, (3) membersihkan sifat binatang dan 
mendekatkan diri pada sang pencipta, (4) menjaga kesehatan lambung dan puasa 
ra`su al-daw? (inti pengobatan). (5) melatih potensi diri, (6) mengendalikan 
nafsu biologis, seperti hadis Nabi, "Hendaklah kamu berpuasa karena puasa 
adalah perisai."(Drs. H.O. Zaenal Muttaqien, anggota komisi fatwa MUI Kota 
Bandung dan dosen Fakultas Syariah UIN SGD Bandung)**

Kirim email ke