Harian Komentar
20 September 2008 

DPR Akhirnya Tunda Pengesahan RUU AP 


Jakarta, KOMENTAR
Setelah mendapat masukan berupa penolakan, terutama dari masyarakat Su-lut, 
Bali dan daerah lainnya di Indonesia, DPR RI akhirnya membatalkan rencana 
pengesahan RUU Antipornografi (RUU-AP) menjadi Undang-undang 23 Septem-ber 
mendatang. Hal ini dibe-narkan Ketua Pansus RUU APP, Balkan Kaplale di 
Ja-karta, Jumat (19/09).

Menurut Balkan, pansus berusaha memperhatikan masukan yang disampaikan 
masyarakat. Komposisi keanggotaan pansus juga telah mencerminkan kepentingan 
semua daerah. Pernyataan Balkan ini sekaligus membantah pernyataan anggota 
Pansus RUU APP DPR Ali Mochtar Ngabalin yang mengemukakan bahwa Rapat Paripurna 
DPR RI pada Selasa, 23 September 2008, mengagendakan pengesahan RUU APP sebagai 
UU. 
Secara terpisah, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono, 
dan cendekiawan Islam dari Muhammadiyah, Moeslim Ab-durrahman mengingatkan, 
agar DPR tidak terburu-buru atau memaksa pengesahan Rancangan Undang-Undang 
(RUU) Pornografi menjadi Un-dang-Undang (UU) sebelum se-jumlah masukan dan 
catatan dari masyarakat terakomodasi secara baik. Keduanya me-minta agar DPR 
sungguh-sungguh mempertimbangkan aspirasi masyarakat dari semua kelompok, 
sehingga tidak terjadi konflik vertikal di kemudian hari.

"Saya kira tidak mungkin dan terlalu cepat, jika DPR sudah merampungkan naskah 
RUU Pornografi untuk disahkan menjadi undang-undang pada 23 September. Saya 
berharap paling lambat akhir tahun 2009 seluruh kekurangan dalam RUU Pornografi 
tersebut sudah dapat diselesaikan secara baik," ujar Meutia.

Menurut dia, persoalan defini-si mengenai seksualitas dan Pasal 21 mengenai 
peran masyarakat yang saat ini menjadi persoalan dan ganjalan dalam pembahasan 
RUU tersebut, diharapkan dalam waktu uji publik yang dilakukan di empat 
propinsi dalam waktu dua bulan sudah dapat menda-patkan masukan efektif bagi 
DPR. "Peran serta masyarakat harus dipertegas, dan apakah perlu dibuat semacam 
lembaga baru seperti pengawas juga harus diselesaikan pemba-hasannya. Serta 
bagaimana dengan persoalan adat dan ke-budayaan dalam RUU Porno-grafi nanti 
juga perlu dilengkapi lagi," tuturnya.

Sementara itu, Moeslim Abdurrahman, meminta seluruh komponen masyarakat, 
khususnya umat Islam, untuk tidak terjebak dalam persoalan perlu tidaknya RUU 
Pornografi yang sekarang ini semakin kental nuansa politik agamanya. "Politik 
agama di balik pro dan kontra RUU Pornografi ini harus disikapi secara 
bijaksana. Umat Islam jangan terje-bak pada konsep bahwa pihak yang anti-RUU 
Pornografi me-rupakan pihak di luar Islam dan akidah agama. Sangat berbahaya, 
jika hal ini dibiar-kan terjadi, karena akan mem-benturkan kelompok masyarakat 
kritis dengan kelompok Islam," ujarnya mengingatkan.
Dia meminta pemerintah dan DPR secara arif dan bijaksana menyikapi seluruh 
fenomena yang berkembang di balik pro dan kontra RUU Pornografi agar konflik 
vertikal tidak terjadi. "Saya berharap, pada akhirnya di balik pertentangan 
antara kelompok yang pro dan kontra tentang RUU Pornografi ini dapat 
diakomodasi oleh DPR dengan memperbaiki RUU Pornografi tersebut, sehingga tidak 
terkesan produk hukum ini hanya milik sekelompok kepentingan politik. Waktu 
perdebatan soal Piagam Jakar-ta, pada akhirnya seluruh komponen bangsa 
menyadari bahwa NKRI merupakan harga mati," katanya.

Sedangkan permintaan penundaan pengesahan juga disampaikan Hizbut Tahrir 
Indonesia (HTI) yang meminta DPR tak mengesahkan RUU Pornografi, jika belum 
diperbaiki pasal-pasal yang mengandung banyak kelemahan. Permintaan itu 
disampaikan HTI melalui juru bicaranya Muhammad Ismail Yusanto.(mdc/zal) 

Kirim email ke