Perang Badr, Kenangan Manis di Bulan Ramadhan 

Ramadhan, tahun ke II Hijriyah. Saat itu di Madinah tersiar berita
bahwa sebuah kafilah raksasa kaum musyrikin Quraisy berangkat
meninggalkan Syam pulang ke Mekkah. Kafilah yang dipimpin Abu Sufyan
bin Harb itu membawa seribu ekor unta penuh muatan barang-barang
berharga. Bersamanya ikut tokoh-tokoh Mekkah lainnya yang jumlah
keseluruhannya sekitar tiga puluh atau empat puluh orang.





Mendengar informasi tersebut Rasulullah SAW berkata :



"Lihatlah itu kafilah Quraisy, membawa harta kekayaan mereka.
Berangkatlah menghadang mereka, mudah-mudahan Allah akan memindahkan
harta itu kepada kalian." (HR Ibnu Abbas)



Bagi kaum Muslimin, harta kekayaan sebesar itu adalah sebagai pengganti
harta kekayaan mereka yang dirampas oleh kaum musyrikin ketika mereka
hijrah ke Madinah. Kalau harta kekayaan sebesar itu lepas dari tangan
musyrikin dan berpindah ke tangan kaum Muslimin, maka itu merupakan
pukulan dahsyat bagi penduduk Mekkah yang masih setia menjalankan
kemusyrikan dan menolak agama tauhid.


 


Gambar : ilustrasi


Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengisahkan 
saat-saat kaum Muslimin berangkat menuju Badar :


Menjelang perang Badr tiap tiga orang dari pasukan Muslimin
mengendarai seekor unta secara bergantian. Abu Libabah dan Ali bin Abi
Thalib bersama Rasulullah dengan seekor unta. Ketika tiba giliran
beliau menunggang unta, dua orang sahabatnya itu berkata: "Ya
Rasulullah, biarlah kami berjalan dan anda tetap naik." Beliau
menjawab: "Kalian tidak lebih kuat berjalan daripada aku dan aku tidak
lebih kurang membutuhkan pahala daripada kalian."

  

Dari Sebuah Ekspedisi Kecil Menuju Perang Menentukan



Kaum Muslimin yang berangkat dalam Perang Badr bersama Rasulullah SAW
menyangka perjalanan mereka hanya sebagaimana perjalanan sebelumnya,
hanya sebuah ekspedisi kecil menghadang kafilah Quraisy. Tidak
terlintas dalam fikiran mereka bahwa ekspedisi kali ini akan menjadi
sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam.



Di pihak lain, Abu Sufyan yang telah mendengar kafilahnya terancam
bahaya mengirim kurir, Ibnu 'Amr Al-Ghafari ke Mekkah untuk minta
bantuan pasukan guna menyelamatkan harta kekayaan yang dibawa kafilah.
Ibnu 'Amr, sang kurir mengejutkan penduduk Mekkah dengan aksinya.
Setelah untanya ditambat ia berdiri di atas punggungnya, melepaskan
kendalinya, merobek-robek bajunya sendiri, kemudian berteriak : "Hai
orang-orang Quraisy, bahaya! Bahaya! Harta benda kalian yang dibawa
kafilah Abu Sufyan dihadang oleh Muhammad dan kawan-kawannya! Saya
fikir, mau tidak mau kalian harus sanggup menyelamatkannya.
Bantu….Bantu!



Seruan heroik Ibnu 'Amr ini membangkitkan semangat jahiliyah kafir
Quraisy Mekkah. Dengan darah mendidih mereka siap berangkat tanpa
menghiraukan kesulitan dan rintangan. Sembilan ratus lima puluh orang
prajurit terkumpul dengan dua ratus ekor kuda ditambah suporter
penyemangat dari kalangan wanita yang memukul rebana dan menyanyikan
lagu-lagu ejekan kepada kaum Muslimin. Kekuatan pasukan kafir Quraisy
ini pun berjalan menuju utara menyusul kafilah yang sedang berjalan ke
arah Madinah untuk bergabung dengan mereka.



Sementara itu Abu Sufyan rupanya tidak sabar menunggu datangnya bala
bantuan dan melakukan sebuah operasi penyelamatan sendiri untuk
menghindari pasukan kaum Muslimin. Abu Sufyan ketika itu berpapasan
dengan seorang bernama Majdi bin 'Amr, ia bertanya : "Apakah anda
melihat seseorang?" Majdi menjawab : "Saya tidak melihat sesuatu yang
mencurigakan. Saya hanya melihat dua orang menunggang unta menuju ke
bukit itu. Setelah mengambil air mereka lalu pergi…" Abu Sufyan segera
menuju ke bukit yang ditunjuk. Di tempat bekas unta kaum Muslimin
berhenti ia menemukan kotorannya. Setelah dikorek-korek, ia menemukan
sebuah biji kurma…Ia berguman : "Demi Allah, ini pasti dari makanan
unta orang-orang Madinah!" Ia yakin benar bahwa dua orang yang
dikatakan oleh Majdi tentu sahabat-sahabat Muhammad dan pasukannya
pasti tidak jauh dari tempat itu.



Abu Sufyan segera kembali ke kafilahnya dan melarikan diri ke arah
pantai, meninggalkan Badr melalui jalan di sebelah kirinya dan akhirnya
berhasil lolos dari rencana penyergapan kaum Muslimin. Ia langsung
mengutus kurir kepada kafir Quraisy agar membatalkan pengiriman bala
bantuan kepadanya. Abu Jahal yang menerima pesan dari kurir yang diutus
oleh Abu Sufyan menjawab dengan congkak : "Demi Allah, kami tidak akan
pulang sebelum tiba di Badr. Di sana kami akan tinggal selama tiga
hari, memotong ternak, makan beramai-ramai dan minum arak sambil
menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah
semua orang Arab mendengar berita tentang perjalanan kita semua dan
biarlah mereka tetap takut kepada kita selama-lamanya."



Maka, sebuah perang besar dan menentukan akan segera terjadi.
Rasulullah SAW telah memprediksi hal tersebut. Karenanya Rasulullah SAW
tidak menghiraukan kafilah Abu Sufyan yang berhasil melarikan diri,
melainkan berkonsentrasi untuk bersiap menghadapi pasukan kafir
Quraisy. Beliau berfikir jikalau pasukan Quraisy dibiarkan saja
menunjukkan kekuasaan mereka di daerah Badr, maka hal tersebut akan
menbahayakan Islam dan menghambat perkembangannya. Maka Beliau SAW pun
meneruskan perjalanan pasukannya dan menguatkan semangat tempur kaum
Muslimin.



Rasulullah SAW mengutus Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Al 'Awwam, dan
Sa'ad bin Waqqash untuk menyelidiki keadaan pasukan musyrikin dan
menyadap berita tentang persiapan mereka. Di saat mereka sedang
melaksanakan tugas, dua orang budak menjumpai mereka dan menawarkan
air. Dua orang budak itu akhirnya ditangkap dan dibawa ke markas.
Rasulullah SAW pun bertanya-jawab dengan dua orang budak itu!





-Beritahukan kepadaku keadaan orang-orang Quraisy!

+ Mereka berada di belakang bukit pasir itu, yang anda lihat di pinggir sebelah 
sana

-Berapa banyak jumlah mereka?

+Banyak sekali

-Apa persenjataan mereka ?

+ Kami tidak tahu

-Berapa ekor unta yang mereka potong tiap hari ?

+ Kadang-kadang sembilan dan kadang-kadang sepuluh ekor

-Kalau begitu, jumlah mereka antara sembilan ratus dan seribu orang!

-Siapakah pemimpin-pemimpin Quraisy yang ada di tengah mereka ?

+ Utbah dan Syaibah, dua anak lelaki Rabi'ah ; Abul Bahtari bin Hisyam,
Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid; Al Harits bin 'Amir, Thu'aiman
bin 'Adiy ; An Nadhr bin Al Harits ; Zam'ah bin Al Aswad ; Amr bin
Hisyam (Abu Jahal) ; Umayyah bin Khallaf …dan lain-lain."



Selesai tanya-jawab Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya :



"Ketahuilah, Mekkah sekarang telah mengerahkan pemimpin-pemimpinnya untuk 
menyerang kalian." (HR Muslim)






Kaum musyrikin Quraisy telah mengerahkan seluruh kemampuan untuk
memberikan pukulan yang menentukan terhadap kaum Muslimin dalam usaha
mengakhiri permusuhan yang berlangsung selama lima belas tahun. Sebuah
pukulan untuk menghancurkan Islam dan memperkokoh kedudukan paganisme
sebagai kekuasaan tunggal.



Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepada para sahabat yang
berhimpun di sekitarnya. Di antara mereka terdapat kaum Muhajirin yang
telah mengorbankan jiwa dan harta benda dalam perjuangan di jalan
Allah, di samping kaum Anshar yang telah mengikatkan kehidupan
sepenuhnya, baik sekarang maupun di masa mendatang, dengan agama yang
mereka bela dan mereka lindungi. Beliau ingin memastika kesiapan para
sahabatnya dalam menghadapi perang menentukan ini.



Al Miqdad bin 'Amr dari Muhajirin dengan tegas mengemukakan pendiriannya :



"Ya Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepada
anda, aku tetap bersama anda! Demi Allah, kami sama sekali tidak akan
mengucapkan perkataan yang dahulu pernah diucapkan oleh orang-orang
Bani Israil kepada Musa, yaitu "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, kami tetap duduk di sini." Yang kami katakan kepada anda
ialah "Pergilah anda bersama Tuhan anda berperang, dan kami bersama
anda turut berperang!" Demi Allah yang mengutus anda membawa kebenaran,
seandainya anda mengajak kami ke "Barkul-qhumad" (sebuah tempat di
Yaman) kami tetap mengikuti anda sampai di sana…"



Dari Anshar Sa'ad bin Mu'adz menghalau kekhawatiran Rasulullah SAW dengan 
uacapannya :



"Demi Allah, tampaknya anda menghendaki ketegasan sikap kami, ya
Rasulullah ? Beliau menyahut : "Ya, benar." Sa'ad melanjutkan : "Ya
Rasulullah, kami telah beriman kepada anda dan kami pun membenarkan
kenabian dan kerasulan anda. Kami juga telah menjadi saksi, bahwa apa
yang anda bawa adalah kebenaran. Atas dasar iu kami telah menyatakan
janji dan kepercayaan kami untuk senantiasa taat dan setia kepada anda
Ya Rasulullah, jalankanlah apa yang anda kehendaki, kami tetap bersama
anda. Demi Allah seandainya anda menghadapi lautan dan anda terjun ke
dalamnya, kami pasti akan terjun bersama anda. Seorang pun diantara
kami tidak akan mundur dan kami tidak akan sedih bila anda menghadapkan
kami dengan musuh esok hari. Kami akan tabah menghadapi peperangan dan
hal itu akan kami buktikan dalam konfrontasi nanti. Semoga Allah akan
memperlihatkan kepada anda apa yang sangat anda inginkan dari kami.
Marilah berangkat dengan berkah Ilahi!"



Alangkah gembiranya hati Rasulullah SAW mendengar peryataan para
sahabatnya tersebut, kemudian Beliau memerintahkan kepada pasukan kaum
Muslimin :



"Berangkatlah dengan hati gembira…! Allah telah menjanjikan kepadaku
salah satu di antara dua golongan (Pasukan Abu Jahal atau kafilah Abu
Sufyan). Demi Allah, aku seolah-olah melihat tempat-tempat mereka
bergelimpangan…"



Perang Badr, Perang Tanding Antara Al Haq Melawan Al Batil 

  

Kaum Muslimin akhirnya siap untuk menghadapi peperangan. Mereka
mengambil posisi yang terdekat dengan sumber air di Badr. Tak lama
kemudian datanglah sahabat Al Khabbab bin Al Munzir menghadap
Rasulullah SAW dan bertanya : "Ya Rasulullah apakah dalam memilih
tempat ini anda menerima petunjuk wahyu dari Allah SWT yang tidak dapat
diubah lagi ? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan ? Rasulullah
SAW menjawab : "Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan tipu
muslihat!" Al-Khabbab kemudian mengusulkan : "Ya Rasulullah, jika
demikian ini bukan tempat yang baik. Ajaklah pasukan pindah ke tempat
air yang terdekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana
dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita
isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam
keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh
tidak akan memperoleh air minum." Rasulullah SAW menjawab : "Pendapatmu
sungguh baik!" Beliau kemudian memerintahkan supaya usul tersebut
dilaksanakan. Belum sampai tengah malam, apa yang disarankan oleh
Khabbab telah selesai dikerjakan dan kaum Muslimin sekarang telah
menguasai sumber-sumber air.



Pada malam harinya kaum Muslimin merasa tenang dan lega. Mereka dapat
beristirahat dengan hati penuh keyakinan yang kuat akan janji Allah dan
RasulNya. Malam itu turun hujan rintik-rintik membuat udara sejuk dan
nyaman. Keesokan harinya mereka merasa segar dan fikiran mereka penuh
dengan harapan baru. Pasir sahara di sekitar mereka menjadi agak padat
sehingga mudah diinjak dan meringankan orang yang berjalan kaki. Al
Qur'an Al Karim mengabadikan peristiwa tersebut dalam firmanNya :



"Ingatlah ketika Allah membuat kalian mengantuk guna memberi perasaan
aman pada kalian, kemudian Allah menurunkan hujan dari langit untuk
kalian guna membersihkan diri kalian dan menghilangkan kotoran setan
dari kalian, untuk menguatkan hati kalian dan menguatkan jejak kaki
kalian."

(QS Al Anfal : 11)



Sementara itu Rasulullah SAW tiada berhenti berdoa dengan khusyu
memohon kepada Allah SWT supaya diberi kekuatan untuk mengalahkan
musuh. Diantara doa yang beliau ucapkan adalah :



"Ya Allah, kalau pasukan (kaum Muslimin) ini sampai binasa, Engkau tidak 
disembah lagi (oleh manusia) di muka bumi."



Kemudian beliau memperkeras suaranya :



"Ya Allah, tunaikanlah janji yang telah Engkau berikan kepadaku…Ya Allah, 
pertolongan Mu…Ya Allah!" 



Beliau mengangkat kedua belah tangannya sedemikian tinggi hingga
burdahnya jatuh dari pundaknya. Abu Bakar Ash Shiddiq yang sejak awal
selalu mendampingi beliau menyampirkan kembali burdah di atas pundak
beliau seraya berkata dengan perasaan haru :



"Ya Rasulullah, kurangilah kesedihan anda dalam berdoa kepada Allah!
Allah pasti akan  memenuhi janji yang telah diberikan kepada anda!"

(HR Muslim dan Bukhari)



Waktu yang ditentukan pun akhirnya datang. Kaum musyrikin secara
agresif memulai serangan. Ketika itu Al Aswad bin Abdul Asad menyerang
kubangan tempat penampungan air yang dibuat oleh kaum Muslimin, seraya
berkata : "Saya berjanji kepada Tuhan, saya harus bisa minum dari
airnya atau saya hancurkan tempat itu, atau biarlah aku mati karena
itu!" Hamzah bin Abdul Muthalib maju untuk menghadapi dan menangkisnya.
Terjadilah perang tanding satu lawan satu antara pasukan Al Haq, kaum
Muslimin, melawan pasukan Al Batil, kaum musyrikin. Dalam perang
tanding satu lawan satu itu Hamzah berhasil menyabetkan pedangnya pada
kaki Al Aswad hingga putus sebelah. Al Aswad masih berusaha bangkit,
merangkak hendak menyerbu ke tempat penampungan air. Hamzah tidak
memberi kesempatan dan segera membunuhnya.



Kemudian maju ke depan 'Utbah dan Syaibah, dua orang bersaudara anak
lelaki Rabiah dan Al Walid, anak Utbah, tiga-tiganya dari pasukan
musyrikin. Dari pasukan kaum Muslimin keluar Abu Ubaidah bin Al Harits,
Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Ali bin Abi Thalib. Ubaidah perang
tanding dengan 'Utbah. Hamzah melawan Syaibah, dan Ali bin Abi Thalib
menghadapi Al Walid. Perang tanding pun dimulai. Hamzah tidak menemui
banyak kesukaran untuk mengakhiri perlawanan Syaibah. Demikian pula Ali
bin Abi Thalib, dalam perang tandingnya berhasil membunuh lawannya
dalam waktu singkat. Sedangkan Ubaidah dalam pertarungan melawan
'Utbah, yang satu berhasil melukai yang lain. Melihat itu, Hamzah dan
Ali menghunus pedang kembali dan dihantamkan kepada 'Utbah sehingga
jatuh terkapar dan mati.



Pasukan kafir Quraisy tambah beringas, mereka menghujani kaum Muslimin
dengan anak panah yang akhirnya menimbulkan peperangan masal dan
serentak antara kedua belah pihak, musyrikin melawan Muslimin. Pasukan
kaum Muslimin dalam pertempuran selalu meneriakkan kata "Ahad…Ahad…!



Pertempuran akhirnya meluas dan mendekati titik puncaknya. Saat itu
pasukan Muslimin berhasil menguras habis tenaga musuh dan menimpakan
kerugiaan besar. Rasulullah SAW terus mendoakan di dalam kemah
mengawasi dengan seksama para prajuritnya dan memberikan semangat
kepada mereka. Ibnu Ishaq dalam riwayatnya mengatakan: "Ketika itu
Rasulullah di dalam kemahnya tampak 'pingsan' beberapa saat kemudian
sadar kembali, lalu berkata kepada Abu Bakar Ash Shiddiq : 'Hai Abu
Bakar, gembiralah pertolongan Allah telah datang kepadamu. Itulah
Jibril memegang tali kekang dan menuntun kudanya!"



Pertempuran bertambah sengit. Debu bertaburan di udara menggenangi
semua pasukan yang sedang bertempur dengan hebatnya hingga sama-sama
letih. Pasukan Al Haq bertempur gigih untuk menegakkan agama Allah,
sedangkan pasukan Al Batil terkecoh oleh kesombongan hendak mengalahkan
takdir Ilahi!



Rasulullah SAW keluar dari kemah mendatangi pasukannya dan mendorong
mereka supaya lebih gigih menghancurkan musuh. Beliau berseru :



"Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tanganNya, setiap orang yang
sekarang ini berperang melawan musuh kemudian ia mati dalam keadaan
tabah mengharapkan keridhoan Allah dan dalam keadaan terus maju pantang
mundur; pasti akan dimasukkan Allah ke dalam surga!"



Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, ketika pasukan musyrikin terus maju
mendesak, Rasulullah SAW berseru kepada pasukannya: "Siaplah memasuki
surga seluas langit dan bumi!" Umair bin Al Hammam Al Anshari menyahut
: "Ya Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?!" Beliau menjawab :
"Ya, benar!" "Sungguh indah…sungguh indah!, kata Umair. Rasulullah
bertanya : "Apa yang mendorongmu berkata demikian?" Umair menjawab :
"Ya Rasulullah! Demi Allah, aku mengatakan itu karena aku ingin menjadi
penghuninya!" Beliau menyahut : "Engkau termasuk orang yang akan
menghuninya!"





Mendengar
jawaban itu, Umair segera mengeluarkan kurma bekalnya dari dalam
kantong. Setelah memakan beberapa butir, ia berkata: "Kalau aku hidup
sampai menghabiskan semua kurma ini, terlalu lama…!" Ia lalu membuang
semua sisa kurmanya, lalu maju menyerang musuh sambil bersya'ir :



Berangkat menghadap Allah tanpa bekal

Yang kubawa hanyalah taqwa dan amal

Serta tabah berjuang di jalan Allah 'Azza wa Jalla

Bekal yang lain pasti'kan lenyap kembali asal

Hanya taqwa, kebajikan dan hidayat yang tetap kekal



Umair terus merangsek maju menyerang pasukan kufar hingga gugur. 



Gembong-gembong pasukan musyrikin banyak bergelimpangan dihantam
keberanian pasukan kaum Muslimin. Abu Jahal sendiri diterjang secara
gagah berani oleh dua pemuda anak lelaki Arfa, hingga tersungkur dan
sekarat menghitung hembusan nafas terakhirnya. Tujuh puluh orang
tokoh-tokoh kafir musyrikin Quraisy mengalami nasib yang serupa 
Rasulullah SAW dengan suara keras berseru : "Hancurlah wajah mereka…!"



Akhirnya sisa-sisa pasukan musyrikin lari tunggang-langgang. Mereka
menderita kekalahan hebat dan kaum Muslimin mendapatkan kemenangan
gemilang. Perang Badr menjadi perang yang menentukan antara pasukan Al
Haq dengan pasukan Al Batil dan menjadi bukti bahwa kedzaliman pastik
akan sirna dan Al Haq pasti akan berjaya.



Kaum Muslimin dengan wajah berseri-seri melihat langit dan bumi tertawa
kegirangan. Kemenangan gemilang pada Perang Badr menjadi sesuatu yang
indah untuk mereka kenang dan membuat mereka 'hidup' kembali,
memulihkan cita harapan dan harga diri serta membebaskan mereka dari
belenggu yang berat. Allah SWT berfriman :



"Sungguhlah, bahkan Allah telah menolong kalian dalam perang Badr,
padahal kalian itu adalah orang-orang yang lemah. Karena itu hendaklah
kalian tetap bertaqwa kepada Allah dan hendaklah kalian selalu
mensyukuriNya."

(QS Ali Imran : 123)



Hikmah dan Ibrah Perang Badr



Peperangan Badr meninggalkan kaum Muslimin yang gugur sebagai syuhada
sebanyak empat belas orang. Mereka mendapat karunia rahmat Ilahi
berangkat ke alam tertinggi. Sebaliknya di pihak musyrikin sebanyak
tujuh puluh orang tokoh mereka binasa dalam kekafiran. Tujuh puluh
lainnya jatuh sebagai tawanan kaum Muslimin.



Haritsah bin Suraqoh gugur dalam perang Badar terkena sebuah anak panah
nyasar, di saat ia sedang mengamati jalannya peperangan. Seusai perang
ibunya datang menghadap Rasulullah SAW., lalu berkata : "Ya Rasulullah,
beritahukan saya bagaimana keadaan Haritsah ? Kalau ia berada dalam
surga, saya bisa sabar dan tabah, tetapi kalau tidak, maka hendaklah
Allah melihat apa yang saya perbuat!" Rasulullah SAW menjawab :
"Celakalah engkau, apakah engkau masih meratapinya? Di sana tersedia
delapan surga dan anakmu mendapat surga firdaus yang paling tinggi!"



Kalau orang yang terkena anak panah nyasar saja mendapat imbalan
demikian besarnya, apalagi orang-orang yang terjun langsung menyabung
nyawa dalam medan jihad di Perang Badr. 



Perang Badr menjadi simbol pertarungan antara Al Haq melawan Al Batil,
kebenaran melawan kesalahan, tanpa memandang ikatan kekeluargaan. Dalam
Perang Badr, orang tua bisa berhadap-hadapan dengan anaknya begitu pula
sebaliknya, sebagaimana Abu Bakar As Shiddiq berhadap-hadapan dengan
anaknya 'Abdurrahaman' yang saat itu berada di pihak musyrikin.
Sementara itu Utbah bin Rabi'ah adalah seorang ayah yang berada di
pihak musyrikin berhadapan dengan anaknya sendiri yang bernama Abu
Hudzaifah di pihak kaum Muslimin.



Ketika jenazah Utbah diseret-seret oleh oleh pasukan kaum Muslimin
hendak diceburkan ke dalam sumur kering, Rasulullah SAW melihat wajah
Abu Hudzaifah berubah warna dan tampak amat sedih. Rasulullah SAW
bertanya kepadanya : "Hai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau terpengaruh
oleh keadaan ayahmu bukan?" Ia menjawab : "Tidak ya Rasulullah, Demi
Allah aku tidak sedih karena ayahku dan tidak pula karena ia tewas.
Yang menyedihkan hatiku ialah karena karena aku tahu bahwa ayahku
sebenarnya seorang yang dapat berfikir, bijaksana, dan mempunyai
keutamaan. Pada mulanya aku mengharap kebaikan yang dimilikinya itu
akan menuntunnya ke dalam Islam. Kemudian setelah aku menyaksikan ia
mati dalam keadaan sebagai orang kafir, sungguh pilu hatiku!"



Rasulullah SAW bersama kaum Muslimin akhirnya pulang ke Madinah dengan
kemenangan yang gemilang dan keimanan yang bertambah kokoh. Mereka juga
membawa sejumlah tawanan dan sejumlah ghanimah. Beliau kemudian
mengutus Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah untuk mengumumkan
berita kemenangan gemilang tersebut kepada seluruh kaum Muslimin di
Madinah. Beliau SAW dan para sahabatnya telah berada di medan jihad
Perang Badr selama tiga hari penuh,  berjuang dengan penuh keberanian
dalam pertarungan menentukan masa depan Islam. Dan, ingat, kejadian
tersebut meletus pada tanggal tujuh belas bulan Ramadhan tahun kedua
Hijriyah. Sungguh, peristiwa Perang Badr memang pantas untuk disebut
sebagai sebuah kenangan manis di bulan Ramadhan.



Shalom,
Tawangalun.



      

Kirim email ke