http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=73132
Kemerdekaan Masih Milik Kalangan Tertentu (18 Aug 2008, 336 x , Komentar) SUDAHKAH kita merdeka? Pertanyaan itu begitu mudah mendapat jawaban setiap kali lagu Indonesia Raya berkumandang mengiringi sang Merah Putih berkibar pada perayaan HUT Kemerdekaan RI.Tapi, benarkah kemerdekaan sudah dirasakan oleh bangsa Indonesia? Anak-anak SD yang dicekoki pelajaran sejarah akan menjawab: iya. Bahwa tanah air tercinta ini tak lagi berada di bawah kaki penjajah. Bangsa ini tak lagi dikeruk hasil buminya sebagai upeti kepada kompeni. Nusantara yang kaya raya ini bebas berekspresi, berbicara, dan berkarya. Sepintas pandang, negeri ini memang sudah merdeka. Apalagi, tradisi pesta rakyat di pelosok-pelosok kampung hingga perkotaan masih diwarnai aksesori merah putih. Di lorong sempit, jalan raya, di sekolah-sekolah, di perkantoran dan kawasan bisnis. Tak peduli, meski hari-hari sebelumnya harus antre BBM, atau makan sekali sehari, tapi ketika hari kemerdekaan tiba, di mata mereka kemerdekaan patut dirayakan. Semua turut bergembira. Bahkan, berbagai permainan yang menjadi tradisi digelar. Hingga kini, lomba balap karung, makan kerupuk, baris berbaris, sepak bola pria berdaster hingga panjat pinang masih ditemui. Semangat merayakan kemerdekaan memang masih menggema di mana-mana. Spirit itu patut dihargai, mengingat betapa sulitnya gelak tawa kebebasan dan hangatnya kekeluargaan dan kebersamaan didapatkan oleh para pejuang bangsa ini. Mungkin tak akan ada habisnya perayaan itu dihelat setiap kalender menunjukkan 17 Agustus. Tapi, bagaimana dengan masih banyaknya rakyat yang bergumul kemiskinan? Masih banyak anak yang hanya bisa cemburu melihat teman-temannya berseragam ke sekolah, sementara dia hanya bergelut sampah. Masih banyak pula balita yang menjemput ajal karena gizi buruk. Korban penggusuran pun masih sering terlihat di depan mata. Sulitnya mendapatkan air, BBM hingga harus antre berjam-jam, masih terjadi. Tak hanya soal pendidikan, kesehatan tapi, bangsa ini masih sangat terjajah di bidang kebudayaan dan ekonomi. Bahkan, budaya bangsa ini pun tampaknya mulai dirampas oleh negara lain. Tarian khas Reog, angklung, batik diklaim oleh Malaysia. Lagu perjuangan pun demikian. Di negara yang kaya raya dan dikenal sebagai negara agraris pun, kita masih impor beras, kedelai bahkan garam. Tak salah jika Sekjen Dewan Ketahanan Nasional Muh Jasin mengatakan bangsa ini sedang lemah. Bahan pokok saja masih diimpor. Pakar pendidikan dan ekonom Sulsel Prof Halide yang mengalami masa penjajahan Belanda, Jepang hingga Proklamasi RI pada 1945 merasakan bahwa negara ini justru berada dalam kemunduran. Dua cita-cita besar proklamasi yakni mencerdaskan bangsa dan mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat belumlah tercapai. "Di bidang pendidikan, dari segi kuantitas memang bertambah dari banyaknya sekolah dan kampus dibangun. Tapi, secara kualitas menurun. Dulu, tidak ada budaya antre kecuali zaman Jepang. Sekarang di mana-mana antre BBM, malah ada yang tidak ada sama sekali," ujarnya. Ketua Yayasan Legiun Veteran Sulsel Andi Oddang juga mengatakan, jika masa lalu kemerdekaan itu berarti bebas dari penindasan penjajah. "Tapi sekarang, merdeka itu ketika masyarakat sudah sejahtera, tidak ada lagi yang miskin dan lain sebagainya," ujarnya. Dia mengatakan pengorbanan yang dilakukan para pahlawan Indonesia demi untuk generasi sekarang. Yang jadi persoalan, lanjutnya, bagaimana dengan generasi sekarang? "Apakah mereka mampu melakukan perjuangan untuk anak cucu ke depan. Yang jelas, perjuangan bangsa ini belum berakhir. Kita harus berjuang demi kebahagiaan anak cucu mendatang," katanya. Satu lagi, lanjutnya, masalah korupsi atau mengambil uang negara untuk kepentingan pribadi harus menjadi musuh bersama negeri ini. Karena korupsi dan lain sebagainya adalah bentuk-bentuk penjajahan baru yang membuat masyarakat tidak bisa menikmati kemerdekaan secara holistik. "Makanya mari kita awasi negara kita, negeri ini harus bebas dari koruptor," ujarnya. Baik Halide maupun Oddang berharap agar semua petinggi negara, back to basic untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Tak sekadar bergelut dengan masalah politik. "Sebentar lagi Pemilu 2009. Presiden dan kabinet ke depan jadilah negarawan yang baik. Mendahulukan kepentingan rakyat untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Jadi, perencanaan dan strategis haruslah konsisten sejak awal," tandasnya. Mereka melihat, empat tahun terakhir ini orientasi lebih pada politik. Mestinya, ekonomi rakyat yang sejahtera perlu diperhatikan dan didahulukan agar bangsa Indonesia dapat berdiri tegak di atas kaki sendiri, bersaing menghadapi tantangan era globalisasi. Butuh kualitas SDM yang sehat, cerdas, berakal budi dan berhati nurani. (nin-sul