Tulisan ini juga disajikan dalam website http://kontak.club.fr/index.htm


            “Momok komunis” yang mulai bangkit




Mohon kepada para pembaca untuk mencermati dan merenungkan bersama-sama isi
pernyataan KASAD, Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo,  di Monumen Pancasila
Sakti Lubang Buaya tentang « Upaya kebangkitan komunis makin nyata »   yang
diuacapkannya  pada tahlil di Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta.



Sebab, pernyataan KASAD Jenderal Agustadi (harap baca berita Antara di bawah
ini) memberikan petunjuk yang jelas bahwa sampai pada saat ini TNI (yang
dulunya dinamakan ABRI) pada dasarnya masih sama saja dengan yang sewaktu di
bawah pimpinan Suharto selama zaman Orde Baru, yaitu sebagai aparat yang
reaksioner sekali di negara kita.



Berita tersebut antara lain berbunyi sebagai berikut :




Upaya Kebangkitan Komunis Makin Nyata, kata Kasad

Jakarta (ANTARA News) - Upaya membangkitkan ideologi komunis yang diusung
Partai Komunis Indonesia (PKI) 43 tahun silam, kini semakin nyata, kata
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.

"Kita makin merasakan berbagai upaya sistematis untuk menghidupkan paham
komunis di Indonesia," katanya, dalam sambutannya pada tahlil dan doa
bersama mengenang wafatnya tujuh pahlawan revolusi di Monumen Pancasila
Sakti Lubang Buaya, Jakarta, Selasa.

Kasad Agustadi mengatakan, berbagai upaya nyata dan sistematis untuk
menghidupkan kembali paham komunis antara lain pemasangan gambar dan slogan
komunis pada media tembok, kaos dan media lainnya.

Selain itu, tambah Agustadi, ada upaya sekelompok pihak dan golongan yang
ingin menghambat dan menyimpangkan tujuan bangsa dan negara berdasarkan
paham persatuan dan kesatuan berdasarkan Pancasila dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak itu saja, lanjut dia. Upaya-upaya memecah soliditas TNIB Angkatan
Darat khususnya, dan TNI sebagai `musuh` kelompok PKI juga makin nyata,
sistematis dan transparan.

"Upaya-upaya itu sangat sistematis dan transparan. Sehingga kita harus tetap
mewaspadai segala upaya tersebut yang dilakukan simpatisan dan pengikut
paham komunis," kata Kasad.

Karena itu, tanpa ingin mengungkap luka lama dan menyebarkan dendam, maka
semua pihak harus dapat mewaspadai segala upaya yang sistematis tersebut
dengan tetap memegang teguh dasar negara Pancasila, asas persatuan dan
kesatuan secara hati-hati, arif dan bijaksana, demikian Agustadi.  (Antara,
30 September 2008)



Barang dagangan yang sudah usang

Pernyataan KASAD di malam tahlilan di Lubang Buaya malam tanggal 1 Oktober
itu membuktikan bahwa walaupun Suharto sudah meninggal, “momok bahaya laten
komunis” yang sudah diuar-uarkan dengan gencar dan terus-menerus selama
puluhan tahun, sekarang masih dicoba untuk dijajakan terus seperti barang
dagangan yang sudah usang dan makin tidak laku baik di Indonesia maupun di
banyak negeri di dunia.



Kita masih sama-sama ingat bahwa dalam jangka lama (puluhan tahun !!!)
“momok bahaya laten komunis” telah dipakai rejim Orde Baru untuk menipu dan
menakut-nakuti rakyat dengan tujuan untuk menjaga stabilitas dominasi rejim
militer dan untuk mengintimidasi segala kritik, kecaman, atau perlawanan
terhadap Suharto dkk. “Momok bahaya laten PKI” terus-menerus ditiup-tiupkan
secara luas dan sistematis melalui berbagai cara dan jalan atau bentuk
(antara lain : indoktrinasi, keharusan menonton film G30S/PKI, didirikannya
monumen-menumen,  diaporama, dan paksaan untuk kursus Pancasila dll dll.)



Dan karena hebatnya propaganda tentang “bahaya PKI” ini, yang dilakukan oleh
pemerintah dan juga  media massa (TV, suratkabar dan majalah)  maka,tidak
sedikit orang yang terkecoh atau “termakan” olehnya. Dalam sejarah dunia,
jarang ada  penguasa negara yang melakukan pembunuhan massal sampai jutaan
komunis, dan memenjarakan secara sewenang-wenang ratusan ribu orang tidak
bersalah dan menyengsarakan puluhan juta orang keluarga para korban
peristiwa 65 selama  puluhan tahun (ingat : sampai sekarang !!!). Hanyalah
Hitler, Franco, dan tokoh-tokoh reaksioner dan pro-AS  (antara lain berbagai
diktator militer di Amerika Latin seperti Pinochet ) yang telah melakukan
hal-hal yang mirip dan setujuan dengan apa yang dilakukan Suharto.



Mengapa terus ditiup-tiupkan “momok komunis”



“Momok bahaya laten PKI” dipakai juga untuk menutupi dosa-dosa besar
segolongan militer di bawah pimpinan Suharto dkk dan sekaligus juga berusaha
“membenarkan” pelanggaran Ham yang luar biasa besarnya itu. Itulah sebabnya,
ketika kekuatan PKI yang besar sekali sebagai pendukung Bung Karno sudah
dihancurkan, selama puluhan tahun masih terus juga digembar-gemborkan
“bahaya laten PKI”.  “Bahaya momok PKI” juga  digunakan dengan tujuan untuk
mengintimidasi atau melumpuhkan kekuatan pendukung Bung Karno. Dalam banyak
hal, Suharto dkk menghantam terus “bahaya PKI” sebenarnya berarti juga
menghantam Bung Karno.



Sekarang, situasi di Indonesia sudah mengalami perubahan selangkah demi
selangkah atau sedikit demi sedikit.  Oleh karena banyaknya kesalahan dan
kebusukan rejm Orde Baru (antara lain : pelanggaran HAM yang banyak,
pencekekan kehidupan demokratis, penyalahgunaan kekuasaan secara
terang-terangan dan meluas, korupsi yang merajalela, kemerosotan moral yang
parah, kemiskinan sebagian terbesar dari rakyat, pengangguran yang tinggi,
kehidupan sehari-hari yang makin sulit bagi banyak orang) maka citra
sisa-sisa  pendukung Orde Baru (terutama golongan militer dan Golkar) sudah
makin merosot. Bahkan, banyak sekali kalangan atau golongan yang makin yakin
bahwa rejim militer Orde Baru adalah mala-petaka bagi negara dan bangsa
Indonesia.



Sekarang, makin jelas bagi banyak orang, bahwa Suharto sama sekali bukanlah
“pahlawan” yang menyelamatkan bangsa, dan bukan pula “bapak pembangunan”
yang telah diagung-agungkan selama puluhan tahun. Tingkah lakunya dalam
berbagai kasus KKN dan kehidupannya yang serba mewah dengan harta curian
yang triliunan Rupiah (ingat kasus-kasus Tutut, Sigit, Bambang,Tommy)
merupakan sebagian kecil dari kekobrokan Orde Baru.



Perjuangan juga mencakup yang non-kiri dan non-PKI


Oleh karena itulah maka dalam belasan tahun terakhir ini,  nampak bahwa
perlawanan banyak orang terhadap  sisa-sisa politik dan praktek-praktek Orde
Baru makin meningkat. Sekarang juga makin jelas bagi banyak orang bahwa
perjuangan – dalam berbagai bentuk dan cara  --  terhadap sisa-sisa Orde
Baru adalah adil, benar, dan luhur.  Oleh karenanya, perjuangan ini tidak
hanya terbatas dalam golongan kiri yang pernah didholimi secara biadab dalam
jangka lama sekali, melainkan mencakup juga golongan-golongan lainnya,
termasuk yang non-kiri atau non-simpatisan PKI.



Situasi politik, ekonomi, sosial di negeri kita yang makin memburuk sekali
akhir-akhir ini menyebabkan lahirnya gelombang besar aksi-aksi buruh, tani,
pemuda dan mahasiswa yang menyuarakan berbagai tutntan, protes, dan
kemarahan terhadap berbagai politik pemerintah SBY-JK. Aksi-aksi yang
berbentuk lintas golongan atau lintas faham politik dan lintas agama ini
telah dilakukan antara lain dalam merayakan Hari Buruh 1 Mei dimana
dikibarkan banyak sekali bendera merah dan bahkan juga dilagukan
Internasionale dan Darah Rakyat dll. Dalam banyak kegiatan-kegiatan
masyarakat yang menentang kenaikan harga BBM, memperjuangkan kepentingan
korban Lapindo dan banyak kasus-kasus lainnya, telah ikut berbagai kalangan
dan golongan, termasuk golongan kiri dan simpatisan-simpatisan PKI yang
mengambil bagian aktif.



Sekarang makin jelas bagi banyak orang bahwa perjuangan melawan sisa-sisa
Orde Baru, menentang berbagai politik buruk pemeritahan SBY-JK, dan juga
sekaligus melawan neo-liberalisme  (terutama AS) adalah bukan hanya urusan
golongan kiri atau simpatisan PKI saja, melainkan urusan atau tugas banyak
golongan dan kalangan. Jadi, kalau nantinya di kemudian hari timbul
gelombang besar aksi-aksi untuk menuntut adanya perubahan mendasar dan
besar, itu bukanlah hanya “hasil hasutan” atau akibat kegiatan berbagai
unsur-unsur PKI, yang menurut KASAD Jenderal Agustadi, “mulai makin nyata”.



Karena keadaan di Indonesia dewasa ini akan makin semrawut dan bobrok akibat
berbagai kesalahan dan kejahatan para pengelolanya yang moralnya sudah rusak
(dan imannya makin bejat) dan juga akibat resesi sistem kapitalisme di skala
internasional maka pastilah akan muncul pula gerakan-gerakan rakyat luas
untuk menuntut perbaikan di banyak bidang kehidupan. Seiring dengan
bertambahnya kesulitan yang menyengsarakan banyak orang, pastilah akan
bertambah juga perlawanan dari berbagai kalangan masyarakat, walaupun ada
atau tidak ada “momok komunis”.



“Momok komunis” untuk mencegah perubahan fundamental


Bahwa banyak di antara simpatisan  atau mantan anggota  PKI mempunyai sikap
yang anti Orde Baru, anti-golongan militer pendukung Suharto,
anti-neo-liberalisme dan pro Bung Karno dan pro perubahan fundamental dan
besar-besaran adalah wajar, karena ini sudah menjadi ciri PKI atau golongan
kiri pada umumnya sejak lama. Jelaslah kiranya bahwa pendirian para
simpatisan  PKI yang demikian ini adalah sesuai atau sejiwa dengan pendapat
dan aspirasi sebagian terbesar rakyat kita.



Perkembangan situasi dalamnegeri dan juga dalam skala internasional
menunjukkan bahwa ungkapan KASAD Jenderal Agustadi mengenai momok
“kebangkitan komunis” sudah “ketinggalan jaman”. Bukan itu saja!  Ucapannya
yang begitu itu juga memperlihatkan dengan jelas bahwa TNI yang di bawahnya
tetap terus merupakan kekuatan yang menghambat atau menghalangi
perubahan-perubahan besar yang mendasar yang menguntungkan sebagian terbesar
rakyat. Ia masih tetap mau menggunakan “momok bahaya PKI” untuk mencegah
adanya perubahan-perubahan besar dalam sistem kenegaraan kita, atau
perubahan yang drastis di bidang politik, ekonomi dan sosial di negeri kita.



Dalam situasi nasional seperti yang kita  hadapi bersama dewasa ini, yang
membutuhkan perubahan besar-besaran dan fundamental, yang dibarengi dengan
gelora di dunia  melawan neo-liberalisme (dan imperialisme AS) sikap seperti
yang dipertontonkan Jenderal Agustadi jelas-jelas  hanyalah merugikan
kekuatan perjuangan bersama untuk membela kepentingan rakyat Indoneia.
Sebab, seperti sudah ditunjukkan dalam sejarah dimana-mana di dunia,
golongan kiri (termasuk simpatisan-simpatisan komuns) adalah unsur atau
bagian yang amat penting dari kekuatan untuk mengadakan perubahan.



Dengan perkataan lain, TNI kalau terus-menerus berada di bawah pimpinan
orang-orang yang sejiwa seperti Jenderal Agustadi maka akan tetap merupakan
musuh dari perubahan yang bisa mengantar negara dan rakyat kita menuju
masyarakat adil dan makmur, sesuai dengan gagasan-gagasan besar Bung Karno.
Kalau TNI tetap terus dibawa kearah yang reaksioner dan selalu menentang
segala yang menjadi aspirasi rakyat banyak, maka akhirnya tidak bisa lain,
yaitu : menjadi musuh rakyat !!!



Negara dan rakyat kita membutuhkan tentara yang dipimpin oleh orang-orang
yang berjiwa non-Suharto atau non-Orde Baru, yang bisa menjadi peserta atau
pengawal perubahan-perubahan besar, seperti yang ditunjukkan oleh Hugo
Chavez  di Venezuela dan negara-negara Amerika Latin lainnya.



Paris,  5 Oktober 2008



Catatan tambahan: tidak lama lagi akan disajikan tulisan lainnya yang
berkenaan dengan “Hari Kesaktian Pancasila”. Tulisan itu akan menelanjangi
kebohongan Suharto dan para penguasa Orde Baru lainnya bahwa mereka
menjunjung tinggi-tinggi atau menghormati Pancasila. Kenyataan selama
puluhan tahun rejim militer Orde Baru sudah membuktikan dengan jelas bahwa
mereka telah mengkhianati, merusak, memalsu, atau melecehkan jiwa asli
Pancasila-nya Bung Karno.Tulisan ini sedang disiapkan.






No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5/1708 - Release Date: 04/10/2008
11:35

Kirim email ke