http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=1702&ik=32


Kuda Lumping Tengah Malam 



Minggu 5 Oktober 2008, Jam: 6:57:00 
Kasihan Giyati, 18, dari Slawi Kabupaten Tegal (Jateng) ini. Orangtuanya yang 
kepengin kaya, dia yang diperlakukan kayak kuda oleh dukun Surenglogo (73) dari 
Purwokerto. Dengan alasan untuk mengubah nasib keluarga, tengah malam Giyati 
dijadikan "kuda lumping" sebanyak 3 kali, dan terus ditinggal kabur. 

Rumus orang untuk kaya dari dulu sebetulnya tak pernah berubah, rajin bekerja 
dan hemat. Tapi Darmaji, 50, dari Desa Dukuhsalam Kecamatan Slawi ini lain, 
cari harta dianggap seperti masak mie saja, bisa instant. Ketika mendengar 
kabar ada dukun bisa melipatgandakan uang, dia langsung tertarik. Agar terapi 
sang dukun bisa lebih cespleng, dengan sengaja Darmaji memanggil dukun itu 
secara khusus ke rumah. "Saratnya apa saja, saya ikut, yang penting bisa cepat 
kaya," begitu kata Darmaji. 

Darmaji memang sudah capek menjadi orang miskin sekian lama. Setelah Orde Baru 
tumbang dan era reformasi menyapa negri, pemiskinan rakyat semakin nyata. Dari 
Gus Dur, Megawati, sampai SBY, paling bisa menaikkan harga BBM, sehingga 
kehidupan rakyat semakin sulit. BLT yang konon bisa meringankan beban 
masyarakat kelas bawah, ternyata malah berakibat jadi eksposisi kemiskinan dari 
waktu ke waktu. Dan Darmaji mencoba menggugat nasib, meski caranya salah besar. 

Dia mendengar kabar bahwa Mbah Surenglogo, dari Purwokerto sangat manjur. Dari 
nama saja sudah demikian meyakinkan. Sureng berarti menang, logo berarti 
perang; itu berarti: menang dalam perang, setidaknya melawan setan, sehingga 
mereka bisa diperalat mbah dukun untuk menjadi mesin pengganda uang. Karena 
keyakinan tersebut, Darmaji sudah membayangkan, dalam waktu dekat dia akan 
menjadi kaya raya. Punya duit beryar-yar, melebihi anggota DPR yang dapat 
angpau cek pelawat Rp 500 juta. 

Agar terapi dan jampi-jampinya lebih cespleng, Mbah Surenglogo dipanggil ke 
rumahnya. Di sinilah titik celakanya. Saat si dukun datang, dia melihat putri 
Darmaji yang ayu, namanya Giyati. Biar usia sudah 70 tahun lebih, namanya kaum 
lelaki langsung saja kontak pendulumnya. Dia kini tak konsentrasi lagi pada 
order Darmaji, tapi justru berfikir bagaimana bisa mencicipi tubuh mulus 
pelajar SMA kelas III itu. "Jan cemeplus kaya cengis (enak dilalap macam 
lombok)," kata batin Mbah Dukun. 

Kebetulan sekali Mbah Dukun datang kemalaman, sehingga oleh Darmaji 
dipersilakan menginap. Nah, tengah malam diam-diam dia bergerilya ke kamar 
Giyati, dan mengatakan bahwa orangtuanya banyak membawa sial, sehingga 
ekonominya jadi morat-marit. Untuk penolak bala, satu-satunya syarat haruslah 
Giyati selaku putrinya rela mengorbankan kegadisannnya demi persembahan pada 
setan. Awalnya si gadis keberatan, tapi karen diancam dan kasihan melihat 
orangtuanya yang sengsara, akhirnya dia bertekuk lutut dan berbuka paha demi 
Mbah Surenglogo. 

Malam itu Giyati betul-betul dijadikan kuda lumping. Dicemplak dan dipacu 
sampai 3 kali. Setelah berhasil menikmati kehangatan tubuh gadis SMA itu Mbah 
Dukun langsung kabur. Tinggalah Giyati meratapi nasibnya. Ketika Darmaji 
membawa persoalan itu ke polisi, ternyata dia kurang tahu persis alamat dukun 
cabul itu di Purwokerto. Terpaksalah polisi harus mengumpulkan banyak saksi 
yang bisa membantu pelacakan dukun Surenglogo tersebut. 

Bapak belum kaya, anaknya yang kaya aib. 

(SM/Gunarso TS) 

Kirim email ke