Tulisan ini juga disajikan dalam website http://kontak.club.fr/index.htm


Catatan A. Umar Said

                Suharto bukanlah pahlawan dan
                bukan pula guru bangsa




Mohon kepada para pembaca menyimak isi dua berita di bawah ini, yang
menyajikan informasi bahwa partai Golkar dan PKS mengusulkan supaya Suharto
diberi gelar sebagai “pahlawan nasional” dan sebagai “guru bangsa”. Dan
setelah membaca dua berita tersebut, mohon juga ikut menelaah bersama-sama
berbagai pandangan mengenai usul aneh yang betul-betul perlu dihujat atau
dikutuk sekeras-kerasnya ini.  Sebelumnya, dimohonkan ma’af, kalau dalam
memberikan tanggapan mengenai usul yang “gila” ini terdapat
ungkapan-ungkapan yang terdengar terlalu kasar atau – bahkan – terasa tidak
senonoh. Itu semua hanyalah dimaksudkan sebagai cara untuk menggarisbawahi
persoalan-persoalan yang diangkat, mengingat sangat pentingnya masalah
apakah Suharto pantas untuk mendapat gelar “pahlawan nasional dan guru
bangsa”” ataukah tidak. Sebab, soal ini adalah soal besar sekali, bagi
bangsa dan negara kita.



Singkatan dua berita tersebut adalah sebagai berikut :





Politikus PDIP Kecam Penokohan Soeharto


Senin, 10 November 2008 TEMPO Interaktif, Jakarta: Mantan Aktivis 1998
Budiman Sudjatmiko mengecam keras penayangan mantan Presiden Soeharto
sebagai salah seorang guru bangsa dalam iklan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS). "Soeharto tidak layak menjadi guru bangsa," katanya ketika dihubungi,
Senin (10/11).



Menurut politikus  PDI Perjuangan ini, atas dasar tindakan korupsi yang
dilakukan hingga ke kroni-kroni dan berbagai tindak kekerasan, Soeharto tak
pantas menyandang gelar guru bangsa  apalagi pahlawan nasional.



Dia menilai, PKS  telah beralih rupa menjadi partai nonreformis. "Ini
membuktikan PKS tidak peka atas korban kemanusiaan dan kemiskinan akibat
korupsi," katanya. Bahkan, dia mempertanyakan sikap PKS yang kembali
memunculkan sosok Soeharto. "Apakah hanya demi kekuasaan, ideologinya
pudar," katanya.



Pendapat berbeda dinyatakan mantan aktivis 1998 yang kini merupakan politisi
Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah. Dia menyatakan semua mantan presiden
ini layak menjadi guru bangsa. "Dia (Soeharto) pernah mempengaruhi hidup
kita," katanya.



Fahri mengakui, setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kesalahan.
"Nilai negatif pasti ada, tapi yang harus jadi contoh nilai yang positif,"
katanya.



***



Harian Komentar, 11 September 2008



Golkar Ngotot Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional



Partai Golkar tetap mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional untuk
Soeharto, meski ada pihak yang masih keberatan mengenai usul itu. “Golkar
memang pernah mengusulkan hal itu, tetapi terserah kepada pemerintah untuk
memutuskan. Sampai saat ini, kami tetap usulkan,” kata Wakil Ketua Umum DPP
Partai Golkar Agung Laksono, di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (10/11).



Agung Laksono berharap pemerintah segera mengambil keputusan atas usul
tersebut. Partai Golkar mengusulkan gelar pahlawan nasional kepada Pak Harto
karena jasanya membangun negeri ini. Agung Laksono, yang juga caleg Partai
Golkar nomor urut 1 untuk daerah pemilihan (Dapil) DKI I (meliputi wilayah
Jakarta Timur) mengakui, sampai saat ini masih ada pihak yang belum setuju
dengan usul Golkar. Tetapi Golkar akan tetap mengusulkan.



“Setiap pahlawan adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, ada kelemahan
dan kekurangan. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan, tentu
tidak hanya melihat dari sisi kelemahannya,” kata Agung. Ia menjelaskan, di
samping kelemahan dan kekurangan, baik dari sisi pribadi mau pun saat
memimpin pemerintahan, Pak Harto memiliki banyak jasa kepada bangsa dan
negara. “Walau pun ada yang belum setuju (pemberian gelar pahlawan untuk Pak
Harto). Itu hak masing-masing, tetapi juga hak bagi Golkar untuk
mengusulkan,” kata Agung.



Golkar memahami usul itu sampai saat ini belum dikabulkan pemerintah karena
untuk menetapkan seseorang sebagai pahlawan membutuhkan proses dan waktu.
Golkar akan tetap mengusulkan, walau pun belum ada kepastian kapan usul itu
akan dikabulkan. “Gelar pahlawan nasional untuk Bung Tomo saja baru
diberikan setelah sekian lama. Padahal semua orang tahu siapa Bung Tomo,”
katanya.



Mengenai penggunaan nama Pak Harto untuk iklan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Golkar tidak mempersoalkan. “Itu bagus dong. Berarti apa yang
diusulkan Golkar benar adanya. Tidak masalah, boleh-boleh saja,” katanya.
Sedangkan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman
Adam menilai, Soeharto bukan seorang pahlawan. “Soeharto belum diangkat jadi
pahlawan. Kalau guru bangsa, guru apa?” tanya Asvi. (kutipan berita
selesai).



Golkar adalah tetap yang itu-itu juga



Setelah membaca dua berita tersebut di atas, barangkali tidak sedikit  orang
yang bertanya-tanya – agaknya dengan keheranan yang bercampur kemarahan --
tentang kejernihan fikiran  atau kesehatan jiwa pimpinan partai Golkar dan
PKS, yang mempunyai fikiran untuk mengusulkan supaya Suharto diberi gelar
“pahlawan nasional dan guru bangsa”



Adalah wajar, atau masuk akal, atau bisa dimengerti, bahwa Golkar
menghormati, bahkan mencintai, Suharto. Karena Suharto adalah “bapak
 kandung” Golkar sejak ia mengkudeta presiden Sukarno. Suharto adalah
Pembina tertinggi Golkar selama puluhan tahun. Suharto tidak hanya menjabat
sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata RI, melainkan juga pimpinan
paling tinggi dan paling berpengaruh (dan paling berkuasa !) di Golkar.
Jadi, bahwa Golkar menjunjung tinggi Suharto, itu adalah sudah semestinya.



Juga, bahwa Golkar menganggap Suharto sebagai orang yang berjasa bagi
Golkar, itu adalah urusan atau hak Golkar, yang mungkin tidak begitu
dipersoalkan oleh banyak orang. Tetapi, kalau dikatakan oleh pimpinan Golkar
(dan juga PKS) bahwa Suharto sudah berjasa besar untuk rakyat dan negara
Indonesia, sehingga patut mendapat gelar “pahlawan nasional”  atau “guru
bangsa”, maka pernyataan semacam itulah yang patut sekali dikaji
sedalam-dalamnya, dan seluas-luasnya dan seadil-adilnya oleh kita semua.



Dengan pernyataan (yang berulang-ulang selama beberapa tahun ini) bahwa
Suharto perlu diberi gelar pahlawan nasional maka sekali lagi, dan untuk
kesekian kalinya, menunjukkan bahwa Golkar yang sekarang ini adalah
sebenarnya masih tetap Golkar yang itu-itu juga, yang selama lebih dari 40
tahun sudah meracuni atau merusak kehidupan bangsa dan negara kita,
bersama-sama golongan militer pendukung Suharto.



Kejahatan Suharto adalah kejahatan Golkar juga



Rejim militer Suharto, yang sudah dinajiskan oleh rakyat Indonesia lewat
aksi-aksi patriotik secara nasional generasi muda dalam tahun 1998, sudah
didukung sepenuhnya atau sekuat-kuatnya oleh Golkar. Artinya, bolehlah
dikatakan bahwa seluruh kejahatan, dan dosa-dosa, dan kesalahan, dan
pelanggaran HAM, dan korupsi, dan segala penyalahgunaan kekuasaan yang
dilakukan oleh rejim militer Orde Baru sepenuhnya didukung oleh Golkar.
Bahkan, bisa dikatakan juga bahwa semua kejahatan pemerintahan Suharto
adalah sebenarnya juga kejahatan Golkar. Karena, dalam jangka waktu yang
lama sekali, Golkar merupakan penjelmaan atau pengejawantahan Suharto. Atau,
dalam kalimat lain, jati-diri Suharto adalah jati-diri Golkar.



Sejarah rakyat Indonesia akan mencatat bahwa menentang sekeras-kerasnya niat
buruk Golkar (dan PKS) untuk mengusulkan gelar “pahlawan nasional” dan “guru
bangsa” kepada Suharto adalah  sikap politik yang benar dan sikap moral yang
luhur. Sebaliknya, menyetujui atau mendukung gagasan yang begitu buruk bagi
bangsa dan negara itu adalah sikap yang nista dan mencerminkan iman yang
sesat, dan merupakan pengkhianatan kepada rakyat.



Mengingat telah jadi satunya Suharto dengan Golkar  dalam waktu yang begitu
panjang,; maka jelaslah bahwa bagi kepentingan  bangsa dan anak-cucu kita di
kemudian hari, tidaklah cukup untuk hanya  menelanjangi kebusukan  dan
dosa-dosa Suharto saja, melainkan juga harus membongkar segala kejahatan dan
pengkhianatan Golkar. Sampai batas tertentu, kejahatan dan kebusukan Suharto
sudah banyak dibongkar, namun belum banyak kejahatan dan kebusukan Golkar
yang disoroti dengan jelas, benar dan adil. Padahal, kalau kejahatan dan
kebusukan Golkar selama pemerintahan Suharto (dan sesudahnya) dibuka
seluas-luasnya dan juga seobjektif mungkin, maka banyak orang akan
meninggalkannya.



Mengapa Suharto bukanlah pahlawan



Usul atau  tuntutan Golkar unutk menjadikan  Suharto sebagai pahlawan
nasional adalah  betul-betul mencerminkan ketidakberesan cara berfikir para
tokohnya dan bahkan keanehan (untuk tidak mengatakan kedunguan) dalam cara
mereka memandang persoalan Suharto. Mereka tidak melihat bahwa Suharto tidak
bisa disebut sebagai pahlawan, karena ia justru telah mengkhianati (dan
membunuh secara tidak langsung) pahlawan besar bangsa yang sebenarnya, yaitu
Bung Karno.



Kalau diteliti kurun waktu sejak Suharto  menggulingkan Presiden Sukarno,
maka sulitlah kiranya untuk memasukkan Suharto dalam jajaran pahlawan
bangsa, karena ia justru telah merusak jiwa gerakan revolusioner rakyat dan
membelokkan revolusi Indonesia ke arah kanan dan pro-imperialis, terutama
imperialis AS. Suharto juga tidak bisa dianggap sebagai pahlawan nasional,
karena justru ia telah mengebiri Bhinneka Tunggal Ika atau melecehkan
Pancasila, dengan pelanggarannya yang besar terhadap persatuan bangsa, serta
pengkhianatannya terhadap sila kemanusiaan (ingat pembantaian dan
pemenjaraan jutaan orang kiri yang tidak bersalah apa-apa), dan kejahatannya
di bidang keadilan sosial.



Usul untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Suharto juga sebenarnya
berarti melecehkan gelar pahlawan.  Para pahlawan kita yang sudah
betul-betul berjasa kepada rakyat dan negara tidak bisa dan tidak boleh
disejajarkan dalam satu deretan dengan Suharto, seorang bekas serdadu
kolonial Belanda yang sudah mengkhianati Bung Karno dan revolusi rakyat
Indonesia. Suharto bukanlah pahlawan bangsa, melainkan maling terbesar
bangsa, yang sudah menumpuk harta haram yang besar sekali jumlahnya bagi
keluarganya (ingat : Tien Suharto, Tutut, Bambang, Sigit, dan Tommy).



Menyetujui Suharto sebagai pahlawan adalah pengkhianatan



Kalau kita ingat kepada  banyaknya buku atau majalah (baik di dalam negeri
atau luar negeri) yang sudah menulis tentang kejahatan atau dosa-dosa
Suharto, maka nyatalah bahwa usul (atau tuntutan)  Golkar tentang pemberian
gelar pahlawan bagi Suharto adalah fikiran yang sesat dan sikap moral yang
keliru. Untuk ini setiap orang dapat meng-klik Google dalam Internet, dimana
terdapat ratusan ribu halaman yang berisi bahan-bahan tentang persoalan
Suharto. Karena itu,  ada baiknya bagi tokoh-tokoh Golkar dan PKS untuk
menyimaki bahan-bahan di Google itu untuk mengetahui bahwa nama busuk
Suharto serta dosa-dosanya yang besar sudah pernah banyak sekali ditulis di
dunia.



Mengingat itu semua, adalah menjadi kewajiban kita semua untuk menghujat
sekeras-kerasnya Golkar dan PKS yang punya niat untuk menjadikan Suharto
sebagai “pahlawan nasional dan guru bangsa”. Fikiran yang busuk dan salah
demikian ini harus sama-sama kita lawan dan kita kutuk, dengan berbagai cara
dan jalan atau bentuk. Sebab, kita tidak bisa dan tidak boleh membiarkan
berkembangnya anggapan bahwa Suharto adalah pahlawan nasional atau guru
bangsa.



Sebab, kalau Suharto dianggap sebagai pahlawan nasional dan guru bangsa,
maka bisa berarti bahwa kita harus memandang segala dosa atau kejahatannya
( yang sudah dilakukannya selama 32 tahun )  sebagai hal  yang serba baik
juga.  Dan, kita juga tidak bisa menganggap Suharto sebagai guru bangsa,
sebab kenyataannya justru ia adalah seorang  oknum yang membikin banyak
kerusakan parah bagi rakyat dan negara. Menyetujui adanya gagasan pemberian
gelar “pahlawan nasional dan guru bangsa” kepada Suharto adalah
pengkhianatan yang sebesar-besarnya kepada puluhan juta orang yang telah
menjadi korban rejim Orde Baru, dan kepada generasi muda Indonesia yang
sudah meng-emohkan atau menajiskan kepemimpinannya.



Kita harus memperlakukan Suharto seadil-adilnya



Kita semua harus memperlakukan Suharto seadil-adilnya, dan menilainya secara
benar dan jujur, menurut kenyataan yang  sebenarnya. Memang, tentulah
Suharto ada”jasanya”. Tetapi jasa yang dibikinnya ibaratnya adalah
segundukan kecil saja, sedangkan dosa dan kejahatannya adalah sebesar
gunung. Kebaikannya tentu ada juga, tetapi jelas sekali, seperti yang sudah
disaksikan sendiri oleh banyak orang selama ini,  bahwa kejelekannya atau
kebusukannya adalah jutaan kali lebih banyak lagi.



Melihat sejarah perjuangan bangsa selama ini nyatalah dengan jelas sekali
bahwa pahlawan nasional yang sejati (dan yang besar pula) adalah Bung Karno
dan bahwa tokoh yang pantas dan berhak untuk disebut sebagai guru bangsa
adalah juga Bung Karno, dan sama sekali bukannya orang yang semacam Suharto.



Karena itu, hendaknya sama-sama kita renungkan dalam-dalam yang berikut ini,
yaitu : pemberian gelar “pahlawan nasional “ kepada Suharto adalah
malapetaka dan aib besar bagi bangsa kita, dan juga penamaan  bahwa ia “guru
bangsa” adalah memberikan dosa kepada rakyat dan juga warisan haram bagi
generasi yang akan datang. Sebab, kenyataannya Suharto adalah guru (bahkan,
guru besar !)  dalam hal-hal yang haram,  nista dan penuh dosa.



Oleh karena itu, usul atau gagasan tokoh-tokoh Golkar semacam itu bisalah
diumpamakan sebagai  tambah mengotori muka mereka (yang sudah penuh dengan
kotoran dan borok selama puluhan tahun Orde Baru) dengan  comberan.  Karena
tokoh-tokoh PKS juga mengusulkan julukan “guru bangsa” bagi Suharto, maka
muka PKS pun kecipratan oleh comberan ini.



Dosa Golkar terhadap rakyat Indonesia sudah terlalu banyak dan terlalu lama
selama lebih dari 40 tahun ! Usul pemberian gelar “pahlawan nasional” kepada
Suharto hanya menunjukkan lebih gamblang lagi bahwa Golkar sebenarnya adalah
satu dan senyawa dengan Suharto, yaitu sama-sama pengkhianat terhadap Bung
Karno dan rakyat !




Paris, 13 November 2008.











No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.549 / Virus Database: 270.9.2/1782 - Release Date: 11/11/2008
19:32

Kirim email ke