From:
"Dani Permana" <[EMAIL PROTECTED]>

Penulisan dan pengumpulan Al-Qur'an melewati tiga jenjang.
Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran 
pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para 
Sahabat Radhiyallahu 'anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang 
yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan 
mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau 
menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, 
permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur'an 
sangat banyak
Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu 'anhu 
bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang 
disebut Al-Qurra'. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku 
Bani Sulaim ; Ri'l dan Dzakwan di dekat sumur Ma'unah. Namun di kalangan para 
sahabat selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur'an, seperti Khulafaur 
Rasyidin, Abdullah Ibn Mas'ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka'ab, 
Mu'adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu 'anhum.
 

Bagaimana cara pengikut Muhammad menerima wahyu dibandingkan dengan pengikut 
Yesus mendengarkan perkataan2 guru mereka. Sama persis, menerima secara LISAN. 
Kemudian pengikut2 Muhammad menuliskan apa yang mereka dengar dan hafal, begitu 
juga murid2 Yesus kemudian menuliskan apa yang mereka dengar dan ingat. SAMA 
PERSIS. Kemudian dari para penghafal Alquran ini kemudian banyak yang terbunuh, 
kemudian murid2 Yesus pada waktu Injil2 mulai ditulis, banyak yang juga 
terbunuh atau pergi ke negeri yang jauh. Hampir sama juga.  
 
Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu tahun dua belas Hijriyah. 
Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra' yang 
terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil 
pelajaran Al-Qur'an darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur'an 
agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn 
Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu 
setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena 
takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah 
Subhanahu wa Ta'ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu 
memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu 'anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, 
Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : "Sesunguhnya engkau adalah seorang yang 
masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah 
menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sekarang 
carilah Al-Qur'an dan kumpulkanlah!", Zaid berkata : "Maka akupun mencari dan 
mengumpulkan Al-Qur'an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari 
hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada
 di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga 
wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu 'anhuma. 
Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu 
Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan 
bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu mengatakan : 
"Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur'an adalah Abu Bakar, 
semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah 
orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala.
 

Disini pada proses penulisan Alquran, satu orang (yaitu Umar bin Khatab) yang 
mempelopori dan membujuk Abu Bakar agar kodifikasi alquran dimulai.Namun yang 
sangat jelas disini, baik pemilihan dan penetapan cikal bakal Alquran itu itu 
dilakukan berdasarkan inisiatif MANUSIA, yaitu Abu Bakar karena dibujuk oleh 
Umar. Rekan2nya menyetujui dan mengatakan semoga yang diperbuat Abu Bakar 
diberi rahmat dan disetujui oleh Allah. Semua proses ini sangat wajar dan 
manusiawi sekali. Mereka ingin menjaga kelestarian alquran dan karenanya 
memulai usaha kearah itu. 
Sedangkan penulisan Injil2 adalah karena kebutuhan pemberitaan Injil dimana 
para murid Yesus banyak yang sudah wafat ataupun pergi, maka Markus memulai 
inisiatif untuk menulis Injilnya berdasarkan penuturan dari Petrus (kira2 
sekitar tahun 40an). kemudian Matius juga menuliskan Injilnya (kira2 sekitar 
tahun 50an). Lukas mengambil cara yang berbeda, dia menemui dan mewawancara 
banyak orang saksi mata yang pernah mendengar ucapan2 Yesus. Namun dalam cara 
penulisannya dia mengikuti yang sudah ada terdahulu, yaitu kronologis Markus 
(sekitar tahun 60an). Yohanes menuliskan Injilnya dalam kurun waktu yang sangat 
jauh berbeda (sekitar tahun 90an) dengan tujuan yang berbeda, yaitu untuk 
memerangi paham sekte gnostis yang sudah muncul selagi dia masih hidup pada 
akhir abad pertama. Ketika Yohanes menulis Injilnya, semua rasul2 yang lain 
sudah lama wafat. 

Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu 'anhu pada tahun dua 
puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan 
Al-Qur'an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para 
sahabat Radhiyallahu 'anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka 
Utsman Radhiyallahu 'anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf 
tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya 
kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan akhirnya berpecah 
belah.
Dalam kitab Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman 
Radhiyallahu 'anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu 'anhu dari 
perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan 
mereka pada dialek bacaan Al-Qur'an, dia katakan : "Wahai Amirul Mukminin, 
selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu 
wa Ta'ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!" Utsman lalu mengutus 
seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu 'anhuma : "Kirimkan kepada kami mushaf 
yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian 
akan kami kembalikan kepadamu!", Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa'id 
Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu 'anhum untuk 
menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum 
Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan 
kepada ketiganya : "Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada 
sebagian ayat Al-Qur'an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena 
Al-Qur'an diturunkan dengan dialek tersebut!", merekapun lalu mengerjakannya 
dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan 
mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta 
memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur'an selainnya.
Utsman Radhiyallahu 'anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada 
para sahabat Radhiyalahu 'anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan 
oleh Abu Dawud [4] dari Ali Radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia mengatakan : 
"Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf 
Al-Qur'an selain harus meminta pendapat kami semuanya", Utsman mengatakan : 
"Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf 
saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan". Kami menjawab : 
"Alangkah baiknya pendapatmu itu".
Mush'ab Ibn Sa'ad [5] mengatakan : "Aku melihat orang banyak ketika Utsman 
membakah mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya", atau dia 
katakan : "Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah 
termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu 'anhu 
yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan 
dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang 
dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan 
Al-Qur'an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan 
ayat-ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang 
tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu 
dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang 
mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur'an saja.
Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Qur'an di zaman Utsman Radhiyallahu 'anhu 
adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur'an dalam satu mushaf dengan satu 
dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf 
Al-Qur'an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek 
bacaan Al-Qur'an.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya 
kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : 
Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. 
Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : 
Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.
Mushaf Al-Qur'an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh 
kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak 
dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para 
perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan 
sekalian alam.
[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu 
Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, 
Penerjemah Farid Qurusy]
 

Seorang pemimpin memutuskan agar mushaf yang diterima hanya dialek Quraisy 
sedangkan yang lain dibakar. Ini jelas pertimbangan dan keputusan manusia, 
bukan Allah. Baik Muhammad dan Allah tak pernah menyuruh agar ayat2 yan 
diterima Muhammad agar dibukukan, itu adalah sepenuhnya inisiatif manusia, 
yaitu keputusan dari Abu Bakar dan Usman.
Sedangkan kodifikasi dan kanonisasi Alkitab tidak diputuskan oleh seorang, tapi 
melalui suatu Konsili, yaitu Nicea dan Konstantinopel. Apa yang ditetapkan pada 
Konsili itulah yang kemudian yang menjadi Alkitab Kristen sebagaimana yang 
dikenal sekarang.
Jadi sdr Dani, perbedaannya hanyalah, pada Islam kodifikasi Alquran itu 
diputuskan oleh seorang Khalifah, yaitu Usman. Pada Kristen kodifikasi itu 
diputuskan pada suatu musyawarah besar para Uskup di Nicea, bukan diputuskan 
oleh Kaisar konstantin ataupun seorang manusia.
Maka pada akhirnya, saya melihat tidak ada perbedaan yang signifikan pada 
sejarah pembentukan Alquran dan sejarah pembentukan Alkitab. Tidak ada dasar 
yang kuat bagi kalian untuk menganggap bahwa proses terjadinya Alquran adalah 
lebih unggul dari Alkitab. 
Saya menunggu tanggapan anda.
__________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits 
nomor 3064
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta'ala : Laqad 
jaa'akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
[3]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur'an, Bab Jam'ul Qur'an, 
hadits nomor 4978
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, 
jilid : 2 halaman 954, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban 
Al-Ju'fi (Al-Ilal karya Ad-Daruquthni, jilid 3, halaman 229-230), Ibn Ma'in 
mengatakan : "Dia dha'if (Al-Jarhu wat Ta'dil karya Ar-Razi, jilid 7 halam 200.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-Mashaahif halaman 22
[5]. Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12
 


      

Kirim email ke