KALAU berbicara kebutuhan dasar manusia, itu mudah dijelaskan. Papan, pangan, 
pakaian dan kesehatan. Jika keempatnya sudah terpenuhi, seseorang sudah 
memiliki modal pokok untuk meraih prestasi dan kebutuhan lain yang lebih 
tinggi, misalnya pendidikan,rekreasi, dan tabungan hari depan. 


Tetapi begitu berbicara soal kebahagiaan (happiness), penjelasan dan 
pemenuhannya cukup rumit. Sulit menjelaskan dan membuat definisi tentang apa 
itu kebahagiaan serepot membuat definisi agama. Begitu pun definisi cinta dan 
porno—yang ternyata begitu beragam definisi yang dimunculkan. 

Secara sederhana, kebahagiaan adalah suasana hati, emosi, dan perasaan nyaman, 
puas, lega yang sebisa mungkin perasaan itu tidak hilang.Kalaupun hilang,ingin 
dihadirkan lagi dan lagi.Hanya saja, tingkat kebahagiaan orang 
berbeda-beda,begitu pun sumbernya. Lebih dari itu sesungguhnya, sulit untuk 
membanding-bandingkan kebahagiaan orang mengingat setiap pribadi punya hak dan 
kebebasan untuk membuat ukuran dan memaknai kebahagiaannya sendiri. 

Perlu seni untuk mendapatkan kebahagiaan. Sekadar contoh, mari bayangkan, ada 
lima orang yang masingmasing diberi hadiah gitar. Meski wujud barangnya sama, 
pasti makna dan fungsinya akan berbeda-beda ketika masing-masing telah 
memilikinya. Mungkin saja ada yang kemudian menjualnya karena sama sekali tidak 
pintar memainkan. 

Namun, bagi seorang gitaris yang kebetulan tidak punya, pasti akan sangat 
senang lalu dimainkannya untuk menghibur diri dan orang lain. Coba bayangkan 
lagi sebuah gitar, jumlah senarnya ada tujuh sesuai dengan not lagu, namun 
sudah berapa ribu jumlah nyanyian yang tercipta dengan nada yang tujuh itu?

 

Jadi, hal-hal kecil, ketika bertemu dengan mereka yang memiliki keterampilan 
olah seni, hal yang tampaknya kecil dan sepele itu,akan berubah jadi indah, 
mendatangkan senang dan bahagia bagi dirinya dan bagi orang lain. Mereka yang 
memiliki seni melukis, dengan modal kanvas, cat dan kuas, akan mendatangkan 
sumber kebahagiaan, bahkan nilai komersial yang tinggi ketika melahirkan 
lukisan yang bagus.Tetapi bagi yang tidak memiliki bakat seni, kuas, cat, dan 
kanvas tidak banyak berarti.

Sekarang ada sebuah teori, melukis merupakan salah satu cara untuk melepaskan 
berbagai rasa stres yang mengendap dalam diri seseorang. Dalam sebuah kreasi 
seni, unsur perasaan, imajinasi, dan pemaknaan sangat penting, di samping 
keterampilan tangan. Hal-hal yang kelihatannya kecil dan kurang berharga secara 
materi bisa berubah menjadi karya seni yang indah dan penuh makna bagi 
orang-orang yang pandai menggubah dan memaknainya. 

Nah, bukankah hidup tak ubahnya dengan seni melukis ataupun memainkan gitar? 
Bukankah kehidupan layaknya sebuah permainan sepak bola ataupun golf? Ruang dan 
waktu yang tersedia merupakan kanvas yang di atasnya akan kita lukis dengan 
beraneka ragam aktivitas. Kita memiliki batasan sekaligus kebebasan, 
sebagaimana dalam seni bermain catur.Ataupun dalam bermain sepak bola. 

Di sana ada ketentuan berapa luasnya lapangan, jumlah pemain dan sekian aturan 
yang mesti ditaati. Dalam lingkup keterbatasan dan peraturan itulah sebuah 
permainan diselenggarakan dan berubah menjadi sebuah perjuangan untuk 
berprestasi sekaligus panggung festival seni yang mengasyikkan dijalani dan 
ditonton. Disayangkan, permainan sepak bola kita belum sampai pada tingkat 
sebuah festival seni yang begitu indah dinikmati sebagaimana klub-klub 
Eropa.Yang kadang terjadi justru tawuran dan perkelahian. 

Di sini, tanpa disadari, menunjukkan tingkat kecerdasan, etika, dan seni bangsa 
ini yang masih rendah. Ingin menang, namun tidak siap kalah. Padahal kekalahan 
dalam sebuah permainan tak kalah penting dari keinginan untuk menang.

 

Di situ terdapat dimensi lain yang sangat substansial, yaitu seni dan festival 
kehidupan. Demikianlah, untuk meraih kebahagiaan perlu melibatkan keterampilan 
dan penghayatan seni, kecerdasan, dan keterampilan sebagaimana dalam sport.Yang 
tak kalah unik dan menarik adalah permainan golf yang sarat makna. Objek yang 
dimainkan adalah bola kecil dalam lapangan yang begitu luas, tujuan akhirnya 
bagaimana memasukkan bola ke lubang tujuan yang juga kecil, dengan jumlah 
pukulan sesedikit mungkin. 

Namun, di depannya dihadang dengan berbagai rintangan yang sengaja dibuat, 
semisal kolam, semak-semak dan lapangan yang berkelokkelok. Ketika berhasil 
memukul bola lalu bola itu terbang lurus dan tinggi mendekati target,muncul 
rasa bahagia sekali pada diri seorang golfer. Begitu pun ketika berhasil 
melayangkan bola melewati berbagai jebakan dengan jarak dan arah yang tepat, di 
situ muncul kebahagiaan dan kepuasan batin yang hanya bisa dimengerti oleh 
golfer.Yang tak kalah membahagiakan, ketika dari jauh bisa memasukkan bola yang 
kecil itu ke lubang akhir yang juga kecil.

Sejak dari pukulan pertama sampai tujuan akhir merupakan serial perjuangan 
berkesinambungan yang menantang. Di situ diperlukan kesabaran, konsistensi, 
antusiasme menghadapi tantangan, dan sikap rendah hati, serta harus memegang 
prinsip kejujuran dalam menghitung skornya. Demikianlah, bukankah hal serupa 
juga terjadi pada kehidupan? 

Untuk meraih bahagia, diperlukan sebuah seni untuk merangkai dan memaknai 
potongan serta serial aktivitas kita sehari-hari dengan kecerdasan, kejujuran 
pada diri sendiri, serta kreativitas untuk menggubah hal-hal yang tampaknya 
kecil agar menjadi besar dan bermakna. Dalam bahasa agama, ada beberapa kata 
kunci untuk mendapatkan kebahagiaan yang bermakna. Kata kunci itu antara lain 
ialah ikhlas dalam melakukan setiap tindakan.

 

Didasari niat sebagai pengabdian dan rasa syukur pada Tuhan (ibadah), setiap 
tindakan hendaknya bermanfaat bagi diri dan orang lain. Ada rasa senang dalam 
melakukan karena yakin Tuhan dan para malaikat senantiasa mengawasinya dan 
menjanjikan imbalan sekecil apa pun yang dilakukan. 

Di atas semua itu, suatu perbuatan akan mendatangkan rasa bahagia kalau 
dilakukan berdasarkan dorongan hati kecilnya yang senantiasa mengajak pada 
kebaikan,kebenaran, dan keindahan. Perbuatan ikhlas yang membahagiakan bagaikan 
putik bunga yang sedang berproses mekar. 

Setelah mekar bunga itu membuat sekitarnya kagum dan senang melihatnya, bahkan 
orang pun akan memetik untuk memilikinya. Bunga tadi mekar bukan untuk pamer, 
tetapi menjadi dirinya sendiri karena dia tercipta untuk menghiasi kehidupan. 
Sesungguhnya setiap orang memiliki putik bunga yang jauh lebih indah yang 
bersemayam di hati dan pikiran yang ditanamkan oleh Tuhan ke dalam fitrah 
manusia.

Kalau keduanya mekar, maka tangan, kaki, mata, dan mulut serta organ tubuh lain 
akan membantu mengekspresikannya menjadi tutur kata dan tindakan yang indah dan 
menyenangkan dilihat dan dirasakan, baik oleh diri maupun orang lain. Di situ 
muncul sebuah karya lukis kehidupan yang membahagiakan. Untuk meraihnya tidak 
mesti mengeluarkan biaya mahal. 

Kapan pun dan di manapun kita bisa berkarya dan menciptakan kebahagiaan, asal 
memiliki kepekaan, kehalusan rasa, dan kecerdasan untuk merajut 
potongan-potongan aktivitas hidup agar bermakna dan indah bagaikan sekuntum 
bunga yang mekar. (*) 

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT 
REKTOR UIN SYARIF HIDAYATULLAH
 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/

 199301/38/


 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke