Harap Cemas di 2009 

HARI ini kita menapaki langkah pertama pada 2009. Berbeda saat kita memasuki 
2008 yang diwarnai segudang optimisme pada berbagai bidang, pada 2009 ini yang 
dominan justru kekhawatiran. Selain khawatir apakah pemilu legislatif dan 
pilpres berjalan mulus dan aman, kekhawatiran memburuknya situasi ekonomi 
menjadi wacana dominan memasuki tahun baru ini. Karena itu, perlu dilihat 
faktor-faktor strategis apa yang kemungkinan memengaruhi situasi ekonomi 2009 
dan langkah apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi 
kemungkinan terjadinya situasi yang sangat buruk pada tahun ini.

Marilah kita analisis situasi ekonomi ini dari beberapa sektor; dengan melihat 
apa yang terjadi pada 2008, kebijakan strategis di sektor tersebut, dan 
kemungkinan situasi 2009. 

Dalam bidang perdagangan, kinerja ekspor nasional tahun ini dipastikan merosot. 
Itu terjadi karena anjloknya permintaan dari pasar-pasar utama seperti AS, 
Eropa, dan Jepang. Ada dua strategi yang bisa dilakukan untuk menyiasati 
lesunya pasar konvensional itu. Pertama, mencari pasar-pasar ekspor baru 
seperti kawasan Timur Tengah. 

Kedua, memperkuat pasar domestik. Sayang, kita belum melihat ada upaya yang 
serius dari pemerintah untuk melaksanakan secara efektif salah satu atau kedua 
strategi tersebut. Mencari pasar ekspor baru juga tidak semudah membalik 
telapak tangan, sedangkan pasar dalam negeri sendiri mengalami kelesuan.

Karena itu, pada 2009 ini kita akan melihat defisit neraca perdagangan yang 
semakin besar. Itu terjadi karena kebergantungan impor bahan baku industri juga 
semakin tinggi. Sementara industri substitusi impor juga bisa diharapkan 
berperan optimal. 

Kita berharap, melemahnya kurs rupiah bisa dimanfaatkan eksporter untuk 
meningkatkan kinerja ekspor mereka. Sebab, dengan kurs yang melemah, daya saing 
ekspor meningkat karena harga barang di pasar internasional menjadi lebih murah.

Selain dari sisi perdagangan yang melemah, ekonomi pada 2009 bakal diwarnai 
lesunya laju investasi langsung, baik penanaman modal domestik (PMDN) maupun 
asing (PMA). Padahal, pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja diharapkan bisa 
didorong oleh meningkatnya investasi langsung itu. Iklim investasi pada tahun 
ini akan jauh lebih berat. Sebab, ketika investasi langsung melemah, kondisi 
investasi di pasar finansial juga sedang memburuk. Jadi, jika pada 2000 hingga 
2007 kita masih bisa mengharapkan lesunya realisasi investasi langsung bisa 
ditutup atau setidaknya diimbangi dengan investasi di pasar keuangan, tahun ini 
dua sektor tersebut sama-sama lesu. Jadi, aliran uang jangka panjang maupun hot 
money ke Indonesia bakal menurun tajam. Dampaknya, tanpa investasi langsung 
akan menyeret angka pengangguran. Dan, tanpa aliran hot money, transaksi di 
pasar keuangan juga akan sepi.

Selain pengangguran, masalah merosotnya daya beli masyarakat akibat inflasi 
tinggi masih menjadi ancaman. Penurunan harga BBM (bahan bakar minyak) pada 
2008 diperkirakan tidak akan terulang pada 2009. Penyebabnya, menurut analisis 
para ahli perminyakan, harga minyak dunia sudah menyentuh level terendah. 
Padahal, ketika harga BBM turun dua kali dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500, dan 
terakhir Rp 5.000 per liter, harga-harga barang dan jasa -terutama 
transportasi- tidak serta merta turun.

Kondisi tahun ini diprediksikan masih berat, terutama pada semester pertama.. 
Sektor finansial juga belum cukup berani menopang kinerja sektor riil, 
mengingat likuiditas perbankan juga akan ketat. Dari fakta tersebut, sektor 
riil mungkin stagnan karena tidak ada pasar baru. Atau, kalaupun ada peluang, 
pasar tidak bisa menggarap secara optimal karena masih minimnya pembiayaan dari 
bank.(*)
 
 
 http://jawapos.com/
 
 
 
 
 
  
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke