Refleksi:  Pepatah Melayu kuno mengatakan : "Sedia payung sebelum hujan".  
Apakah banjir sudah diambing pintu baru ditinjau dan apakah banjir bisa 
dihindarkan dengan peninjauan? Dunia Abunawas memang aneh.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0901/15/taj01.html

Selamat Datang Banjir Jakarta 2009!  



PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (14/1), meninjau kesiapan Pemprov DKI 
menghadapi ancaman banjir tahun ini. Jakarta pasti akan kebanjiran sehingga 
perlu persiapan, termasuk meminimalkan dampak kerugian jiwa yang bakal dialami 
warga. Selamat datang banjir Jakarta 2009!


Mungkin sudah banyak yang lupa kalau banjir pada 2002 merenggut sekurangnya 25 
jiwa waktu itu gubernurnya Sutiyoso, bersama lima wagubnya. Lima tahun kemudian 
(2007) korban tewas terkait banjir di Jakarta mencapai sekurangnya 52 jiwa, 
gubernurnya juga masih Sutiyoso dan wakil gubernurnya Fauzi Bowo. 


Herannya, bencana alam dengan korban sebesar itu di Ibu Kota Republik, ternyata 
tidak membuat warga bergetar hatinya biase aje! Tak heran langkah untuk 
mengatasi agar bencana seperti ini tidak terulang, atau bahkan bisa diakhiri 
sama sekali, juga tidak luar biasa. Yang terjadi adalah upaya pelan-pelan, 
seminar dan diskusi di sana-sini, digelar penelitian dan kajian, tanpa kemajuan 
yang signifikan.


Maka pada November 2008 lalu, Menteri PU Djoko Kirmanto dan Gubernur DKI Fauzi 
Bowo menggelar pertemuan dengan para pimpinan media massa di Jakarta untuk 
menjelaskan langkah-langkah yang sudah diambil dan persiapan untuk 
mengantisipasi bencana banjir di Jakarta. 
Para pemimpin itu mengaku sulit untuk membuat Jakarta sama sekali bebas dari 
banjir, sehingga yang paling mungkin adalah mengurangi dampaknya. Sikap ini 
mencerminkan realitas bahwa mengatasi masalah banjir di Jakarta perlu usaha 
besar, yang harus melibatkan semua pihak, tidak bisa hanya oleh Pemerintah 
Pusat dan Pemprov DKI.


Misalnya, kalau Jakarta mau bebas banjir maka akan ada ribuan rumah yang 
berdiri di badan kali, bantaran kali, lembah-lembah sungai, di atas bangunan 
air (sungai, kanal, selokan, danau dll) yang harus digusur dan direlokasi. 
Sudah pasti warga yang tinggal di pinggiran Sungai Ciliwung (mulai dari Bidara 
Cina sampai Bukit Duri) kebanjiran karena memang wilayah hunian mereka adalah 
jalur air, apalagi sungainya sudah semakin sempit dan dangkal! Atau, apakah 
mungkin daerah Kelapa Gading bebas banjir, mengingat daerah itu sebelumnya 
adalah rawa-rawa tempat parkir air yang disulap jadi kawasan permukiman dan 
niaga? Siapakah pemilik vila-vila di kawasan Puncak yang tumbuh bak jamur di 
musim hujan, bukankah orang-orang Jakarta pula?


Jakarta adalah kawasan muara sungai (ada 13 sungai bermuara di Teluk Jakarta), 
ia merupakan daerah depresi di mana sekitar 40 persen dari luas wilayahnya 
terletak di bawah permukaan air laut; dari tahun ke tahun terjadi land 
subsidence (penurunan muka air tanah) yang rata-rata berkecepatan 0,5 cm/tahun; 
pendangkalan kedalaman ke-13 sungai yang melintasi Jakarta yang semakin cepat, 
dan permukaan air laut yang cenderung terus naik.  Daya dukung alam di seputar 
Jabodetabekjur semakin rusak, dan sebagian akibat ulah manusia, yakni dengan 
merambah dan mengalihfungsikan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS), buang 
sampah sembarangan ke sungai, melanggar peruntukan wilayah yang sudah diatur 
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, tinggal dan membangun di bantaran sungai dan 
saluran air dll. 


Jadi, dengan kondisi geografis Jakarta dan perilaku penghuninya yang masa 
bodoh, ditambah tata pengelolaan yang buruk dan koruptif, Jakarta dijamin pasti 
sulit bebas dari banjir, sehingga apakah masih boleh kita mengeluh?


Maka, bak menambal baju usang dengan kain baru, sejumlah pekerjaan struktural 
direncanakan atau sudah dilakukan, seperti membangun Banjir Kanal Timur, 
membangun check dam, kegiatan pengerukan sungai-sungai, mengembalikan fungsi 
bangunan air (danau, sungai, kanal, selokan, dll), membangun polder penahan 
gelombang air laut (rob), dan masih banyak lagi. Namun, ini pun tidak menjamin 
Jakarta akan bebas banjir.


Lalu, kegiatan apakah yang sudah direncanakan untuk membangun kesadaran dan 
partisipasi masyarakat untuk mencegah banjir? 


Jakarta perlu sebuah rekayasa sosial untuk melengkapi rekayasa teknik guna 
mengatasi banjir. Bagaimanapun, bangunan-bangunan teknis itu tidak akan berumur 
panjang pemanfaatannya bila perilaku masyarakatnya (termasuk aparat pemprov dan 
anggota DPRD, pengusaha, dan seluruh penghuni kota) tidak dibangun. Hal itu 
terkait: kesadaran untuk menjaga keseimbangan lingkungan, pola membuang sampah 
dan menjaga kebersihan, kepatuhan pada peraturan, sikap terhadap air, gerakan 
membuat biopori, gerakan membuat sumur resapan, gerakan membuat kompos dari 
sampah organik, dll. Yang mau kita katakan, upaya mengatasi banjir di Jakarta 
harus menjadi sebuah gerakan bersama, sebuah gerakan bersama untuk 
menyelamatkan Jakarta dari ancaman tenggelam, dan itu haruslah direkayasa!

Kirim email ke