Salam,

Dibarat dewasa ini filsafat - khususnya metafisika - dianggap bukanlah sebagai 
sains. Sebagaimana yang dikatakan August Comte, bahwa filsafat dalam bentuk 
metafisika adalah fase kedua dalam perkembangan manusia, setelah agama yang 
disebut sebagai fase pertamanya.

Adapun yang disebut dengan fase ketiga atau fase yang paling modern dalam 
perkembangan manusia adalah sains yang bersifat positivistik ( yang dapat 
dilihat oleh indra lahir manusia ).

Dan karena sains merupakan perkembangan terakhir - fase ketiga- maka manusia 
modern harus meninggalkan fase-fase sebelumnya yang dianggap sudah kuno seperti 
fase agama -teologis- dan metafisika filosofis jika ingin tetap bisa dikatakan 
sebagai manusia modern.

Apakah kita harus meng amin-i saja apa yang dikatakan oleh August Comte 
tersebut? 

Mari kita lihat dari sisi yang lain...

Berbeda dengan apa yang terjadi dibarat, dalam tradisi ilmiah Islam filsafat 
tetap dipertahankan hingga kini dalam posisi ilmiahnya yang tinggi sebagai 
sumber atau basis bagi ilmu-ilmu umum yang biasa kita sebut sebagai sains, 
yakni cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengan dunia empiris, dunia fisik.

Dalam tradisi Islam, Filsafat adalah induk dari semua ilmu yang menelaah ilmu 
rasional (aqliyyah) seperti metafisika, fisika dan matematika. Adapun 'sains' 
dalam tradisi ilmiah Islam adalah termasuk kedalam kelompok ilmu rasional 
dibawah ilmu-ilmu fisik, sehingga mau tidak mau sains harus tetap menginduk 
kepada filsafat, khususnya kepada metafisika filsafat. Alih-alih sains 
dikatakan terlepas dari filsafat sebagaimana yang disinyalir oleh 
August Comte, filsafat justru dipandang sebagai induk dari sains.

Para Filosof Muslim memandang bahwa terdapat sumber abadi dan sejati bagi 
segala apapun yang ada dijagad raya ini, yang pada gilirannnya akan dijadikan 
sebagai objek penelitian ilmiah. Sumber sejati ini penting dibicarakan untuk 
mengetahui asal usul dari objek apapun yang akhirnya kita pilih untuk diteliti, 
tak terkecuali objek-objek fisik. Tanpa sumber sejati seperti yang disebutkan 
diatas maka tidak mungkin ada apapun yang bisa kita jadikan sebagai objek 
penelitian kita.

Tuhan, itulah sumber sejati yang dimaksud, darimana segala sesuatu itu berasal. 

Dalam Islam, alam raya ( yang akan dijadikan objek penelitian oleh sains) 
disebut sebagai ayah/ayat  atau tanda-tanda Tuhan. Menurut Muhammad Iqbal, alam 
tak lain adalah medan kreativitas Tuhan. Oleh karena itu barang siapa saja yang 
meneliti dan mengadakan kajian terhadap alam semesta, maka sesungguhnya dia 
sedang melakukan penelitian terhadap cara Tuhan bekerja dalam penciptaan atau 
dalam bahasa yang lebih populer, maka sesungguhnya orang (sains) tersebut 
sedang melakukan penelitian tentang sunnatullah.

Dengan melihat apa yang dikatakan Muhammad Iqbal tersebut, maka seharusnya 
setiap orang yang mengadakan kajian dan penelitian terhadap alam maka 
seyogyanya makin bertambahlah kepercayaannya (imannya) kepada sang Pencipta 
(Tuhan) dan bukan malah sebaliknya seperti yang sering terjadi didunia barat 
dimana mereka malahan berusaha menyingkirkan Tuhan dari arena penelitiannya.

Selain sebagai basis metafisik ilmu (sains), filsafat juga bisa dijadikan 
sebagai basis moral bagi ilmu dengan alasan bahwa tujuan menuntut ilmu dari 
sudut aksiologis adalah untuk memperoleh kebahagiaan bagi siapa saja yang 
menuntutnya.

Filsafat, khususnya Metafisika adalah ilmu yang mempelajari sebab pertama atau 
Tuhan, yang menempati derajat tertinggi dari objek ilmu. Oleh karena itu sudah 
semestinyalah jika metafisika dijadikan basis etis penelitian ilmiah karena 
ilmu ini akan memberikan kebahagiaan kepada siapa saja yang mengkajinya.

Kembali perlu kita ingat, bahwa dalam tradisi ilmiah Islam, filsafat disebutkan 
sebagai sumber segala ilmu rasional (aqli) seperti matematika, fisika dan 
metafisika serta sub-devisi-sub-devisi mereka seperti :

Sub-devisi Matematika :
Aritmatika-Geometri-Aljabar-Musik-Astronomi dan Teknik.
Sub-devisi Fisika :
Minerologi-Botani-Zoologi-Anatomi-Kedokteran dan Psikologi
Sub-devisi Metafisika :
Ontologi-Teologi-Kosmologi-Antropologi-Eskatologi.

Maka dari itu, tidaklah mengherankan kalau filosof besar jaman dulu seperti 
Ibnu Sina dan Mulla Sadra menguasai bukan hanya metafisika filsafat tetapi juga 
seluruh cabang ilmu rasional dan sub-devisi-sub-devisinya. Tiba kepada kita 
sekarang ini, bagaimana mungkin kebanyakan dari mereka (orang barat) malah 
menyingkirkan induk ilmu (Filsafat) itu dari sains yang jelas-jelas merupakan 
anak kandung dari filsafat iitu sendiri. 


Salam,


Iman K.
www.parapemikir.com

Kirim email ke