Batara Fandi Sutadi, ASSISTEN I SEKRETARIS KOTA SURABAYA
Banyak Aset yang Dikuasai Pihak Ketiga Secara Ilegal


Aset Pemerintah Kota Surabaya, satu per satu jatuh ke pihak ketiga. Sebelum 
kasus kebun bibit Bratang, sudah lebih dahulu kehilangan kolam renang Brantas. 
Bahkan, lapangan tenis di Jalan Embong Wungu, yang telah ditetapkan sebagai 
cagar budaya. 
Wartawan Tempo Anang Zakaria Jumat pekan lalu mewawancarai Batara Fandi Sutadi 
untuk mengetahui berapa banyak aset yang dimiliki serta bagaimana Pemerintah 
Kota Surabaya mengelola asetnya. 
Berikut petikan wawancaranya. 
Berapa jumlah aset pemerintah kota? Apa saja bentuknya? 

Aset Pemerintah Kota Surabaya cukup banyak, terdiri atas 2.788 bidang tanah 
dengan total luas 48.968.642 meter persegi. Ini belum termasuk aset yang 
bergerak, seperti mobil atau barang perlengkapan lain.
Bagaimana pemerintah kota mengurus aset-asetnya? 

Kami berpedoman pada regulasi yang ada, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 6 
Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Secara teknis, 
pemerintah kota memiliki bagian perlengkapan yang khusus mengelola aset, baik 
perolehan maupun pengadministrasiannya. Sedangkan pemanfaatan aset dilaksanakan 
oleh Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan. Lembaga ini bertanggung jawab 
memaksimalkan pemanfaatan, termasuk pemberian izin pemakaian bangunan dan 
lain-lain. Hal Ini berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah..
Mengapa aset bisa jatuh ke tangan orang lain? Kebun bibit misalnya? 

Banyak penyebabnya. Pertama, secara fakta, aset-aset itu dikuasai secara 
melanggar hukum. Aset itu didrop (ditempati secara ilegal) oleh pihak ketiga. 
Kedua, karena perjanjian dengan pihak lain, tapi isi perjanjiannya menempatkan 
pemerintah kota pada posisinya yang lemah. Yang ketiga, karena secara hukum, 
pemerintah kota kalah di pengadilan saat bersengketa karena dukungan 
administrasi yang lemah tentang asal usul perolehan aset tersebut. 

Dalam Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Daerah, banyak instansi 
pemerintah, yang dulunya vertikal dengan pemerintah pusat, menjadi instansi 
daerah dan disertai penyerahan aset yang menjadi bagian main materialnya. 
Sayangnya, tidak disertai dengan dukungan bukti administrasi yang baik, seperti 
surat bangunan. Kondisi ini yang biasanya menyebabkan kami kalah saat digugat 
pihak ketiga. 

Tentang kebun bibit, aset itu tidak lepas. Masalahnya terletak pada obyek 
sengketanya. Isi perjanjiannya, yang mengharuskan pemerintah kota memenuhi 
putusan pengadilan untuk menyerahkan pengelolaan kebun bibit (kepada PT Surya 
Inti Permata). Jadi, kebun bibit tidak lepas. Itu tetap milik kita.

Masalahnya, perjanjian itu dibuat pada 1998, sudah berusia sepuluh tahun. 
Isinya banyak yang bertentangan dengan regulasi pemerintah yang baru sehingga 
secara konkret perjanjian itu tidak bisa dilaksanakan. 
Dasar kepemilikan apa yang dipunyai pemerintah kota ntuk mempertahankan 
asetnya? 

Ada banyak, bermacam-macam. Yang pertama, perolehan dari undang-undang tentang 
kekayaan pemerintah sejak kemerdekaan. Aset semacam ini kita peroleh dari 
pemerintah pusat, ditandai oleh Perponding Guminte (aset negara yang diperoleh 
dari perang melawan penjajah Belanda atau Jepang). Aset ini cukup luas dan 
sekarang di-IPT-kan (izin pengolahan tanah). 

Selanjutnya, dari penggabungan instansi menjadi perangkat daerah. Misalnya, 
Dinas Penerangan atau Dinas Kesehatan. Penggabungan ini disertai dengan 
penyerahan aset. Ketiga, berasal dari penyerahan pihak ketiga. Biasanya berupa 
fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dasar lainnya adalah perubahan dari desa 
menjadi kelurahan. Tanah ganjaran yang berada di pinggiran desa menjadi milik 
pemerintah kota. Lalu, yang terakhir adalah dengan pembelian atau membebaskan 
lahan.
Aset berupa tanah, misalnya, apakah sudah disertifikatkan? 

Sertifikat itu mutlak harus dilakukan sebagai bukti pengamanan administrasi.. 
Tapi, baru sekitar 25 persen yang sudah disertifikatkan. Dari 2.788 bidang 
tanah, baru 522 bidang yang sudah besertifikat. Atau secara luas tanah, dari 
48.968.642 meter persegi, baru 12.359.177 meter persegi yang besertifikat.
Apa saja kendala yang dihadapi pemerintah kota dalam mempertahankan atau 
menyelamatkan asetnya agar tak jatuh ke tangan orang lain? 

Kendalanya adalah asal-usul perolehan. Banyak tanah yang diperoleh tanpa 
disertai dasar hak. Aset yang diperoleh dari masa kemerdekaan, misalnya. Kita 
hanya memegang komitmen Badan Pertanahan Negara, selama aset itu berasal dari 
Perponding Guminte, itu tetap milik pemerintah. Ketika sejumlah instansi pusat 
menjadi perangkat daerah, penyerahannya asetnya tidak disertai dengan 
sertifikat. Jadi, menjadi sulit ketika kami digugat pihak ketiga.

Untuk menjaga aset ini, kami bekerja sama dengan BPN untuk secepatnya 
mensertifikatkan. Secara fisik, kami juga pasang pagar, papan pemberitahuan, 
dan tanda batas di aset itu. Kami perintahkan setiap kepala dinas selaku 
penanggung jawab untuk mengamankan asetnya.
Dari beberapa contoh kasus, Pemerintah Kota Surabaya sepertinya tidak punya 
konsep kerja yang jelas untuk menyelamatkan asetnya? 

Secara administrasi cukup jelas konsepnya, yaitu kami harus mensertifikatkan. 
Selain itu, kan ada pengamanan fisiknya. Bentuk ruislag juga merupakan bagian 
dari langkah pengamanan aset, yakni pengumpulan aset yang terpisah menjadi satu 
kawasan yang mudah dikontrol dan diawasi. 
Dari seluruh aset yang dimiliki, berapa besar nilainya? 

Total nilai aset kita mencapai Rp 27.336.210.534.044.
Bagaimana konsep pengelolaan aset agar tidak menjadi barang mangkrak? 

Secara umum, aset kita tidak ada yang mangkrak. Tapi, memang ada beberapa yang 
terbengkalai karena kerusakan. Amanat pemerintah pusat, tidak boleh ada aset 
yang tidak terpakai. Bahkan, kalau ada aset yang membebani, bisa dijual saja. 
Seperti mobil, kalau rusak, bisa dihapus dan dilelang karena akan membebani 
anggaran. Begitu juga dengan bangunan yang tidak dipakai. Bisa saja ini 
dihapus, tapi harus tetap dilakukan sesuai dengan prosedur. 
 
 
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/09/Berita_Utama_-_Jatim/krn.20090209.156213.id.html


 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke