Mg Biasa VII: Yes 43:18-19.21-22.24b-25; 2Kor 1:18-22; Mrk 2:1-12 “Di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" Dalam kesempatan sedang memberi retret ada seorang peserta, suster/biarawati, berkonsultasi secara pribadi. Dalam konsultasi tersebut antara lain ia mengeluh karena mengalami ‘blooding’ atau pendarahan dan badan merasa tidak enak/kurang segar bugar. Mendengarkan keluh kesah ini saya langsung bertanya: “Apakah suster punya musuh?”. “Apa artinya musuh room?”, tanggapan suster dengan mohon penjelasan lebih lanjut. “Yang saya maksudkan dengan musuh antara lain orang, pekerjaan atau lingkungan hidup yang membuat anda tidak senang alias membenci dan memusuhinya”, demikian penjelasan saya selanjutnya. “Ya, saya punya rekan suster sekomunitas yang sangat menjengkelkan dan saya merasa muak dengannya, dengan cara hidup dan perilakunya”, demikian jawaban suster. “Jika suster menghendaki untuk sembuh dari penyakit tersebut, maka silahkan ampuni rekan suster anda tersebut, dan jangan dibenci atau dimusuhi. Berdamailah dengannya”, demikian nasihat saya. Beberapa waktu kemudian suster menghubungi saya via tilpon dan menceriterakan bahwa ia telah melaksanakan nasihat saya dan telah sembuh dari penyakit ‘blooding’/pendarahan yang sering diderita atau dialaminya. Kasih pengampunan memang menyembuhkan dan menyehatkan, sebagaimana telah dilakukan oleh Yesus yang menyembuhkan orang lumpuh dengan mengampuni dosa-dosanya. "Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” (Mrk 2:8-11) Kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia, merupakan perwujudan kasih pengampunan Allah kepada dunia, kita umat manusia yang berdosa. Maka sebagai orang yang beriman kepadaNya, menjadi murid-murid atau pengikut Yesus, kita juga dipanggil untuk meneruskan atau menyalurkan kasih pengampunan Allah yang telah kita terima secara melimpah ruah. Puncak kasih pengampunan yang dilakukan oleh Yesus kiranya ketika Ia tergantung di kayu salib, dalam puncak penderitaanNya, memohonkan kasih pengampunan bagi mereka yang telah menyalibkanNya, membuatNya menderita: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Kita dipanggil untuk meneladan sikap dan tindakan Yesus tersebut. Banyak orang yang sering kita rasakan atau hayati mempersulit atau menghambat hidup dan tugas pengutusan kita, menyakiti kita, kiranya ‘mereka tidak tahu bahwa telah mempersulit, menghambat atau menyakiti kita’. Karena tidak tahu maka berarti tidak bersalah dan dengan demikian tidak sepantasnya dimarahi atau dimusuhi, dan sekiranya bersalahpun kita dipanggil untuk mengampuninya. Ingat, kenangkan dan hayati kembali ketika kita masih bayi atau kanak-kanak: bukankah kita telah menyakiti atau mempersulit orangtua, khususnya ibu kita masing-masing, dan kita tidak dimarahi atau dibenci melainkan dikasihi dan diampuni! Jika kita dapat mengamini dan menghayati kembali kasih pengampunan ibu kita masing-masing kiranya dengan mudah kita mengampuni dan mengasihi mereka yang kita rasakan telah menyakiti, menghambat dan mempersulit hidup dan tugas pengutusan kita. Dengan kata lain kita memiliki ‘kuasa untuk mengampuni dosa dan kesalahan sesama atau saudara-saudari kita’. Hendaknya kita juga jangan berpikiran jahat terhadap sesama dan saudara-suadari kita atau bahkan berpikiran jahat terhadap orang yang mengampuni saudara-saudarinya. Segala sapaan, sentuhan dan perlakuan orang lain terhadap diri kita, entah yang kita rssakan enak atau tidak enak, nikmat atau menyakitkan, hendaknya dihayati sebagai perwujudan kasih mereka kepada kita. Jika mereka tidak mengasihi kita tentu mereka akan mendiamkan kita, tidak menegor, mengritik atau menasihati yang kita rasakan sebagai menyakiti. Sekiranya anda merasa sakit dan menderita karena sapaan, sentuhan atau perlakuan orang lain, hendaknya pada saat itu juga berani berkata atau berdoa: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” “Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah. Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi,memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2Kor 1:20-22) Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk menjadi “ya” bagi semua janji Allah serta senantiasa mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. Janji utama Allah adalah keselamatan dan kebahagiaan manusia, maka menjadi ‘ya’ bagi janji Allah berarti kita senantiasa dalam keadaan selamat dan bahagia, dan kemudian memuliakan Allah dimana-mana, kapanpun juga, dalam hidup sehari-hari, dalam pelayanan, pekerjaan atau pengutusan kita masing-masing. Dengan dan melalui rahmat baptisan kita telah diselamatkan oleh Allah, maka hendaknya rahmat baptisan tersebut dihayati dengan penuh kesetiaan, syukur dan terima kasih. Selamat dalam bahasa Latin adalah salvus, dan salvus berarti selamat; selamat sejahtera; terhindar dari kerusakan, gangguna dsb,; aman sentosa; sehat; sehat wal’afiat; tak luka-luka; tanpa cedera; masih hidup; utuh; beres. Maka jika kita berada dalam keadaan selamat antara lain berarti: tubuh, akal budi, hati dan jiwa sehat dan segar bugar, cemerlang dan tiada cacat atau kerut apapun. Rasanya jika kita masing-masing jujur melihat atau mawas diri harus mengakui dan menghayati bahwa kita tidak dalam keadaan selamat sebagaimana kita harapkan atau dambakan, maka baiklah kita saling membantu dan mengingatkan dalam menjaga, memperteguh dan memperdalam keselamatan kita. Kita dipanggil untuk memuliakan Allah di dalam hidup sehari-hari, dan kiranya hal itu dapat kita laksanakan atau hayati dengan memuliakan ciptaan Allah, terutama dan pertama-tama adalah mansuia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling memuliakan, untuk itu hendakah kita saling melihat dan mengimani apa yang baik, luhur, mulia dan indah dalam diri kita masing-masing, dalam diri sesama manusia. Yang mudah dilihat kiranya penampilan diri sedemikian rupa sehingga orang nampak cantik atau tampan, menawan dan memikat. Sebagai laki-laki ketika melihat perempuan cantik dan seksi hendaknya tidak tergoda untuk melecehkannya, melainkan memujinya dengan rendah hati, demikian sebaliknya sebagai perempuan melihat laki-laki tampan dan seksi. Yang penting dan mungkin sulit kiranya melihat dan mengakui budi pekerti luhur yang hidup dan dihayati sasama kita, mengingat dan memperhatikan ada kecenderungan dari kita semua untuk lebih melihat kelemahan dan kekurangan daripada kekuatan dan kelebihan. Marilah kita lihat dan imani buah-buah Roh seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23), yang ada dalam diri kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Kami yakin bahwa dalam diri kita maupun saudara-saudari kita keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut hidup dan dihayati. Maka jika kita dapat melihat dan mengimani keutamaan-keutamaan tersebut hidup dan dihayati dalam diri kita masing-masing, secara otomatis kita akan saling memuliakan. “Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka. TUHAN akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuhnya! TUHAN membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya. Kalau aku, kataku: "TUHAN, kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, sebab terhadap Engkaulah aku berdosa!” (Mzm 41:2-5) Jakarta, 22 Februari 2009 Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/