Refleksi: Pemerintah NKRI adalah pemerintahan saudagar kaya, mereka mempunyai monopoli dalam menentukan politik ekonomi termasuk politik harga (pricing policy), jadi sebagai saudagar apakah diperlukan untuk diturunkan harga kebutuhan pokok? Dalam cerita ekonomi perusahaan ada yang disebutkan kesempatan "maximizing profit". Bukankah kalau menurunkan harga berarti mengurangi keuntungan. Selian itu keadaan Rupiah juga berada dalam status lemah syahwat, berarti harga barang baik yang lux maupun untuk konsumsi kebutuhan hidup sehari-hari akan menurut trend yang sama, jadi kebutuhan konsumen kurang atau bahkan samasekali tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini, konsumen harus makan dan minum jadi permintaan tetap tinggi menyebabkan harga stabil (tinggi), kurang lebih begitu ceritanya. Apakah ada yang punya cerita lain jangan disimpan dalam hati, silahkan beberkankan.
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=5194 2009-02-21 Harga Kebutuhan Pokok Belum Turun [JAKARTA] Harga bahan kebutuhan pokok masyarakat masih tak kunjung turun, meskipun pemerintah sudah tiga kali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan harga beberapa bahan pokok saat ini masih di atas level sebelum kenaikan harga BBM pada Mei 2008. Tri, pedagang bahan pokok di Pasar Warung Buncit, Jakarta Selatan, mengakui, pada akhir Januari hingga awal Februari lalu, harga sempat naik akibat hujan dan banjir yang menghambat distribusi barang. "Sekarang beberapa sudah turun, tetapi rata-rata masih sama, bahkan ada yang lebih tinggi dibanding harga menjelang kenaikan harga BBM tahun lalu," ujarnya, Sabtu (21/2) pagi. Sedangkan data dari Departemen Perdagangan menunjukkan, harga rata-rata secara nasional per 20 Februari 2009, yaitu beras Rp 5.700, gula pasir lokal Rp 7.500, minyak goreng curah Rp 9.000, daging sapi lokal Rp 63.200, telur ayam Rp 14.100, tepung terigu Rp 7.500, cabe merah keriting Rp 17.400, dan bawang merah Rp 13.300 per kg. Kenyataan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu beberapa waktu lalu, bahwa harga kebutuhan pokok akan turun mulai Februari, sebagai dampak penurunan harga BBM. Tingkatkan Daya Beli Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan, Ardiansyah Parman mengakui belum turunnya harga kebutuhan pokok. Untuk itu, hal yang kini perlu dilakukan adalah meningkatkan daya beli masyarakatnya. "Jika kita berharap harga sekarang sama dengan 10 tahun lalu, sudah tidak mungkin lagi. Hal terpenting adalah bagaimana caranya agar pendapatan masyarakat meningkat lebih tinggi daripada kenaikan harga kebutuhan pokok," ujarnya, Jumat (20/2). Menurutnya, untuk bahan pokok yang harganya sedang tidak normal, masih terbuka peluang untuk turun. Tetapi, untuk harga komoditas yang sudah dianggap normal, tidak bisa dilakukan. Dia mencontohkan, untuk komoditas pertanian, jika harganya diturunkan, pasti merugikan petani. "Pendapatan petani bisa turun, sehingga tidak memiliki daya beli. Oleh sebab itu, yang terpenting meningkatkan daya beli masyarakat," jelasnya. Sementara itu, Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Bambang Soesatyo menjelaskan, harga bahan pokok yang tak kunjung turun, antara lain disebabkan sistem distribusi yang masih kacau. "Pemerintah sebaiknya tidak hanya memberikan stimulus fiskal, tetapi juga mengatur sistem distribusi nasional, sehingga bisa diperoleh patokan harga yang lebih jelas," katanya. Di samping itu, lanjutnya, kondisi infrastruktur yang belum baik juga mengakibatkan harga tinggi. Faktor lainnya adalah pungutan liar di jalan yang tak pernah diberantas tuntas. "Sistem distribusi dan transportasi menjadi penting. Masih ada kesempatan harga turun jika pemerintah lebih tegas dalam bertindak," ujarnya. [DMP/A