Tragedi Bangku di Malang, Apa Guna Para Pemimpin? 

SUNGGUH menyesakkan dada mengikuti berita tragedi mebel sekolah yang berlanjut 
dari Kabupaten Malang. Setelah dua pekan hampir berlalu, solusi tetap belum 
ada. Bagaimana kasus ini diselesaikan juga belum tergambar. Para pejabat 
kabupaten yang seharusnya sigap menyelesaikan kasus tersebut, dengan mengadakan 
bangku secepat-cepatnya, ternyata malah seperti menyembunyikan kepala ke dalam 
pasir. 

Yang makin menyedihkan, kabarnya hari ini akan ada lagi bangku yang ditarik 
oleh perajin dari SD di Bululawang. Mudah-mudahan tidak jadi. Para perajin tak 
bisa disalahkan dalam hal ini. Mereka sudah bersabar tiga tahun menunggu 
pembayaran, sejak 2006. Sikap mereka itu tampaknya lebih sebagai protes. Sebab, 
toh setelah dipakai tiga tahun gratisan, tentu nilai meja dan kursi itu sudah 
menyusut. 

Kasus di Kabupaten Malang yang kini dipimpin Bupati Sujud Pribadi dan Wakil 
Bupati Rendra Kresna itu bisa disebut contoh kegagalan fungsi manajemen 
pemerintahan. Pemerintah bukannya tak punya uang, tapi tak ''tahu'' cara 
memakainya. Uang Rp 2,9 miliar yang diplot untuk belanja meja dan kursi itu, 
rupanya, tak bisa dibelanjakan dengan benar. Uang sebesar itu seharusnya untuk 
pengadaan 7.925 pasang meja dan kursi siswa. Alokasinya, 33 rekanan dan 
masing-masing delapan sekolah. Karena tak sesuai spesifikasi, barang yang 
telanjur dipesan tak bisa dibayar. Sebab, kalau dibayar, bisa jadi kasus 
korupsi (Jati Diri, Jawa Pos, 18 Maret). 

Kalau uang itu tak terpakai, berarti bangku untuk siswa ''belum ada''. Kalaupun 
sekolah kemudian dikirimi bangku oleh perajin atas pesanan rekanan, itu berarti 
statusnya ''salah kirim''. Pemkab menilai bangku-bangku itu tak sesuai 
spesifikasi dan tak mau membayarnya. Sangat mengherankan, ketika pemkab 
tenang-tenang saja para siswa duduk dan belajar di bangku-bangku bermasalah. 
Selama tiga tahun!

Tragedi mebel sekolah dari Malang itu sudah telanjur terjadi dan bisa terus 
berlanjut. Tapi, setelah terlambat merespons tiga tahun, Pemkab Malang tak 
segera menebus kegagalannya ini. Sampai kemarin belum ada respons yang 
mencerminkan rasa tanggung jawab pejabat pemerintah. Bupati Sujud Pribadi belum 
juga memberikan penegasan. Malah, menurut Humas, dia sempat ikut kampanye 
Megawati di Jember. Bupati Sujud masih business as usual, setelah kasus yang 
mulai terjadi 11 Maret itu hampir melewati pekan kedua. 

Sikap Wakil Bupati Rendra Kresna tak kalah aneh. Dia malah mengharapkan 
''caleg-caleg yang cerdas'' yang memanfaatkan momentum kasus mebel sekolah 
itu.. Apakah sikap ini mencerminkan rasa tanggung jawab? Apakah ini bukan upaya 
melupakan orang bahwa kasus penarikan mebel itu tanggung jawab pemkab, bukan 
tanggung jawab orang lain, apalagi caleg? Apakah ini bukan mengarah ke 
pelanggaran aturan pemilu yang melarang kampanye di sekolah? 

Entah sampai kapan kita menunggu sikap jelas para pejabat pemkab yang sudah 
diberi kekuasaan oleh rakyat untuk mengatur urusan mereka. Apakah perlu 
Gubernur Jawa Timur Sukarwo dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf turun tangan 
atas ketidakmampuan para pejabat di Kabupaten Malang ini? (*)
 
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=58874


 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
http://groups.google.com/group/suara-indonesia?hl=id
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke